Minggu, 20 Maret 2016

Makalah Fisioterapi Geriatri pada Kasus Stroke

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat, saat ini di Indonesia penyaki stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner. Perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terserangnya penyakit stroke. Gejala stroke tidak selalu muncul dalam keadaan berat. Serangan stroke ringan ditangani dengan tepat dan cepat dapat diatasi dan memungkinkan pasien dapat pulih dengan sempurna.
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak yang terjadi secara mendadak atau secara cepat yang menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah di otak yang terganggu. Sroke pada umumnya terjadi pada orang dengan umur di atas 65 tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke, bahkan anak-anak atau bayi sekalipun. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Adapun klasifikasi stroke adalah stroke hemorage dan stroke non hemorage, stroke hemorage adalah jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
Pada pasien Pasca stroke hemorage penderita memerlukan rehabilitasi yang  dilakukan oleh berbagai tenaga kesehatan seperti, fisioterapi. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.  Adapun peran fisioterapi dalam kasus post stroke memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh infrared terhadap proses perdarahan stroke hemorage?
2.      Faktor resiko apa yang mempengaruhi stroke hemorage?
3.      Bagaimana kategori seorang dapat dikatakan positif terkena stroke?
4.      Adakah pengaruh latihan motorik dengan faradiasi terhadap plastisitas?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui evaluasi kemajuan (termasuk hambatan dalam kemajuan).
2.      Untuk mengetahui pengkajian pemeriksaan fisioterapi pada pasien stroke.
3.      Untuk mengetahui manfaat penggunaan infrared untuk rileksasi pada pasien post stroke.
4.      Untuk mengetahui kategori seorang dikatakan positif terkena stroke

