BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini jumlah penderita stroke di Indonesia kian
meningkat, saat ini di Indonesia penyaki stroke merupakan penyebab kematian
ketiga setelah penyakit jantung koroner.
Perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terserangnya
penyakit stroke. Gejala stroke tidak selalu muncul dalam keadaan berat. Serangan
stroke ringan ditangani dengan tepat dan cepat dapat diatasi dan memungkinkan
pasien dapat pulih dengan sempurna.
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak yang terjadi secara
mendadak atau secara cepat yang menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah di otak yang terganggu. Sroke pada umumnya terjadi pada orang dengan
umur di atas 65 tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke,
bahkan anak-anak atau bayi sekalipun. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler
(pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya
aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini
dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Adapun klasifikasi stroke adalah stroke hemorage dan stroke non hemorage, stroke hemorage
adalah jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak
mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
Pada pasien Pasca stroke hemorage penderita memerlukan rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai tenaga kesehatan
seperti, fisioterapi. Fisioterapi
merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutis
dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Adapun peran fisioterapi dalam kasus post
stroke memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional pasien.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pengaruh infrared
terhadap proses perdarahan stroke hemorage?
2.
Faktor resiko apa yang mempengaruhi stroke hemorage?
3.
Bagaimana kategori seorang dapat dikatakan positif
terkena stroke?
4.
Adakah pengaruh latihan motorik dengan faradiasi
terhadap plastisitas?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1.
Untuk mengetahui evaluasi kemajuan (termasuk hambatan
dalam kemajuan).
2.
Untuk mengetahui pengkajian pemeriksaan fisioterapi
pada pasien stroke.
3.
Untuk mengetahui manfaat penggunaan infrared untuk rileksasi pada pasien post stroke.
4.
Untuk mengetahui kategori seorang dikatakan positif
terkena stroke
BAB II
KAJIAN TEORI
- Deskripsi Teoritis
1.
Anatomi dan
Fisiologi Sistem Saraf Pusat
a. Pembagian
susunan saraf pada manusia
1)
Susunan saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medulla spinalis.
2)
Susunan saraf tepi (SST), yang terdiri dari saraf cranial (12 ps) dan saraf spinal (31 ps).
b. Bagian-bagian
otak
Beratnya 1200-1400 gram (2% Berat Badan)
Otak terbagi atas :
1) Otak besar (cerebrum)
Terbagi menjadi 4 lobus :
a) Frontalis
b) Parietalis
c) Temporalis
d) Occipitalis
2) Otak kecil (cerebellum)
3) Batang otak (brain
stem, truncus cerebri)
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian otak manusia yang
terbesar, paling berkembang dan memiliki fungsi luhur yang paling utama.
Otak besar terdiri
dari substansia abu-abu (grey mater)
setebal ± 2 cm (cortex cerebri) yang
berfungsi sebagai pusat intelektual,
pusat bicara, emosi, integritas sensorik
dan motorik, control gerak dan
lain-lain (area broadman).
Sedangkan bagian
dalam otak merupakan substansia putih (white
matter) berisi “network”
serabut-serabut saraf yang memungkinkan area bagian otak saling berkomunikasi
dan jaringan penyangga saraf yang berfungsi memberi bentuk otak.
Cerebellum (otak kecil) merupakan bagian otak terbesar kedua,
yang bertanggung jawab dalam mengatur keseimbangan, koordinasi dan berbagai control motorik.
Brain stem (batang otak) merupakan jalur terakhir dari otak
yang mengghubungkan dengan medulla
spinalis. Batang otak ini bertanggung jawab pada berbagai fungsi otonom seperti kontrol pernapasan,
denyut jantung, tekanan darah, bangun. Rangsangan dan perhatian.
c.
Vaskularisasi otak
Metabolisme otak digunakan ± 18% dari
total konsumsi oksigen oleh tubuh. Pada manusia otak mengandung ± 7 ml total
oksigen yang dengan kecepatan pemakaian normal akan habis kira-kira 10 detik.
Otak memilik berat 2,5% dari berat
badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah
dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian
tubuh. Fungsi darah adalah membawa O2,
glukose dan nutrisi lainnya serta
mengangkut CO2, asam laktat dan sisa metabolisme lainnya,
otak sangat rentan terhadap ischemic dan
hypoxia. Gangguan vaskuler otak dalam detik sudah
menimbulkan gejala gangguan neurologis,
dalam menit sudah bersifat irreversible.
