Minggu, 20 Maret 2016

Penyakit - Penyakit Rematik

PENYAKIT-PENYAKIT REMATIK

Di bawah ini berturut-turut akan dibahas penyakit-penyakit yang sudah Jelas patogenesisnya dan sudah dapat dikenal sebagai penyakit yang tersendiri.

A.   DEMAM REMATIK (RHEUMATIC FEVER)

Adalah Suatu penyakit sistemik dengan manifestaSi radang akut non suppurative yang mengenai jaringan ikat seluruh tubuh, terutama jaringan ikat di sendi-sendi tepi yang besar, jantung, otak dan kulit.Bersifat kronis yang sering mengalami exacerbasi akut.

Etiologi dan Patogenggis:
Masih belum jelas. Gejala-gejalanya biasanya timbul 1-3 minggu setelah penderita menderita infeksi akut saluran napas bagian atas (tonsillitis, pharyngitis) yang disebabkan kuman streptococcus beta hemolyticus group A.
Seperti telah kita ketahui bahwa infeksi saluran napas bagian atas paling sering disebabkan virus, tetapi dapat pula disebabkan bakteri termasuk kuman streptococoua beta hemolyticus group A. Bila infeksi saluran napas bagian atas tersebut disebabkan kuman streptococcus beta hemolyticus group A, ± 3-5% penderita akan berkembang mendapat Demam Rematik.
Faktor-faktor predisposisi seseorang mudah mendapat Demam rematik adalah :
-    Umur : jarang ditemukan pada umur di bawah 4 tahun atau di atas15 tahun. Paling banyak pada umur 5-10 tahun.
-        Familial susceptibility : karena Demam rematik sering ditemukan padabeberapa anggota dari satu keluarga.
-        Malnutrition
-        Lingkungan yang padat
-        Keadaan kesehatan yang memburuk dan daya tahan individu yang menurun.
-        laki-laki : wanita =4:3.

Patologi :
-        Pada sendi :membrana synovia memperlihatkaii hiperemia dan udema, sedang cairan sendi jernih dan steril dengan peningkatan jumlah lekosit.
-        Pada jantung : dapat ditemukan lesi yang khas yang disebut Jisim-jisim
Aschoff (Aschoff bodies) yang rnenggambarkan adanya kerusakan otot
jantung yang bersifat fokal.
Pada katup-katup Jantung (valvula cordis) dapat ditemukan lesi yang dapat menimbulkan kelainan katup Jantung.Kelainan katup Jantung dapat berupa stenosis, (menyempit) atau insuffisiensi (katup tidak dapat menutup secara rapat, sehingga menimbulkan arus balik/bocor).

Gejala Klinik
Jones berdasarkan kepentingan diagnosis membedakan gejala-gejala Demam Rematik sebagai berikut :
1.     Major sign (bersifat khas untuk demam rematik) :
a.      Carditis
50-75% penderita demam rematik akan timbul cacat jantung yang permanen. 5-10% diantaranya akan mengalami gagal jantung kongestif (congestive heart failure).
b.      Polyarthritis migrana
-       Sifat arthritis hampir selalu berpindah-pindah dari satu sendi ke sendi lain
-       Biasanya yang terserang adalah sendi-sendi besar, seperti siku, pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki dan lain-lain. Sendi-sendi menjadi bengkak, panas, merah, timbul nyeri spontan, nyeri bila digerakkan dan sangat nyeri bila ditekan. Biasanya dengan atau tanpa diobati akan hilang sendiri tanpa bekas. Tetapi kadang-kadang dapat timbul deformitas sendi yang terjadi sekunder setelah serangan-serangan berulang yang dikenal sebagai SINDROM JACCOUD.
c.      Chorea
Berupa pergerakan yang cepat tanpa kemauan penderita dan tanpa tujuan tertentu, yang disertai kelemahan otot-otot.Timbul lambat setelah gejala-gejala lain menghilang.
d.      Erythema marginatum
-       Berupa ruam kulit berbentuk cincin yang besar, dengan pusat yang berwarna agak merah dan daerah tepi yang berbatas tegas
-       Tidak terasa gatal
-       Terutama didapatkan pada bagian dada, perut, lengan atas dan tidak pernah ditemukan didaerah muka
e.    Subcutaneous nodulus
-       Ialah benjolan-bejolan dibawah kulit, berukuran kecil, berkonsistensi keras dan tidak terasa nyeri
-       Ditemukan didaerah extensor, terutama pada siku, lutut, pergelangan tangan belakang kepala
-       Hanya 5% dari penderita yang menampakkan gejala ini. Sering timbul bersamaan dengan adanya carditis