BAB II
KAJIAN TEORI

  1. Deskripsi Teoritis
1.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf  Pusat
a.       Pembagian susunan saraf pada manusia
1)      Susunan saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medulla spinalis.
2)      Susunan saraf tepi (SST), yang terdiri dari saraf cranial (12 ps) dan saraf spinal (31 ps).
b.      Bagian-bagian otak
Beratnya 1200-1400 gram (2% Berat Badan)
Otak terbagi atas :
1)   Otak besar (cerebrum)
Terbagi menjadi 4 lobus :
a)      Frontalis
b)      Parietalis
c)      Temporalis
d)     Occipitalis
2)   Otak kecil (cerebellum)
3)   Batang otak (brain stem, truncus cerebri)
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian otak manusia yang terbesar, paling berkembang dan memiliki fungsi luhur yang paling utama.
Otak besar terdiri dari substansia abu-abu (grey mater) setebal ± 2 cm (cortex cerebri) yang berfungsi sebagai pusat intelektual, pusat bicara, emosi, integritas sensorik dan motorik, control gerak dan lain-lain (area broadman).
Sedangkan bagian dalam otak merupakan substansia putih (white matter) berisi “network” serabut-serabut saraf yang memungkinkan area bagian otak saling berkomunikasi dan jaringan penyangga saraf yang berfungsi memberi bentuk otak.
Cerebellum (otak kecil) merupakan bagian otak terbesar kedua, yang bertanggung jawab dalam mengatur keseimbangan, koordinasi dan berbagai control motorik.
Brain stem (batang otak) merupakan jalur terakhir dari otak yang mengghubungkan dengan medulla spinalis. Batang otak ini bertanggung jawab pada berbagai fungsi otonom seperti kontrol pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, bangun. Rangsangan dan perhatian.
c.       Vaskularisasi  otak
Metabolisme otak digunakan ± 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Pada manusia otak mengandung ± 7 ml total oksigen yang dengan kecepatan pemakaian normal akan habis kira-kira 10 detik.
Otak memilik berat 2,5%  dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh. Fungsi darah adalah membawa O2, glukose dan nutrisi lainnya serta mengangkut CO2, asam laktat dan sisa metabolisme lainnya, otak sangat rentan terhadap ischemic dan hypoxia. Gangguan vaskuler otak dalam detik sudah menimbulkan gejala gangguan neurologis, dalam menit sudah bersifat irreversible.
2.      Etiologi 
Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik infark ishkemia.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah diotak diantaranya :
a.       Keadaan arteri, arteri dapat menyempit oleh proses atherosclerosis atau tersumbat oleh thrombus atau embolus. Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1)      Tekanan darah di kepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata -rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius
2)      Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh :
a)      Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat.
b.      Keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen di otak. Darah bertambah kental, peningkatan vikositas darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah. Pada anemia berat suplai oksigen dapat pula menurun. Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50 % pada polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat.
c.       Kelainan jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak efisien (misalnya pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak mengurang (iskemia). Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian tersangkut dipembuluh darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia. 
d.      Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada keadaan patologis, blok ganglion skeletal dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak.
Adapun faktor-faktor resiko yang  menjadikan seseorang untuk mudah terserang stroke diantaranya :
1)   Umur
Lebih tua lebih mungkin untuk mengidap stroke.
2)   Diabetes militus
Orang-orang yang diberi insulin, lebih banyak untuk mengidap ‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin.
3)   Faktor Keturunan
3.      Patologi
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam :
a.    Trombosis serebri,
b.   Emboli serebri
c.    Artheritis sebagai akibat dari arteritis temporalis.
Iskemik otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap. Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang  ireversible. Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan otak:
1)      Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul oedema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.
2)      Daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi.
3)      Daerah diluar penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dan berfungsi. Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi.
4.      Tanda dan Gejala Klinis 
a.       Sangat bervariasi.
b.      Tanda kenaikan tekanan intra cranial : pusing, sakit kepala, mual, muntah, kaku kuduk.
c.       Gangguan kesadaran : mulai ringan berupa bingung hingga koma.
d.      Tanda-tanda fokal sesuai dengan area otak yang terkena yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu.
1)      Motorik: hemiplegia/hemipharase, termasuk otot-otot wajah dengan segala gejala yang menyertai (gangguan keseimbangan, koordinasi, kontrol motorik, spastisitas, pola sinergis,dll)
2)      Non motorik : gangguan sensorik, ataxia, gangguan visual, gangguan visuo-spatial, aphasia, neglect, gangguan kognitif, dyspaghia, dyshartia, dyspraxia, gangguan emosional & perilaku, pikun, incontinence, impotent dll.
e.       Tanda atau gejala penyakit penyerta dan penyulit (komplikasi).
f.       Gangguan aktivitas fungsional.
5.      Prognosis 
Depresi pasca stroke disebabkan karena dua hal. Pertama, peristiwa stroke sendiri memiliki efek neuropsikologis langsung yang menghasilkan gejala depresi. Kedua, adanya komponen reaktif yang berhubungan dengan disabilitas.
Afasia dapat terjadi pada 20% hingga 38% penderita stroke dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Penderita dengan afasia mempunyai masalah dengan pemahaman dan produksi bicara, misalnya pada percakapan, membaca, menulis dan kemampuan menghitung. Afasia jarang sekali mempunyai pengaruh didalam hubungan personal, pekerjaan dan kehidupan social.