2.
Etiologi
Dilihat dari etiologi
stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik infark ishkemia.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah diotak diantaranya :
a.
Keadaan arteri,
arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat
oleh thrombus atau embolus. Peredaran darah otak dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
1) Tekanan
darah di kepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa
pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan
rata -rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan
sirkulasi darah yang serius
2) Resistensi
cerebrovasculer: Resistensi
aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh :
a)
Tekanan liquor cerebrospinalis
intracranial, peningkatan
resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor
cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai
berat.
b. Keadaan
darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen di otak. Darah
bertambah kental, peningkatan vikositas darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah. Pada anemia berat
suplai oksigen dapat pula menurun. Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada
polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah
otak dapat terjadi pada anemia berat.
c. Kelainan
jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya
pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan
aliran darah di otak mengurang (iskemia).
Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian
tersangkut dipembuluh darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia.
d. Keadaan
pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada keadaan patologis, blok
ganglion skeletal dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran
darah otak.
Adapun faktor-faktor resiko yang menjadikan seseorang
untuk mudah terserang stroke diantaranya :
1) Umur
Lebih
tua lebih mungkin untuk mengidap stroke.
2) Diabetes militus
Orang-orang
yang diberi insulin, lebih banyak
untuk mengidap ‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin.
3) Faktor
Keturunan
3.
Patologi
Secara
patologi suatu infark dapat dibagi
dalam :
a.
Trombosis
serebri,
b.
Emboli
serebri
c.
Artheritis sebagai akibat dari arteritis temporalis.
Iskemik otak adalah
kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa
memberi perubahan yang menetap. Infark pada
otak timbul karena iskemia otak yang
lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversible. Gangguan aliran darah otak
akan timbul perbedaan daerah jaringan otak:
1) Pada
daerah yang mengalami hipoksia akan
timbul oedema sel otak dan bila
berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.
2) Daerah
sekitar infark timbul daerah penumbra
iskemik dimana sel masih hidup tetapi
tidak berfungsi.
3) Daerah
diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dan berfungsi. Orang normal
mempunyai suatu sistem autoregulasi
arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi.
4.
Tanda dan Gejala Klinis
a.
Sangat
bervariasi.
b.
Tanda
kenaikan tekanan intra cranial :
pusing, sakit kepala, mual, muntah, kaku kuduk.
c.
Gangguan
kesadaran : mulai ringan berupa bingung hingga koma.
d.
Tanda-tanda
fokal sesuai dengan area otak yang terkena yang mempunyai fungsi-fungsi
tertentu.
1)
Motorik: hemiplegia/hemipharase, termasuk otot-otot wajah dengan segala gejala yang
menyertai (gangguan keseimbangan, koordinasi, kontrol motorik, spastisitas,
pola sinergis,dll)
2)
Non
motorik : gangguan sensorik, ataxia, gangguan visual, gangguan visuo-spatial, aphasia, neglect, gangguan kognitif, dyspaghia,
dyshartia, dyspraxia, gangguan emosional & perilaku, pikun, incontinence, impotent dll.
e.
Tanda
atau gejala penyakit penyerta dan penyulit (komplikasi).
f.
Gangguan
aktivitas fungsional.
5.
Prognosis
Depresi pasca stroke disebabkan karena dua hal. Pertama, peristiwa
stroke sendiri memiliki efek neuropsikologis langsung yang menghasilkan gejala
depresi. Kedua, adanya komponen reaktif yang berhubungan dengan disabilitas.
Afasia dapat
terjadi pada 20% hingga 38% penderita stroke dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Penderita dengan afasia mempunyai masalah dengan
pemahaman dan produksi bicara, misalnya pada percakapan, membaca, menulis dan
kemampuan menghitung. Afasia jarang
sekali mempunyai pengaruh didalam hubungan personal, pekerjaan dan kehidupan social.
- Proses fisioterapi
1. Assessment
Assessment
merupakan komponen penting dalam segala manajemen penatalaksanaan fisioterapi, termasuk
dalam kasus stroke. Pemeriksaan ini menjadi begitu penting karena sedikitnya
ada 3 alasan pokok, yaitu:
a. Dapat
mengidentifikasi masalah pasien yang akan diinterverensi
oleh fisioterapis, dengan kata lain menegakan diagnosis fisioterapi.
b. Dapat
mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu.