2.     Minor sign (bersifat kurang khas untuk demam rematik)
a.      Klinis
-       Demam
-       Arthralgia (nyeri sendi)
-       Riwayat serangan terdahulu
-       Adanya penyakit jantung rematik (R H D = Rheumatic Heart Disease)
b.      Laboratorium
-       Peningkatan L.E.D (Laju Endap Darah)
-       Peningkatan hitung lekosit dalam darah (lekositosis)
-       Peningkatan C.P.R (C-reative Protein)
-       Peningkatan ASTO/ASO (Anti Streptolysin Titer O)
-       Perpanjangan P-R interval pada EKG (Elektrokardiogram)
Diagnosis :
Dapat ditegakkan bila ditemukan : 2 major sign atau 1 major sign dengan 2 minor sign.
Perjalanan penyakit :
-       Kecuali carditis, hampir seluruh manifestasi demam rematikakan menghilang tanp sequelae (gejala sisa = gejala redisual). Tetapi serangan-serangan ulang sering terjadi
-       Carditis dapat kambuh tanpa manifestasi lain
-       Pada orang dewasa, demam rematik agak jarang ditemukan. Bila ditemukan, umumnya gejala-gejalanya lebih ringan dan lebih sedikit yang mengenai jantung

Pengobatan :
1.    Istirahat ditempat tidur, terutama bila ada tanda-tanda carditis dan baru boleh bangun dan berjalan 7-10 hari setelah gejala-gejala aktif hilang
2.    Dietik : makanan bergizi
3.    Obat-obatan :
-       Salicylate (aspirin, acetosal)
-       Corticosteroid (prednisone, prednisolone, dexamethasone, betamethasone, cortison dan lain-lain)

Pencegahan :
1.    Primer (sebelum terkena demam rematik)
Sulit dilakukan karena :
-       Infeksi oleh streptococcus beta hemolyticus group A sering ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita untuk cepat-cepat mencari pengobatan
-       Dokter tidak tahu individu mana yang rentan (susceptible) terhadap demam rematik

2.    Sekunder :
Ditujukan kepada penderita yang diduga atau telah pasti menderita demam rematik.
Lamanya pencegahan sekunder :
a.    Bila tidak ada penyakit jantung :
-       Orang dewasa          : hingga 5 tahun etelah serangan
-       Anak-anak                 : sampai umur 18 tahun
b.    Bila telah mengidap penyakit jantung kronik : sampai umur 50 tahun


B.   RHEUMATOID ARTHRITIS (ARTRITIS REMATOID)

Adalah suatu penyakit siatemik yang bersifat progresif, yang mengenai jaringan lunak (soft tissue), sehingga termasuk dalam kelompok "diffuse connective tissue diseases" yang cenderung menjadi kronis.
Atau suatu poliartritis kronis (chronic polyarthritis) yang steril, terutama mengenai sendi-sendi perifer secara bilateral simetris, terdapat pada usla 16 tahun atau lebih, sering menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi dan jaringan sekitar sendi yang tampak sebagai perubahan. erosifsecara radiologis. Sering disertai adanya Rheumatoid Factor (R.F.) di dalam serum penderita.secara histopatologis ditemukan synovitis proliferatif kronis dengan hipertrofi villous dan infiltrasi oleh limfosit dan sel plasma serta lymphoid nodule.
Poliartritis kronis (chronic polyarthritis) karena Rheumatoid arthritissering dijumpai dan tersebar luas di seluruh dunia.

Epidemic :
Prevalensi Rheumatoid arthritis tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan. Bila dengan kriteria New York, maka prevalensinya 0,5% pada wanita dan 0,1% pada laki-laki; sedangkan bila menggunakan kriteria ARA untuk "definite" Rheumatoid arthritis, maka prevalensinya antara 0,3 -1,5%. Sehingga dapat dikatakan rata-rata 1% dari populasi terkena penyakit ini.

Etiopatogenesis :
Penyebab dan mekanisme yang jelas tentang Rheumatoid arthritis tetap belum diketahui, sekalipun sudah terdapat banyak informasi hipotetikmengenainya.
1.     Etiologi
-     hingga kini belum diketahui.
-     Ada 3 hipotesis yang menjadi dasar berpikir untuk menjelaskan etiologi Rheumatoid arthritis :
a.    Teori infeksi; infeksi oleh mycoplasma, virus.  Misalnya Epstein-Barr virus, cytomegalo virus, parvo virus, adeno virustipe I.
b.    Teori genetik : HLA-Dw4 ditemukan 3-4 kali lebih sering padapenderita Rheumatoid arthritis.
c.    Teori autoimmune : hal ini  berdasarkan fakta bahwa padapenderita Rheumatoid, arthritis ditemukan penurunan jumlah danfungsi OKT5 (suppressor T cell).