  1. Proses fisioterapi
1.      Assessment
Assessment merupakan komponen penting dalam segala manajemen penatalaksanaan fisioterapi, termasuk dalam kasus stroke. Pemeriksaan ini menjadi begitu penting karena sedikitnya ada 3 alasan pokok, yaitu:
a.       Dapat mengidentifikasi masalah pasien yang akan diinterverensi oleh fisioterapis, dengan kata lain menegakan diagnosis fisioterapi.
b.      Dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu.
1)      Memberikan motivasi kepada pasien
2)      Memberikan informasi tentang efektivitas terapi yang berguna untuk menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi selanjutnya.
c.       Dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menetukan biaya atau efesiensi terapi.
Dapat memilih salah satu alat ukur, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1)      Anamnesis
a)      Data diri
(1)   Nama
(2)   Umur
(3)   Jenis kelamin
(4)   Agama
(5)   Pekerjaan
(6)   Alamat
(7)   No. CM
b)      Data data medis Rumah sakit
(1)   Diagnosis medis
(2)   Catatan klinis
(3)   Medika mentosa
(4)   Hasil lab
(5)   Foto rontgen
2)      Pemeriksaan Subjektif
a)      Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai penyakit tersebut, meliputi :
(1)   Lokasi keluhan
(2)   Onset
(3)   Penyebab
(4)   Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
(5)   Irritabilitas dan derajat
b)      Riwayat penyakit sekarang
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga saat ini, proses pengobatan yang telah dilakukan.
c)      Status sosial
Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan lingkungannya, meliputi :
(1)   Lingkunga kerja
(2)   Lingkungan tempat tinggal
(3)   Aktivitas rekreasi di waktu senggang
(4)   Aktivitas sosial
d)     Riwayat keluarga
Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit serupa dengan pasien.
e)      Riwayat penyakit dahulu
Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang membuat resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita.
3)      Pemeriksaan objektif
a)      Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda penting dalam tubuh.
(1)   Tekanan darah
(2)   Denyut nadi
(3)   Pernafasan
(4)   Temperature
(5)   Tinggi badan
(6)   Berat badan
b)      Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indra penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis.
c)      Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi :
(1)   Pitting Oedema
(2)   Spasme
(3)   Suhu lokal
(4)   dll
d)     Pemeriksaan gerak dasar
Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara aktif, pasif dan isometric. Dilihat pula tingkat derajat full ROM dan nyeri yang dirasakan saat digerakan.
e)      Pemeriksaan mmt
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot dengan tujuan membantu menegakan diagnosa.
           
Nilai
Keterangan
0
Otot tidak mampu berkontraksi (lumpuh total)
1
Otot sedikit berkontraksi, tanpa perubahan ROM, hanya muncul tonusnya saja
2
Otot berkontrasi, tidak mampu melawan tahanan (gaya gravitasi) tetapi dapat full ROM
3
Mampu melawan tahanan, gaya gravitasi dan full ROM
4
Mampu melawan tahanan (berupa manual) tetapi tidak maksimal dan full ROM
5
Normal,otot mampu gerak aktif dengan full ROM dan mampu melawan tahanan maksimal.

f)       Pemeriksaan LGS
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui derajat gerak dengan tujuan membantu evaluasi terapi. Dan salah satu alat ukurnya adalah goniometer.
g)      Pemeriksaan nyeri
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui persepsi nyeri yang dirasakan pasien. Salah satu alat ukurnya adalah VAS (Visual Analoque Scale).
h)      Pemeriksaan ADL
(1)   Pemeriksaan keseimbangan
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Tujuan pemeriksaan keseimbangan :
(a)    Mengidentifikasi masalah pasien / menegakkan diagnosa fisioterapi
(b)   Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu
(c)    Sebagi alat ukur untuk menentukan biaya atau efesiensi terapi.
(d)   Sensitivitas atau responsivitas dari alat ukur
(e)    Validitas dan reliabilitas alat ukur
(f)    Ceiling effect dan floor effect dari alat ukur.
(2)   Pemeriksaan koordinasi
Adalah suatu cara pemeriksaan meliputi semua aspek dari gerak termasuk keseimbangan yang memungkinkan gerakan terjadi dengan bebas, bertujuan, akurat, dengan kecepatan, irama dan ketegangan otot yang terarah.
(3)   Pemeriksaan spastisitas
Pemeriksaan kesan spastisitas dapat dilakukan dengan cara inspeksi atau palpasi. Diagnosis pasti dari spastisitas ditegakan dengan pemeriksaan gerak pasif yang semakin cepat. Spastisitas dapat diberikan skor dengan “Asworth Scale
Grade
Keterangan
0
Tidak ada peningkatan tonus otot
1
Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu sendi digerakan fleksi atau ekstensi
2 (1+)
Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan pemberhentian gerakan (catch) pada pertengahan  ROM dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM
3 (2)
Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan.
4 (3)
Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM. Gerak pasif sulit dilakukkan.
5 (4)
Sendi atau ekstremitas kaku/ rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi


2.      Penetapan Diagnose
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada pasien. Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan problem pasien dengan gangguan neurologi adalaha klasifikasi dari WHO. Klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai secara luas di dunia sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia klinis, pengumpulan data dan penelitian.
a.       Impairtment
Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis, fisiologis, struktur anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah kelemahan, gangguan sensasi, penurunan fungsi propioceptif, neglectt, gangguan koordinasi, hilangnya dan atau gangguan penglihatan dan sebagainya.
b.      Activity limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal. Biasanya dalam membicarakan activity limitation ini focus ada dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya.
c.       Participation restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam menegakkan problematika/diagnose fisioterapi.
Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-keterangan diatas, maka yang dituliskan sebagai list of problem adalah gangguan fungsional pasien sedangkan gangguan impairment menjadi faktor yang menyebabkan. Berdasarkan seluruh permasalahan yang ada, maka selanjutnya dibuatlah prioritas masalah yang dimaksudkan untuk mengarahkan dan memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi.
3.      Intervensi Fisioterapi
Pemilihan teknologi interverensi yang digunakan hendaknya didasari oleh informasi tentang efektivitas dari terapi tersebut. Yang bisa didapat dari teori yang valid. Terbukti efektif dalam clinical trial, atau terbukti efektif dalam penelitian. Dalam pemberiannya harus disertai dengan teknik dan ketrampilan dari fisioterapinya setinggi mungkin.
a.   Infra Red
Adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Panjang gelombang 700 nm dan 1 mm.
Pada kasus ini IR meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh inframerah akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan temperature kulit memperbaiki sirkulasi darah dan dapat mengurangi nyeri yang dirasakan.
b.   Faradisasi
Adalah arus listrik boalk balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0,01-1 ms denga frekuensi 50-100 cy/det.
Pada kasus ini faradisasi dapat menstimulasi saraf sensorik, apabila dialirkan kedalam tubuh timbul perasaan tetusuk-tusuk halus, mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah superficial sehingga kulit nampak kemerah-merahan. Dan pada stimulasi motorik apabila intensitas cukup besar akan menimbulkan kontraksi otot yang dipersyarafi oleh saraf yang distimulasi, yang berfrekuensi 50 cyclr/detik.
4.      Re-assessment
re-assessment yang dilakukan selama terapi berlangsung adalah untuk mengamati apakah terapi yang kita berikan sesuai yang kita tuju dan bagaimanakah respon dari pasien. Jangan mempertahankan interverensi yang nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan pada beberapa titik, misalnya setelah terapi berakhir, setelah satu paket terapi selesai, evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan pada kemajuan pasien lain-lain.
Kesimpulan yang didapat dari evaluasi ini untuk mengetahui apakah dalam menentukan problem list dan contributing factor tidak tepat, apakah terapu tidak efektif, apakah memang tidak mungkin melakukan perubahan terhadap impairment dan merubah fokus atau tujuan terapi kearah kompensasi dan lain-lain. Atau pasien sudah puas terhadap kemajuan aktivitas fungsionalnya walaupun impairmentnya masih tetap ada.
Pentingnya evaluasi fisioterapi seharusnya juga dipertimbangkan sebagai bahan masukan dari team rehabilitasi/medis di rumah sakit untuk menentukan seseorang pasien sudah/belum diperbolehkan meninggalkan rumah sakit (discharge planning) dan dalam menentukan tindakan fisioterapi berikutnya (follow up), terutama bagi pasien dengan impairment dan activity limitation yang kronik.




BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Pembuatan Laporan : 28 Juli 2015
Kondisi : FT. C

A.    DATA PASIEN
1.      NAMA : Ny.S
2.      UMUR : 50 tahun
3.      JENIS KELAMIN : Perempuan
4.      AGAMA : Islam
5.      PEKERJAAN : Buruh
6.      ALAMAT : Krajan Rt/Rw 04/07, Jomboran, Klaten Tengah
7.      No. CM : 092080

B.     PEMERIKSAAN
1.      Pemeriksaan Subjektif
a.    Keluhan Utama
1)      Pasien merasakan kelemahan otot pada anggota tubuh sebelah kanan.
2)      Pasien merasakan ketebalan pada anggota tubuh sebelah kanan.
3)      Pasien merasakan kesemutan pada anggota tubuh sebelah kanan.
4)      Pasien merasa tonus otot menurun.
5)      Lokasi keluhan : lengan dan tungkai kanan
6)      Onset : 1 bulan yang lalu
7)      Penyebab : idiopatik
8)      Faktor memperberat : posisi tidur ke duduk
9)      Faktor memperingan : saat istirahat terlentang
10)  Iritabilitas dan derajat : sedang
11)  Sifat keluhan : statis

b.   Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH tanggal 26 juli 2015 pukul 08.50 WIB karena pasien merasakan kelemahan otot, ketebalan dan kesemutan pada lengan kanan dan tugkai kanan, kemudian pada hari itu dilakukan pemeriksaan di IGD kemudian dirujuk ke poli syaraf. Kemudian dirujuk ke fisioterapi tanggal 27 juni 2015 jam 09.50 WIB dalam keadaan pasien masih merasakan kelemahan otot, ketebalan pada lengan kanan dan tungkai kanan.
c.    Status Sosial
1)      Lingkungan kerja : pasien berprofesi sebagai buruh untuk mencukupi kebutuhannya
2)      Lingkungan tempat tinggal : ada tetangga
3)      Aktivitas rekreasi : pasien jarang melakukan rekreasi
4)      Aktivitas diwaktu senggang : menonton tv
5)      Aktivitas sosial : mengikuti pengajian ibu-ibu pkk
d.      Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan pasien
e.       Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami riwayat hipertensi
2.      Pemeriksaan Obyektif
a.       Pemeriksaan vital sign.
1)      Tekanan darah : 150/80 mmHg
2)      Denyut nadi : 60 kali/menit
3)      Pernafasan : 22 kali/menit
4)      Temperature :36,5º C
5)      Tinggi badan : 145 cm
6)      Berat badan : 44 kg
b.      Inspeksi
1)      Statis
a)      Tampak wajah pasien pucat dan lesu
b)      Tampak bahu pasien simetris
2)      Dinamis
a)      Terlihat pasien menahan nyeri saat dilakukan gerakan pada tungkai dan lengan (secara aktif).
b)      Terlihat pola gait abnormal, hilangnya fase terminal stance.
c.       Palpasi
1)      Terasa suhu badan pasien normal
2)      Tidak ada pitting oedema
3)      Terasa nyeri saat dilakukan gerakan lengan dan tungkai
4)      Adanya penurunan pada tonus otot
d.      Perkusi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
e.       Auskultasi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
f.       Pemeriksaan Gerak Dasar
1)      Gerak aktif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan pada ekstremitas atas dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
2)      Gerak pasif dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan pada ekstremitas atas dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
3)      Gerak isometric dilakukan dengan kesimpulan pasien dapat melakukan gerakan padaekstremitas ats dan bawah dengan full ROM dan disertai nyeri.
g.      Muscle Test
Muscle test dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah dengan kesimpulan penilainnya adalah 4.

h.      ROM Test
ROM test dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah dengan kesimpulan pada saat gerak penilaiannya hampir mendekati nilai normal ROM.
i.        Pemeriksaan Nyeri
Saat dilakukan penilain nyeri pada saat :
1)      Nyeri diam, pasien tidak merasakan nyeri
2)      Nyeri tekan, pasien tidak merasakan nyeri
3)      Nyeri gerak, pasien merasakan nyeri
j.        Pemeriksaan Keseimbangan
Hasilnya pasien memiliki gangguan keseimbangan yang mengakibatkan pola jalan abnormal sehinggga intervensi dapat diberikan exercise.
k.      Pemeriksaan Koordinasi
Hasilnya pasien memiliki gangguan koordinasi yang mengakibatkan gangguan pola sinergis dan pola jalan abnormal sehingga intervensi dapat diberikan exercise.