1) Memberikan
motivasi kepada pasien
2) Memberikan
informasi tentang efektivitas terapi
yang berguna untuk menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi
selanjutnya.
c. Dapat
dipakai sebagai alat ukur untuk menetukan biaya atau efesiensi terapi.
Dapat memilih salah satu alat ukur, beberapa hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
1)
Anamnesis
a)
Data diri
(1)
Nama
(2)
Umur
(3)
Jenis kelamin
(4)
Agama
(5)
Pekerjaan
(6)
Alamat
(7)
No. CM
b)
Data data medis Rumah sakit
(1)
Diagnosis medis
(2)
Catatan klinis
(3)
Medika mentosa
(4)
Hasil lab
(5)
Foto rontgen
2)
Pemeriksaan Subjektif
a)
Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai
penyakit tersebut, meliputi :
(1)
Lokasi keluhan
(2)
Onset
(3)
Penyebab
(4)
Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
(5)
Irritabilitas
dan derajat
b)
Riwayat penyakit sekarang
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga
saat ini, proses pengobatan yang telah dilakukan.
c)
Status sosial
Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan lingkungannya,
meliputi :
(1) Lingkunga
kerja
(2) Lingkungan
tempat tinggal
(3) Aktivitas
rekreasi di waktu senggang
(4) Aktivitas
sosial
d) Riwayat
keluarga
Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit
serupa dengan pasien.
e)
Riwayat penyakit dahulu
Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang membuat
resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita.
3)
Pemeriksaan objektif
a)
Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda
penting dalam tubuh.
(1) Tekanan
darah
(2) Denyut
nadi
(3) Pernafasan
(4)
Temperature
(5) Tinggi
badan
(6) Berat
badan
b)
Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indra
penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis.
c)
Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau
menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi :
(1)
Pitting Oedema
(2) Spasme
(3) Suhu
lokal
(4) dll
d) Pemeriksaan
gerak dasar
Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara
aktif, pasif dan isometric. Dilihat
pula tingkat derajat full ROM dan nyeri yang dirasakan saat digerakan.
e)
Pemeriksaan mmt
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
kekuatan otot dengan tujuan membantu menegakan diagnosa.
Nilai
|
Keterangan
|
0
|
Otot tidak mampu berkontraksi
(lumpuh total)
|
1
|
Otot sedikit berkontraksi, tanpa
perubahan ROM, hanya muncul tonusnya saja
|
2
|
Otot berkontrasi, tidak mampu
melawan tahanan (gaya gravitasi) tetapi dapat full ROM
|
3
|
Mampu melawan tahanan, gaya
gravitasi dan full ROM
|
4
|
Mampu melawan tahanan (berupa
manual) tetapi tidak maksimal dan full ROM
|
5
|
Normal,otot mampu gerak aktif
dengan full ROM dan mampu melawan tahanan maksimal.
|
f)
Pemeriksaan LGS
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui derajat
gerak dengan tujuan membantu evaluasi terapi. Dan salah satu alat ukurnya
adalah goniometer.
g)
Pemeriksaan nyeri
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
persepsi nyeri yang dirasakan pasien. Salah satu alat ukurnya adalah VAS (Visual Analoque Scale).
h)
Pemeriksaan ADL
(1) Pemeriksaan
keseimbangan
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengontrol pusat
massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap
bidang tumpu (base of support). Tujuan
pemeriksaan keseimbangan :
(a)
Mengidentifikasi masalah pasien / menegakkan diagnosa
fisioterapi
(b)
Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien
dari waktu ke waktu
(c)
Sebagi alat ukur untuk menentukan biaya atau efesiensi terapi.
(d)
Sensitivitas
atau responsivitas dari alat ukur
(e)
Validitas dan
reliabilitas alat ukur
(f)
Ceiling effect
dan floor effect dari alat ukur.
(2) Pemeriksaan
koordinasi
Adalah suatu cara pemeriksaan meliputi semua aspek
dari gerak termasuk keseimbangan yang memungkinkan gerakan terjadi dengan
bebas, bertujuan, akurat, dengan kecepatan, irama dan ketegangan otot yang
terarah.
