BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD) berawal dari hasil penelitian Prof. George F.
Still, seorang dokter Inggris pada tahun 1902. Penelitian terhadap sekelompok
anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian
yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami kekurangan
yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan
tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri si anak dan bukan karena
faktor-faktor lingkungan.
Pada anak yang mengalami kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) terjadi penurunan
kontrol diri dan aktivitas yang berlebihan pada pasien secara nyata. Sehingga
pasien biasanya bertindak nekat, kurang
sopan dan selalu menyela pembicaraan. Kurangnya perhatian, serta sulit untuk
berkonsentrasi dan menghindari tugas yang berhubungan dengan daya konsentrasi
yang tinggi, mudah marah dan susah untuk bergaul dan hampir tidak disukai oleh teman
sebayanya.
Perilaku yang sering dianggap masalah pada penderita Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) adalah sulitnya berkonsentrasi, memusatkan perhatian serta mengalami
gangguan komunikasi. Biasanya hal tersebut sering membuat orang tua kewalahan
dan khawatir. Hal ini dikarenakan anak mengalami keterlambatan dalam memahami
pembelajaran yang telah diajarkan dan selalu beralih perhatian dan konsentrasi.
Perilaku tersebut sering dikenal dengan gangguan konsentrasi, pemusatan
perhatian yang disertai dengan hyperaktifitas.
Dalam hal ini, penanganan Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) perlu melibatkan berbagai tenaga kesehatan seperti fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi dan
terapi edukasi. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Adapun peran fisioterapi dalam kasus Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) memiliki tujuan untuk mengoptimalkan
kemampuan aktivitas pasien secara mandiri.
- Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah
sebagai berikut :
1.
Apa sajakah permasalahan yang timbul pada anak dengan
kondisi Atteintion Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD)?
2.
Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada anak dengan
kondisi Atteintion Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD) di Griya Fisio Bunda Novy?
- Tujuan Laporan Kasus
Adapun tujuan-tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui permasalah-permasahan yang timbul pada
anak dengan kondisi Atteintion Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD).
2.
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada anak
dengan kondisi Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD) di Griya Fisio Bunda Novy.
- Manfaat Laporan Kasus
1.
Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan menambah wawasan dalam
melaksanakan proses fisioterapi pada kondisi Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
2.
Bagi fisioterapi
Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat dalam
melakukan penanganan pada kondisi Attention
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
3.
Bagi masyarakat
Sebagai pengetahuan masyarakat tentang Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
serta mengetahui peranan fisioterapi pada kasus tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORI
- Deskripsi Teoritis
1. Definisi
Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD)
Atteintion Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan gangguan
pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu bicara
semaunya tanpa memikirkan akibat, dan melakukan gerakan yang tidak mempunyai
tujuan yang jelas dan disertai dengan hyperaktif.
Jika didefinisikan secara umum, Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) menjelaskan kondisi
anak-anak yang memperlihatkan ciri-ciri atau gejala kurang konsentrasi,
hiperaktif dan impulsive yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
2. Etiologi
Pada umumnya penyebab Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) adalah kondisi fisik
biologis yang disebabkan oleh faktor bawaan fisik. Beberapa faktor penyebab Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) yaitu:
a. Faktor
bawaan fisik
1)
Hereditas
Anak yang menderita Atteintion
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) sering dijumpai pada keluarga yang memiliki
riwayat Atteintion Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD) dan mempunyai kelainan psikopatologis
2)
Metabolisme biologis
Metabolisme anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) meliputi:
a)
Terhambatnya aktivitas pada wilayah otak pada sebagian
wilayah frontal.
b)
Rendahnya metabolisme glukosa.
c)
Kurangnya aliran darah pada wilayah otak tertentu yang
berhubungan dengan perilaku Atteintion
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
3)
Struktur otak dan hambatan perkembangan otak
Struktur otak anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) memiliki volume otak
lebih kecil sekitar 3% sampai 4% dari anak normal. Anak dengan Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) juga mengalami keterlambatan dibeberapa area otak terutama diwilayah
cortex.