C.    DIAGNOSA FISIOTERAPI
1.      Impairment
a.       Adanya kelemahan otot pada anggota tubuh sebelah kanan
b.      Adanya ketebalan pada anggota tubuh sebelah kanan
c.       Adanya rasa kesemutan pada anggota tubuh sebelah kanan
d.      Adanya penurunan pada tonus otot
e.       Adanya nyeri gerak pada semua gerakan isometrik
2.      Functional limitation
a.       Pasien belum mampu berjalan dengan normal
b.      Adanya keterbatasan dalam transfer dan ambulasi
3.      Disability/ Participation Restriction
Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti : mengikuti pengajian, PKK, dan arisan RT.

D.    RENCANA INTERVENSI
1.      Nyeri dengan VAS
2.      LGS dengan goniometer
3.      Kekuatan otot dengan MMT
4.      Pemeriksaan spesifik dengan skala asworth, pemeriksaan refleks tendon patella, berg balance scale.

E.     LAPORAN TINDAKAN
1.      Pengurangan nyeri dengan Infra Red.
2.      Peningkatan immobilisasi dengan fardisasi dan manual terapi.




BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut catatan rekam medis Pasien bernama Ny.S berusia 50 tahun dengan alamat di Krajan, Joboran, Klaten Tengah. Satu hari sebelum pasien masuk rumah sakit tiba-tiba tangan dan kaki kanan terasa lemas, dan terasa sulit untuk digerakkan. Oleh keluarga pasien dibawa RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI Provinsi Jawa Tengah. Oleh dokter diagnosa awal adalah stroke. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan CT Scan didapatksn hasil bahwa pasien mengalami stroke. Pasien mengeluhkan lemah pada separuh anggota gerak sebelah kanan (hemiparese deksta), dengan sebagian besar nilai otot-otot pada sisi yang lemah bernilai 1. Pasien tidak mengalami gangguan pada sensoris sehingga pasien dapat merasakan sensasi berupa rangsangan nyeri, sentuhan ringan, panas dan dingin. Pasien juga tidak mengalami kesulitan bicara dan penurunan kemampuan kognitif, sehingga pasien masih  bisa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena tidak ada keluarga pasien yang menemani maka pasien hanya menjalani rawat jalan.
Pasien mendapatkan perawatan dengan medika mentosa dan intervensi fisioterapi. Pada hari pertama terapi, intervensi fisioterapi untuk menjaga fisiologis dari fungsi otot-otot tubuh yang mengalami kelemahan.

Penatalaksanaan fisioterapi :

Intervensi fisioterapi yang diberikan pada kasus ini, yaitu pada hari kedua pasien dirujuk di unit fisioterapi adalah lebih pada bentuk peningkatan tonus otot, peningkatan ROM, penurunan nyeri.
Selama pemberian intervensi fisioterapi pada terapi pertama tidak harus selalu dengan pemberian modalitas alat, melainkan bisa juga dengan metode pendekatan brungstrom, bobath, rood, johnstone, PNF, ataupun MRP.

1.      Terapi ke-IV (22 Juli 2015)
a.    Penggunaan Infra Red general
Pada penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
b.   Faradisasi
Pada penggunaan faradisasi bertujuan untuk menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.
2.      Terapi ke-V (28 Juli 2015)
  1. Penggunaan Infra Red general
Pada penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
  1. Faradisasi
Pada penggunaan faradisasi bertujuan untuk menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.
3.      Terapi ke-VI (31 Juli 2015)
  1. Penggunaan Infra Red general
Pada penggunaan IR bertujuan untuk mengurangi nyeri.
  1. Faradisasi
Pada penggunaan faradisasi bertujuan untuk menstimulasi otot agar mendidik kerja otot.