(3) Pemeriksaan
spastisitas
Pemeriksaan kesan spastisitas
dapat dilakukan dengan cara inspeksi atau palpasi. Diagnosis pasti dari spastisitas ditegakan dengan pemeriksaan
gerak pasif yang semakin cepat. Spastisitas
dapat diberikan skor dengan “Asworth
Scale”
Grade
|
Keterangan
|
0
|
Tidak ada peningkatan tonus otot
|
1
|
Ada peningkatan sedikit tonus
otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal (catch and release) pada
akhir ROM pada waktu sendi digerakan fleksi atau ekstensi
|
2
(1+)
|
Ada peningkatan sedikit tonus
otot, ditandai dengan pemberhentian gerakan (catch) pada pertengahan
ROM dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM
|
3
(2)
|
Peningkatan tonus otot lebih
nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan.
|
4
(3)
|
Peningkatan tonus otot sangat nyata
sepanjang ROM. Gerak pasif sulit dilakukkan.
|
5
(4)
|
Sendi atau ekstremitas kaku/ rigid pada gerakan fleksi atau
ekstensi
|
2. Penetapan
Diagnose
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada
pasien. Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan problem pasien
dengan gangguan neurologi adalaha
klasifikasi dari WHO. Klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an
dipakai secara luas di dunia sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia
klinis, pengumpulan data dan penelitian.
a.
Impairtment
Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis, fisiologis, struktur
anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah kelemahan, gangguan sensasi, penurunan
fungsi propioceptif, neglectt, gangguan
koordinasi, hilangnya dan atau gangguan penglihatan dan sebagainya.
b.
Activity
limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu
aktivitas dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal. Biasanya
dalam membicarakan activity limitation ini
focus ada dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah
ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya.
c.
Participation
restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan
lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya fisioterapi tidak
sampai sejauh ini dalam menegakkan problematika/diagnose fisioterapi.
Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-keterangan diatas, maka yang
dituliskan sebagai list of problem
adalah gangguan fungsional pasien sedangkan gangguan impairment menjadi faktor yang menyebabkan. Berdasarkan seluruh
permasalahan yang ada, maka selanjutnya dibuatlah prioritas masalah yang
dimaksudkan untuk mengarahkan dan memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi.
3. Intervensi Fisioterapi
Pemilihan teknologi interverensi yang digunakan
hendaknya didasari oleh informasi tentang efektivitas dari terapi tersebut.
Yang bisa didapat dari teori yang valid.
Terbukti efektif dalam clinical trial, atau terbukti efektif dalam penelitian.
Dalam pemberiannya harus disertai dengan teknik dan ketrampilan dari
fisioterapinya setinggi mungkin.
a. Infra Red
Adalah radiasi elektromagnetik
dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak tetapi lebih pendek
dari radiasi gelombang radio. Panjang gelombang 700 nm dan 1 mm.
Pada kasus ini IR meningkatkan sirkulasi mikro.
Bergetarnya molekul air dan pengaruh inframerah akan menghasilkan panas yang
menyebabkan pembuluh kapiler membesar,
dan meningkatkan temperature kulit memperbaiki sirkulasi darah dan dapat
mengurangi nyeri yang dirasakan.
b. Faradisasi
Adalah arus listrik boalk balik yang tidak simetris
yang mempunyai durasi 0,01-1 ms denga frekuensi 50-100 cy/det.
Pada kasus ini faradisasi
dapat menstimulasi saraf sensorik, apabila dialirkan kedalam tubuh timbul
perasaan tetusuk-tusuk halus, mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah superficial sehingga
kulit nampak kemerah-merahan. Dan pada stimulasi motorik apabila intensitas cukup besar akan menimbulkan kontraksi
otot yang dipersyarafi oleh saraf yang distimulasi, yang berfrekuensi 50
cyclr/detik.
4.
Re-assessment
re-assessment
yang dilakukan selama terapi berlangsung adalah untuk mengamati apakah terapi
yang kita berikan sesuai yang kita tuju dan bagaimanakah respon dari pasien.
Jangan mempertahankan interverensi yang
nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan pada
beberapa titik, misalnya setelah terapi berakhir, setelah satu paket terapi
selesai, evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan pada kemajuan
pasien lain-lain.
Kesimpulan yang didapat dari evaluasi ini untuk
mengetahui apakah dalam menentukan problem
list dan contributing factor
tidak tepat, apakah terapu tidak efektif, apakah memang tidak mungkin melakukan
perubahan terhadap impairment dan merubah fokus atau tujuan terapi kearah
kompensasi dan lain-lain. Atau pasien sudah puas terhadap kemajuan aktivitas
fungsionalnya walaupun impairmentnya
masih tetap ada.