4)
Komplikasi prenatal, perinatal dan postnatal
Pada saat hamil, ibu yang mengonsumsi alkohol, nikotin
dan rokok berpotensi akan melahirkan anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
Pada saat proses persalinan, bayi lahir dengan
premature, post matur, induksi, dan bayi tidak langsung menangis. Salah satu
penyebab pada proses persalinan tersebut dapat menyebabkan anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD).
Pada saat proses pertumbuhan dan perkembangan, anak
sering terpapar radiasi gelombang elektromagnetik.
5)
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dikatakan menjadi pemicu munculnya beberapa
symptom Atteintion Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD) pada anak yang telah memiliki faktor bawaan fisik Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD).
3.
Patologi
Penelitian pada anak Atteintion
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) menunjukkan ada penurunan volume kortexs
prefrontal sebelah kiri, penemuan ini menunjukkan bahwa gejala Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
intensi, hiperaktif dan impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus
frontalis, tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena.
4.
Karakteristik Atteintion
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
Menurut DSM IV gejala-gejala Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) yaitu :
a.
Kurang perhatian
1)
Sering gagal untuk memberi perhatian pada detail atau
membuat kekeliruan yang tidak hati-hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau
aktivitas lain.
2)
Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian
pada aktivitas tugas atau permainan.
3)
Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak
berbicara langsung.
4)
Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal
menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau kewajiban di tempat kerja (tidak
disebabkan perilaku menentang atau tidak mengerti instruksi).
5)
Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan
aktivitas.
6)
Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan
terlibat tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus (seperti
pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
7)
Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk
tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau
peralatan).
8)
Sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh
stimulus ekternal.
9)
Sering lupa pada aktivitas sehari-hari.
b.
Hiperaktivitas
1)
Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat
di tempat duduk.
2)
Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau
pada situasi lain di mana diharapkan untuk tetap duduk.
3)
Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan
pada situasi yang tidak tepat (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas
pada perasaan gelisah subyektif).
4)
Sering mengalami kesulitan bermain atau meikmati
aktivitas di waktu luang dengan tenang.
5)
Sering “sibuk” atau sering bertindak seakan-akan
“dikendalikan oleh sebuah mesin”.
6)
Sering bicara secara berlebihan.
c.
Impulsivitas
1)
Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan
selesai.
2)
Sering kesulitan menunggu giliran.
3)
Sering menyela atau menggangu orang lain (misalnya,
memotong pembicaraan atau permainan).
- PROSES FISIOTERAPI
Pasien bernama An. R, usia 4 tahun. Dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD). Pada tanggal 4 juni 2015, pasien datang ke klinik Griya Fisio Bunda
Novy, dengan keluhan pasien adalah kontak mata tidak bisa fokus, terdapat grasp
rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky refleks, blinking refleks, tidak
terdapat grounding refleks, terdapat hipersensitif pada indra penglihatan,
indra pendengaran, indra perabaan, indra pengecapan, terdapat hiposensitif pada
indra penciuman, pasien sering melakukan “flapping hand”, pasien belum bisa
berbicara, pasien sering melakukan bubling, pasien terdapat spasme pada otot
punggung dan leher. Terapi berlangsung setiap hari selama 1 bulan, adapun
intervensi fisioterapi yang diberikan adalah neurosenso, mobilisasi trunk,
brain gym, oral facial stimulation, blocking dan bedong. Kemudian tidak datang
terapi selama 1 bulan. Dan mulai rutin terapi kembali pada tanggal 4 Agustus
2015 dengan keluhan yang sama karena perubahan yang terjadi belum signifikan.
BAB
III
LAPORAN
KASUS
Tanggal Pembuatan Laporan : 10 Agustus 2015
Kondisi : FT.
A
A. Data Pasien
- Nama : An. R
- Umur : 4 tahun
- Jenis Kelamin: laki-laki
- Agama : Islam
- Alamat : Jalan Kencur no 7A, kembangan, maguwoharjo
- No. CM : m-112
B. Data-data medis rumah sakit
1.
Diagnosa medis : diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD)
2.
Catatan klinis : pada usia kandungan 2 bulan terkena
virus tokso, usia 9 bulan pasien melakukan terapi stimulasi tumbuh kembang di
Cina. Usia 2 tahun berobat kedokter syaraf yang dissarankan oleh dokter anak
disalah satu rumah sakit di Jakarta, setelah itu melakukan terapi di klinik
tumbuh kembang di Jakarta selama 2 tahun.
C. Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan subjektif
a.
Keluhan utama
1)
Pasien belum bisa berbicara.
2)
Pasien saat diajak berkomunikasi kontak mata tidak
bisa fokus.
3)
Pasien berjalan dengan jinjit.
4)
Pasien menolak untuk sikat gigi dan dipegang kepalanya.
5)
Pasien sering menggumam.
b.
Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 4 Juni 2015 pasien datang dengan keluhan belum bisa
berbicara, saat diajak komunikasi kontak mata tidak bisa fokus, berjalan dengan
jinjit, menolak untuk sikat gigi dan dipegang kepalanya, sering menggumam. Di
klinik Griya Fisio Bunda novy diberikan terapi berupa fisioterapi, okupasi
terapi, terapi wicara. Terapi dilaksanakan setiap hari selama 1 bulan, kemudian
tidak datang terapi selama 1 bulan dan mulai rutin terapi kembali pada tanggal
4 Agustus 2015 dengan keluhan yang sama karena perubahan yang terjadi belum
signifikan.
c.
Status sosial
Pasien
bisa diajak main.
d.
Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan
pasien.
e.
Riwayat penyakit dahulu
1)
Pre natal
Pada
usia kandungan 2 bulan terkena virus tokso.
2)
Perinatal
a)
Proses kelahiran dengan cara sectio caesar.
b)
Lahir dengan cukup bulan.
c)
Tidak langsung menangis.
d)
Tidak kuning.
3)
Post natal
a)
Perkembangan motorik mengalami gangguan.
b)
Usia 7 bulan baru bisa miring kanan dan kiri.
c)
Usia 9 bulan bisa mengesot.
d)
Usia 12 bulan bisa duduk dan bicara.
e)
Usia 17 bulan bisa berdiri.
f)
Usia 19 bulan nisa berjalan.
g)
Ada fase yang di lompati, yaitu : merayap dan
merangkak.
2.
Pemeriksaan obyektif
a.
Pemeriksaan vital sign.
1)
Tinggi badan : 113 cm
2)
Berat badan : 22 kg
b.
Inspeksi
1)
Statis
a)
Tampak wajah pasien kurang ekspresif.
b)
Saat berdiri tampak postur tubuh pasien membungkuk.
2)
Dinamis
a)
Tampak pasien berjalan dengan jinjit.
b)
Pasien tampak menekukkan siku sebelah kanan.
c)
Pasien tampak melakukan “flapping hand”.
d)
Pasien saat diajak komunikasi, kontak mata tidak bisa
fokus.
c.
Palpasi
Teraba spasme
pada otot leher dan punggung.
d.
Perkusi
Tidak dilakukan
e.
Auskultasi
Tidak dilakukan
f.
Pemeriksaan Gerak Dasar
Tidak dilakukan.
g.
Muscle Test
Tidak dilakukan.
h.
ROM Test
Tidak dilakukan.
i.
Pemeriksaan Nyeri
Tidak dilakukan.
j.
Tes kognitif, intrapersonal, dan interpersonal
1) Tes
kognitif : pasien belum mampu berkomunikasi.
2) Tes
intrapersonal : pasien sulit untuk diajak terapi.
3) Tes
interpersonal : pasien belum mampu bekerjasama baik dengan fisioterapis.
k.
Tes kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas
1)
Kemampuan fungsional
a)
Pasien sudah mampu makan dan minum secara mandiri.
b)
Pasien belum mampu melakukan kegiatan kebersihan
diri dan memakai pakain secara mandiri.
2)
Lingkungan aktivitas
a)
Di dalam rumah : keluarga mendukung kesembuhan
pasien.
b)
Di luar rumah : teman sebaya pasien ada yang ingin
bermain dengan pasien, namun ada pula teman sebaya yang tidak mau bermain
bersama pasien.
l.