FORM MENGUKUR POTENSI STROKE
Penilaian sendiri tentang resiko stroke
Faktor resiko
0
1
2
Nilai
Tekanan darah
Rendah atau normal
Meningkat atau tidak tahu
Tinggi

Merokok
Bukan perokok
15 batang sehari
15 batang lebih sehari

Kadar kolesterol
Dibawah rata-rata
Rata-rata atau tidak tahu
Diatas rata-rata

Berat badan
Normal
Diatas normal
Gemuk/obesitas

Olahraga
Sangat aktif hampir tiap hari
Aktif sekali/2 x seminggu
Tidak pernah berolahraga

Diabetes
Tidak ada
Riwayat keluarga diabetes
Penderita diabetes

Perilaku
Santai
Sering terburu-buru, cemas, tidak toleran
Selalu terburu-buru, kompetitif, tidak toleran

Penyakit jantung
Tidak ada
Riwayat keluarga penyakit jantung
Mempunyai penyakit jantung

Riwayat keluarga
Tidak ada serangan stroke dibawah 65 tahun
Ada serangan stroke dibawah 65 tahun
Ada serangan stroke dibawah 55 tahun

Umur
Dibawah 40 tahun
Antara 40-55 tahun
Diatas 55 tahun



Total skor


Penilain /total skor :
  • 0-3 : resiko kecil
  • 4-6 : resiko sedang
  • 7-10 : resiko tinggi
  • 11 keatas resiko sangat tinggi


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ny.S berusia 50 tahun setelah diberikan terapi dan latihan sebanyak 5 kali terapi maka hasil yang didapat setelah terapi adalah sebagai berikut:
1.     Terjadi sedikit peningkatan kekuatan otot pada sebagian besar otot-otot pada anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang mengalami kelemahan.
2.     Terjadi peningkatan koordinasi pada gerakan fleksi dan ekstensi elbow
3.     Terjadi peningkatan lingkup gerak sendi pada gerakan ekstremitas sisi tubuh yang lemah.
4.     Terjadi peningkatan kemampuan fungsional untuk ADL secara lebih mandiri.

B.     Saran
  1. Sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
  2. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan terapi dan memberikan informasi tentang keadaan pasien saat ini dan memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan kepada pasien.
  3. Untuk fisioterapi
Diharapkan fisioterapi untuk lebih mengetahui betul dan memahami tentang kasus “Stroke dengan hemiparese dekstra” sebelum memberikan tindakan terapi agar terapi yang dilakukan dapat memberikan dampak perbaikan yang signifikan.

C.    Edukasi
1.      Pasien dan keluarga dianjurkan untuk selalu aktif menggerakkan dan melatih anggota gerak yang mengalami kelemahan tanpa harus menunggu untuk dilatih terapis, minimal sehari dua kali latihan.
2.      Selama perawatan di tempat tidur, pasien dan keluarga disarankan untuk selalu melakukan change posisi dengan cara miring ke kanan dan ke kiri, bangun dari tidur ke duduk, minimal sitiap dua jam sekali dengan cara yang telah diajarkan oleh terapis.
3.      Pasien dianjurkan melakukan pengulangan latihan dirumah minimal dua kali perhari
DAFTAR PUSTAKA

Carr Janet H., Roberta B Shepherd, 1987, A Motor Relearning Programme for Stroke, second ed, Butterworth-Heinemann, Oxford
http://adeputrasuma.blogspot.com, diakses pada tanggal 31 Juli pukul 21.30 WIB.
http://fisioterapi-puskesmas-sukabumi.blogspot.com, diakses pada tanggal 31 Juli pukul 21.43
Luklukaningsih, Zuyina, 2009. Sinopsis Fisioterapi untuk Terapi Latihan. Mitra Cendikia Press. Yogykarta.

School of Physiotherapy, 2001, Physiotherapy Studies 1 : Neurological Physiotherapy, School of Physiotherapy The University of Melbourne.