Pentingnya evaluasi fisioterapi seharusnya juga
dipertimbangkan sebagai bahan masukan dari team rehabilitasi/medis di rumah
sakit untuk menentukan seseorang pasien sudah/belum diperbolehkan meninggalkan
rumah sakit (discharge planning) dan
dalam menentukan tindakan fisioterapi berikutnya (follow up), terutama bagi pasien dengan impairment dan activity limitation yang kronik.
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Pembuatan Laporan : 28 Juli 2015
Kondisi : FT.
C
A. DATA PASIEN
1.
NAMA : Ny.S
2.
UMUR : 50 tahun
3.
JENIS KELAMIN : Perempuan
4.
AGAMA : Islam
5.
PEKERJAAN : Buruh
6.
ALAMAT : Krajan Rt/Rw 04/07, Jomboran, Klaten Tengah
7.
No. CM : 092080
B. PEMERIKSAAN
1.
Pemeriksaan Subjektif
a.
Keluhan Utama
1)
Pasien merasakan kelemahan otot pada anggota tubuh
sebelah kanan.
2)
Pasien merasakan ketebalan pada anggota tubuh
sebelah kanan.
3)
Pasien merasakan kesemutan pada anggota tubuh
sebelah kanan.
4)
Pasien merasa tonus otot menurun.
5)
Lokasi keluhan : lengan dan tungkai kanan
6)
Onset : 1 bulan yang lalu
7)
Penyebab : idiopatik
8)
Faktor memperberat : posisi tidur ke duduk
9)
Faktor memperingan : saat istirahat terlentang
10) Iritabilitas dan derajat : sedang
11) Sifat keluhan :
statis
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH tanggal 26
juli 2015 pukul 08.50 WIB karena pasien merasakan kelemahan otot, ketebalan dan
kesemutan pada lengan kanan dan tugkai kanan, kemudian pada hari itu dilakukan
pemeriksaan di IGD kemudian dirujuk ke poli syaraf. Kemudian dirujuk ke
fisioterapi tanggal 27 juni 2015 jam 09.50 WIB dalam keadaan pasien masih
merasakan kelemahan otot, ketebalan pada lengan kanan dan tungkai kanan.
c.
Status Sosial
1)
Lingkungan kerja : pasien berprofesi sebagai buruh
untuk mencukupi kebutuhannya
2)
Lingkungan tempat tinggal : ada tetangga
3)
Aktivitas rekreasi : pasien jarang melakukan
rekreasi
4)
Aktivitas diwaktu senggang : menonton tv
5)
Aktivitas sosial : mengikuti pengajian ibu-ibu pkk
d.
Riwayat Keluarga
Tidak
ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan pasien
e.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien
tidak pernah mengalami riwayat hipertensi
2.
Pemeriksaan Obyektif
a.
Pemeriksaan vital sign.
1)
Tekanan darah : 150/80 mmHg
2)
Denyut nadi : 60 kali/menit
3)
Pernafasan : 22 kali/menit
4)
Temperature
:36,5º C
5)
Tinggi badan : 145 cm
6)
Berat badan : 44 kg
b.
Inspeksi
1)
Statis
a)
Tampak wajah pasien pucat dan lesu
b)
Tampak bahu pasien simetris
2)
Dinamis
a)
Terlihat pasien menahan nyeri saat dilakukan gerakan
pada tungkai dan lengan (secara aktif).
b)
Terlihat pola gait
abnormal, hilangnya fase terminal stance.
c.
Palpasi
1)
Terasa suhu badan pasien normal
2)
Tidak ada pitting
oedema
3)
Terasa nyeri saat dilakukan gerakan lengan dan tungkai
4)
Adanya penurunan pada tonus otot
d.
Perkusi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
e.
Auskultasi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
f.
Pemeriksaan Gerak Dasar
1)
Gerak aktif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat
melakukan gerakan pada ekstremitas atas
dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
2)
Gerak pasif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat
melakukan gerakan pada ekstremitas atas
dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
3)
Gerak isometric
dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan padaekstremitas ats
dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
g.
Muscle Test
Muscle test dilakukan pada
ekstremitas atas dan bawah dengan kesimpulan penilainnya adalah 4.
h.