Pemeriksaan spesifik
1)
Tes refleks primitif
No
|
Tes
reflex
|
Hasil
|
1.
|
Grasp refleks tangan
|
+
|
2.
|
Grasp refleks kaki
|
+
|
3.
|
Babinsky
|
+
|
4.
|
Blinking
|
+
|
5.
|
Grounding reflex
|
-
|
2)
Tes panca indra
a)
Penglihatan : hipersensitif
No
|
Keterangan
|
Hasil
|
1.
|
Mengenal
|
+
|
2.
|
Membedakan
|
_
|
b)
Pendengaran : hipersensitif
No
|
Keterangan
|
Hasil
|
1.
|
Mengenal
|
+
|
2.
|
Membedakan
|
+
|
c)
Penciuman : hiposensitif
No
|
Keterangan
|
Hasil
|
1.
|
Mengenal
|
_
|
2.
|
Membedakan
|
_
|
d) Peraba
: hipersensitif
No
|
Keterangan
|
Hasil
|
1.
|
Mengenal
|
+
|
2.
|
Membedakan
|
+
|
e)
Pengecap : hipersensitif
No
|
Keterangan
|
Hasil
|
1.
|
Mengenal
|
+
|
2.
|
Membedakan
|
+
|
f)
Kriteria diagnostik DSM-IV TR untuk autis
A.
|
Terdapat 6 atau lebih dari kriteria (1), (2), dan (3) dengan minimal
terdapat dua dari kriteria (1) dan masing-masing satu dari kriteria (2) dan
(3) :
|
||
(1)
|
Kesulitan
dalam interaksi sosial yang terwujud dalam berikut (minimal dua) :
|
||
-
Kesulitan yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku
non-verbal, seperti : kontak mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
|
-
√
|
||
-
Lemah dalam megembangkan hubungan yang tepat dengan
anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan.
|
-
√
|
||
-
Kurang berminat mencari dan melakukan hal-hal atau
aktivitas bersama orang lain secara spontan.
|
-
√
|
||
-
Kurangnya respon sosial atau emosional.
|
√
|
||
(2)
|
Kesulitan
dalam komunikasi seperti terwujud dalam kriteria berikut (minimal satu) :
|
||
-
Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa verbal
tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan non-verbal.
|
√
|
||
|
-
Pada mereka yang cukup mampu berbicara, kesulitan
tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan
orang lain.
|
√
|
|
-
Bahasa yang diulang-ulang atau membeo.
|
√
|
||
-
Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya.
|
√
|
||
(3)
|
Perilaku atau
minat yang diulang-ulang atau stereotype
terwujud dalam kriteria berikut ini (minimal satu) :
|
||
-
Preokupasi yang tidak normal pada objek atau
aktivitas tertentu.
|
√
|
||
-
Ketertarikan yang kaku pada ritual tertentu.
|
√
|
||
-
Tingkah laku yang stereotype
dan repetitive, seperti
mengepak-ngepakkan tangan atau menjentikkan jari berulang-ulang.
|
√
|
||
-
Preokupasi yang tidak normal pada bagian-bagian
tertentu dari suatu objek.
|
√
|
||
B.
|
Keterlambatan
atau keabnormalan fungsi (minimal satu) dari bidang berikut, berawal sebelum
usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain
atau permainan imajinatif.
|
||
C.
|
Gangguan yang
tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan rett atau gangguan disintegrative
dimasa kanak-kanak.
|
Hasil : semua
kriteria diatas, seluruh hasil pemeriksaan adalah positif (+)
1.
Impairment
a.
Kontak mata tidak bisa fokus.
b.
Terdapat refleks primitif : grasp refleks tangan, grasp
pada kaki, babinsky, blinking.
c.
Tidak terdapat grounding refleks
d.
Terdapat hipersensitiv pada indra penglihatan,
pendengaran, perabaan, dan pengecapan.
e.
Terdapat hiposensitive pada indra penciuman
f.
Pasien sering melakukan flapping hand
g.
Pasien belum bisa berbicara.
h.
Pasien sering melakukan bubling.
i.
Terdapat spasme pada otot punggung dan leher.
2.
Functional
limitation
Pasien belum
mampu secara mandiri melakukan aktivitas sehari-hari.
3.
Disability/Participation
Restriction
Pasien belum
mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dengan baik.
E. PROGRAM FISIOTERAPI
1.
Jangka pendek :
a.