2.     Pathogenesis
Barangkali ada suatu antigen (virus atau toksin bakteri) yang mencapai.membrana synovia melalui. sirkulasi darah, kemudian mencetuskan reaksi antigen-antibodi yang bersifat lokal, yang selanjutnya mengaktifkan komplemen. Hal ini akan diikuti oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, eksudasi dan migrasi lekosit. Lekosit mencoba melakukan fagositosis terhadap deposit kompleks antigen-antibodi-komplemen di cartilago atau membrana synovia, sehingga dilepaskan berbagai subtansi antara lain: proataglandin, radikal superoxide dan enzim proteolitik (collagenase, elastase cathepsin D dan G). Akibatnya akan terjadi kerusakan sendi yang karakteristik ditandai terjadinya erosi pada cartilage dan tulang. Berlanjutnya peradangan akan diikuti terbentuknya PANNUS yang akan mengerosi cartilage dan tulang pembentuk sendi.
Patologi :
Lesi utama adalah synovitia erosiva dengan pannus yang kaya akan sel menginvasi cartilago dan tulang.
§  Pada membrana synovia dapat ditemukan perubahan peradangan non-spesifik atau perubahan yang spesifik. Tetapi ada 2 jenis reaksi seluler yang mendominasi gambaran :,
-     Proliferasi sel-sel  jaringan   pengikat   setempat  diikuti mesenchymoid transformation
-     infiltrasi limfosit dan sel plasma.
§  Membrana synovia sendi akan menebal, disertai hipertrofi villus (villi), sebukan sel-sel radang akut dan kronik, jaringan fibrosa dan pusat-pusat nekrosis, sehingga akan menimbulkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam keadaan diam (nyeri spontan) maupun digerakkan (nyeri gerak)
§  Saat terjadi exacerbasi akut arthritis, proliferasi sel-sel setempat yang timbul sebagai respons terhadap exudasi fibrinosa, mendominasi gambaran histologia. Infiltrasi limfosit dan sel plasma timbul setelah fase proliferasi telah mereda
§  Selanjutnya timbul pembentukan PANNUS yang amat cepat. Pannus akanmenerobos tulang rawan sendi, periosteum dan lain- lain struktur sendi, sehingga akhirnya sendi tersebut akan penuh dengan pannus yang berlapis-lapis. Bila pannus sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka lombat laun pannus akan membentuk anyaman yang saling bertautan, sehingga akhirnya 'menimbulkan ankylosis padasendi tersebut; Proses penerobosan pannus berlangsung terus, sehingga tulang-tulang pembentuk sendi Jadi rapuh dan hancur, yang dapat menimbulkan deformitas sendi, sub-luxatio atau luxatio sendi, bahkan destruksi sendi yang hebat.
Gambaran Klinik
Sebelum penyakit manifest, umumnya didahului oleh gejala-gejala sebagai berikut :
§  Malaese (aras-arasan) dan perasaan lemah badan demam
§  Berat badan menurun
§  Berkeringat
§  Paraestehsia pada tangan dan kaki
§  Morning stiffness (rasa kaku pada sendi-sendi sewaktu bangun pagi), yang akan hilang setelah bergerak.
Gejala-gejala di atas dapat mendahului keluhan sendi selama beberapa
minggu, bahkan bulan
Permulaan timbulnya penyakit ini biasanya perlahan-lahan (insiddous onset).Sendi-sendi yang mula-mula terkena adalah sendi-sendi kecil di tangan dan kaki. Sendi jari-jari tangan yang terkena umumnya sendi P.I.P (Proximal Interphalangeal), sendi tersebut lama-lama akan berbentuk fusiform. Kelainan sendi bersifat simetris, artinya yang kanan dan yang kiri berbarengan terkena.
1.     Riwayat alamiah :  .
Awitan (onset) sering di antara 20 - 60 tahun, tersering 35 - 45 tahun.Perjalanan penyakit sangat bervariasi dan sulit diramalkan. Kecuali kalau penyakitnya berat dan disertai komplikasi sistemik, Rheumatoid arthritis tidak akan memperpendek umur.
Gambaran umum penyakit ini dimasyarakat 10% mengalami polyarthritis sepintas lalu kemudian diikuti remiasi yang menetapkurang dari 10% mengalami polyarthritisyang progresif 80% karakteristik ditandai dengan relaps (kambuh) dan remissi berulang.

2.     Gejala (symptoms)
Pada umumnya berupa nyeri dan kaku pada sendi yang awitannya perlahan-lahan (insidious onset, gradual onset).± 15% dimulai dengan arthritic akut. Rasa kaku pada pagi hari yang menyeluruh (generalized corning stiffness), menunjukkan gejala yang sangat menonjol dan akan berakhir hingga 6 jam.
Manifestasi sistemik termasuk malaise, rasa lelah, penurunan beratbadan.