ROM Test
ROM test dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah
dengan kesimpulan pada saat gerak penilaiannya hampir mendekati nilai normal
ROM.
i.
Pemeriksaan Nyeri
Saat dilakukan
penilain nyeri pada saat :
1)
Nyeri diam, pasien tidak merasakan nyeri
2)
Nyeri tekan, pasien tidak merasakan nyeri
3)
Nyeri gerak, pasien merasakan nyeri
j.
Pemeriksaan Keseimbangan
Hasilnya pasien memiliki gangguan keseimbangan yang
mengakibatkan pola jalan abnormal sehinggga
intervensi dapat diberikan exercise.
k.
Pemeriksaan Koordinasi
Hasilnya pasien memiliki gangguan koordinasi yang
mengakibatkan gangguan pola sinergis dan pola jalan abnormal sehingga intervensi dapat diberikan exercise.
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1.
Impairment
a.
Adanya kelemahan otot pada anggota tubuh sebelah
kanan
b.
Adanya ketebalan pada anggota tubuh sebelah kanan
c.
Adanya rasa kesemutan pada anggota tubuh sebelah
kanan
d.
Adanya penurunan pada tonus otot
e.
Adanya nyeri gerak pada semua gerakan isometrik
2.
Functional
limitation
a.
Pasien belum mampu berjalan dengan normal
b.
Adanya keterbatasan dalam transfer dan ambulasi
3.
Disability/
Participation Restriction
Gangguan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti : mengikuti pengajian, PKK, dan
arisan RT.
D. RENCANA INTERVENSI
1.
Nyeri dengan VAS
2. LGS dengan goniometer
3.
Kekuatan otot dengan MMT
4.
Pemeriksaan spesifik dengan skala asworth, pemeriksaan refleks tendon patella, berg balance scale.
E. LAPORAN TINDAKAN
1.
Pengurangan nyeri dengan Infra Red.
2.
Peningkatan immobilisasi
dengan fardisasi dan manual
terapi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut catatan rekam medis Pasien bernama Ny.S
berusia 50 tahun dengan alamat di Krajan, Joboran, Klaten
Tengah. Satu hari sebelum pasien masuk
rumah sakit tiba-tiba tangan dan kaki kanan terasa lemas, dan terasa sulit
untuk digerakkan. Oleh keluarga pasien dibawa RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI Provinsi
Jawa Tengah. Oleh dokter diagnosa awal adalah stroke. Setelah dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan CT Scan
didapatksn hasil bahwa pasien mengalami stroke. Pasien mengeluhkan lemah pada separuh anggota gerak sebelah kanan (hemiparese deksta), dengan sebagian
besar nilai otot-otot pada sisi yang lemah bernilai 1. Pasien tidak mengalami
gangguan pada sensoris sehingga
pasien dapat merasakan sensasi berupa rangsangan nyeri, sentuhan ringan, panas
dan dingin. Pasien juga tidak mengalami kesulitan bicara dan penurunan
kemampuan kognitif, sehingga pasien masih
bisa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena tidak ada keluarga
pasien yang menemani maka pasien hanya menjalani rawat jalan.
Pasien
mendapatkan perawatan dengan medika
mentosa dan intervensi fisioterapi.
Pada hari pertama terapi, intervensi fisioterapi
untuk menjaga fisiologis dari fungsi otot-otot tubuh yang mengalami kelemahan.
Penatalaksanaan
fisioterapi :
Intervensi fisioterapi yang diberikan
pada kasus ini, yaitu pada hari kedua pasien dirujuk di unit fisioterapi adalah
lebih pada bentuk peningkatan tonus otot, peningkatan ROM, penurunan nyeri.
Selama
pemberian intervensi fisioterapi pada terapi pertama tidak harus selalu dengan
pemberian modalitas alat, melainkan bisa juga dengan metode pendekatan brungstrom, bobath, rood, johnstone, PNF,
ataupun MRP.
1.
Terapi ke-IV (22 Juli 2015)
a. Penggunaan Infra Red general
Pada
penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
b. Faradisasi
Pada
penggunaan faradisasi bertujuan untuk
menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.
2.
Terapi ke-V (28 Juli 2015)
- Penggunaan Infra Red general
Pada
penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
- Faradisasi
Pada
penggunaan faradisasi bertujuan untuk
menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.