Kontak mata menjadi fokus.
b.
Tertata refleks primitif.
c.
Meningkatkan grounding refleks.
d.
Menurunkan sensitivitas indra penglihatan,
pendengaran, perabaan dan pengecapan.
e.
Meningkatkan sensitivitas indra penciuman.
f.
Berkurangnya flapping hand
g.
Berkurangnya bubling
h.
Pasien bisa berbicara
i.
Spasme otot punggung dan leher menurun.
2.
Jangka panjang :
a.
Melanjutkan kemampuan yang sudah didapatkan dari
tujuan jangka pendek.
b.
Mengoptimalkan kemampuan aktifitas pasien secara
mandiri.
3.
Intervensi fisioterapi :
a.
Neuro senso
b.
Mobilisasi trunk
c.
Brain gym
d.
Oral facial stimulation (OFS)
e.
Blocking
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien
bernama An. R, usia 4 tahun, dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
Permasalahan yang timbul pada
pasien karena hal tersebut adalah kontak mata tidak bisa fokus, terdapat grasp
rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky refleks, blinking refleks, tidak
terdapat grounding refleks, terdapat hipersensitif pada indra penglihatan,
indra pendengaran, indra perabaan, indra pengecapan, terdapat hiposensitif pada
indra penciuman, pasien sering melakukan “flapping hand”, pasien belum bisa
berbicara, pasien sering melakukan bubling, pasien terdapat spasme pada otot
punggung dan leher. Dan keterbatasan fungsi seperti : Pasien belum mampu secara mandiri
melakukan aktivitas sehari-hari.
Intervensi
fisioterapi yang telah diberikan selama terapi adalah :
1.
Neuro senso
untuk
mengkoordinasi dan mensingkronisasi saraf pusat
2.
Mobilisasi trunk
untuk
menurunkan spasme otot dan meningkatkan mobilitas trunk,
3.
Brain gym
untuk
mengkoordinasi antara otak kanan dan otak kiri,
4.
Oral facial stimulation
untuk
menstimulasi fungsi organ dalam mulut dan lidah,
5.
Blocking
untuk
mensingkronisasi audio visual dengan cara mengurangi rangsangan dari luar.
6.
Bedong
untuk
mengontrol gerak yang berlebihan.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pasien bernama An. R, usia 4 tahun, dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD) dan dengan permasalahan kontak mata
tidak bisa fokus, terdapat grasp rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky
refleks, blinking refleks, tidak terdapat grounding refleks, terdapat
hipersensitif pada indra penglihatan, indra pendengaran, indra perabaan, indra
pengecapan, terdapat hiposensitif pada indra penciuman, pasien sering melakukan
“flapping hand”, pasien belum bisa berbicara, pasien sering melakukan bubling,
pasien terdapat spasme pada otot punggung dan leher setelah menjalankan
terapi berupa neurosenso, brain gym, mobilisasi trunck, oral facial stimulation
(OFS), blocking dan bedong, maka hasil yang diharapkan kedepannya setelah
terapi adalah sebagai berikut:
1. Kontak mata menjadi fokus
2. Tertata refleks primitif
3. Terdapat grounding refleks
4. Menurunkan sensitifitas indra penglihatan,
pendengaran, perabaan dan pengecapan.
5. Meningkatakan sensitivitas indra
penciuman.
6. Berkurangnya flapping hand.
7. Bubling berkurang
8. Pasien bisa berbicara
9. Spasme otot punggung dan leher menurun.
Namun selama 2
minggu dengan 7 kali pertemuan maka hasil yang didapat berupa :
1. kontak mata bisa fokus walau hanya
beberapa detik
2. masih belum tertata refleks primitifnya
3. sedikit meningkat grounding refleks
4. sedikit penurunan hipersensitif pada indra
: penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pengecapan
5. masih tedapat hiposensitif pada indra
penciuman
6. terkadang pasien masih melakukan flapping
hand
7. pasien belum bisa bicara
8. Pasien masih melakukan bubling
9. pasien masih terdapat spasme pada otot
punggung dan leher
B.
Saran
- Sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
- Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan terapi.
Referensi dari materi bloking audio visual nya dong kk
BalasHapus