3.
Terapi ke-VI (31 Juli 2015)
- Penggunaan Infra Red general
Pada
penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
- Faradisasi
Pada
penggunaan faradisasi bertujuan untuk
menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.
FORM MENGUKUR POTENSI STROKE
Penilaian sendiri tentang resiko stroke
Faktor resiko
|
0
|
1
|
2
|
Nilai
|
Tekanan darah
|
Rendah atau normal
|
Meningkat atau tidak tahu
|
Tinggi
|
|
Merokok
|
Bukan perokok
|
15 batang sehari
|
15 batang lebih sehari
|
|
Kadar kolesterol
|
Dibawah rata-rata
|
Rata-rata atau tidak tahu
|
Diatas rata-rata
|
|
Berat badan
|
Normal
|
Diatas normal
|
Gemuk/obesitas
|
|
Olahraga
|
Sangat aktif hampir tiap hari
|
Aktif sekali/2 x seminggu
|
Tidak pernah berolahraga
|
|
Diabetes
|
Tidak ada
|
Riwayat keluarga diabetes
|
Penderita diabetes
|
|
Perilaku
|
Santai
|
Sering terburu-buru, cemas, tidak toleran
|
Selalu terburu-buru, kompetitif, tidak toleran
|
|
Penyakit jantung
|
Tidak ada
|
Riwayat keluarga penyakit jantung
|
Mempunyai penyakit jantung
|
|
Riwayat keluarga
|
Tidak ada serangan stroke dibawah 65 tahun
|
Ada serangan stroke dibawah 65 tahun
|
Ada serangan stroke dibawah 55 tahun
|
|
Umur
|
Dibawah 40 tahun
|
Antara 40-55 tahun
|
Diatas 55 tahun
|
|
Total skor
|
Penilain /total skor :
- 0-3 :
resiko kecil
- 4-6 :
resiko sedang
- 7-10 :
resiko tinggi
- 11 keatas
resiko sangat tinggi
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ny.S
berusia 50 tahun setelah
diberikan terapi dan latihan sebanyak 5 kali terapi maka hasil yang didapat
setelah terapi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi sedikit peningkatan kekuatan otot
pada sebagian besar otot-otot pada anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang
mengalami kelemahan.
2. Terjadi peningkatan koordinasi pada
gerakan fleksi dan ekstensi elbow
3. Terjadi peningkatan lingkup gerak sendi
pada gerakan ekstremitas sisi tubuh
yang lemah.
4. Terjadi peningkatan kemampuan fungsional
untuk ADL secara lebih mandiri.
B.
Saran
- Sebaiknya
tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka
panjang maupun jangka pendek.
- Mengajarkan
keluarga tentang hal-hal yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan terapi
dan memberikan informasi tentang keadaan pasien saat ini dan memberikan
pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan kepada
pasien.
- Untuk
fisioterapi
Diharapkan fisioterapi untuk
lebih mengetahui betul dan memahami tentang kasus “Stroke dengan hemiparese
dekstra” sebelum memberikan tindakan terapi agar terapi yang dilakukan
dapat memberikan dampak perbaikan yang signifikan.
C.
Edukasi
1. Pasien dan keluarga dianjurkan untuk
selalu aktif menggerakkan dan melatih anggota gerak yang mengalami kelemahan
tanpa harus menunggu untuk dilatih terapis, minimal sehari dua kali latihan.
2. Selama perawatan di tempat tidur, pasien
dan keluarga disarankan untuk selalu melakukan change posisi dengan cara miring
ke kanan dan ke kiri, bangun dari tidur ke duduk, minimal sitiap dua jam sekali
dengan cara yang telah diajarkan oleh terapis.
3. Pasien dianjurkan melakukan pengulangan
latihan dirumah minimal dua kali perhari
DAFTAR PUSTAKA
Carr Janet H., Roberta B Shepherd, 1987, A Motor
Relearning Programme for Stroke, second ed, Butterworth-Heinemann, Oxford
http://adeputrasuma.blogspot.com, diakses pada tanggal 31
Juli pukul 21.30 WIB.
http://fisioterapi-puskesmas-sukabumi.blogspot.com,
diakses pada tanggal 31 Juli pukul 21.43
Luklukaningsih,
Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk
Terapi Latihan. Mitra Cendikia Press. Yogykarta.
School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 :
Neurological Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of
Melbourne.