3.     Tanda (signs) :
a.      Sendi yang terkena lesi :
Sebagian besar penderita (75%) pada permulaannya berupa arthritis polyarticular 60% mengenai sendi-sendi kecil di tangan dan kaki, 30% mengenai sendi besar dan 5% mengenai baik sendi besar atau sendi kecil. Sisanya (25%) berupa arthritis monoarticular, 50% mengenai lutut.Kadang-kadang pertama kali mengenai sendi bahu, sendi pergelangan tangan atau sendi pangkal paha.Jarang sekali, pertama kali mengenai sendi pergelangan kakisendi siku.
Arthritis mengenai terutama sendi-sendi tangan : 85% sendi PIP (Proximal Inter Phalangeal), 70% sendi MCP (Metacarpo Phlangeal) dan hanya kadang-kadang sendi DIP (Distral Inter Phalangeal) dan 80% sendi pergelangan tangan. Lutut sering juga terkena (80%), pergelangan kaki (70%), bahu (60%), sendi MTP (Metatarso Phalangeal), siku (50%), cervical (50%), dan pangkal paha (40%).Sendi temporomandibularis dapat terkena dengan derajat tertentu pada 50% kasus.
Pada rheumatoid arthritis sendi yagn terkena karakteristik bersifat bilateral dan simetris. Sekalipun derajat beratnya dapat tidak sama.

b.      Gambaran umum sendi yang terkena :
1)     Pembengkakan : disebabkan adanya efusi (effusion) dan atau penebalan membrane synovia
2)     Nyeri tekan : sendi yang terkena akan terasa nyeri saat di palpasi dan saat digerakkan
3)     Tanda-tanda peradangan akut : sendi yang terkena teraba panas dan agak erythematous
4)     Keterbatasan gerak : hal ini dapat disebabkan oleh hambatan mekanik akibat adanya perubahan jaringan lunak/ keras, tetapi dapat pula karena adanya rasa nyeri atau spasme otot
5)     Deformitas : akibat perubahan morfologi sendi karena pembengkakan, ketidakmampuan mengekstensikan sendi (flexion deformity) atau adanya subluksasi/ dislokasi
6)     ___ wasting karena disuse atropy otot-otot disekitar sendi yang terkena

c.      Gambaran spesifik sendi-sendi :
1)     Anggota gerak atas :
a)     Tangan :
(1)    Pembengkakan “spindle-shaped” pada sendi PIP dan sendi MCP yang menonjol, terutama jari kedua dan ketiga. Tampak pada awal penyakit
(2)    Ulnar deviation pada sendi MCP, timbul setelah 1-5 tahun. Hal ini ada hubungannya dengan :
-       Penipisan dan pengenduran ligamentum collaterale radiale
-       Penipisan ligamentum metacarpoglenoidale
-       Bergesernya tendon extensor kea rah ulnar
-       Rotasi carpal radialis.
(3)    Swan-neck deformity : terjadi fleksi pada sendi DIP dan hiperekstensi sendi PIP. Hal ini dapat berhubungan dengan:
-       Ketegangan yang berlebihan otot-otot instrinsik
-       Avulsi pada insertion tendon extensor longus
-       Rupture tendon sublimis
(4)    Boutonniere deformity : hiperekskstensi sendi DIP dan fleksi sendi PIP. Lebih jarang dijumpai. Hal ini tengah dari tendon extensor longus atau pembatan gerak tendon sublimis
(5)    Deformitas ibu jari tangan
(6)    Arthritis mutilans dengan operaglass and : destruksi osteolytic yang menyebabkan pemendekan jari
b)     Pergelangan tangan: penonjolan dan nyeri tekan pada Processus atyloideus ulnae. Nyeri saat melakukan pronasi dan supinasi. Benjolan pada sebelah dorsal pergelangan tangan akibat tenosynovitis
c)     Siku : flexion contracture. Efusi yang menimbulkan benjolan diantara epicondylus lateralis humeri dan olecranon. Bursitis olecrani atau nodulus dapat ditemukan dibagian posterior
d)     Bahu : limitasi gerakan exorotasi (rotasi eksternal, external rotation). Efusi biasanya dapat ditemukan sebagai pembengkakan dibagian anterior bahu. Dapat ditemukan “forward shoulder” karena pergeseran scapula kea rah anterolateral, akibat kelemahan otot-otot dada bagian tengah.

2)     Anggota gerak bawah :
a)     Kaki dan pergelangan kaki : deformitas berbentuk eversi  kaki akibat peregangan ligamentum di pergelangan kaki, nodulus di tendon Achiles, limitasi gerakan eversi dan inversi di sendi subtalar, yang tersering adalah subluksasi kea rah dorsal sendi MTP dengan “cook-up” toe deformity dan plantar callus, misalnya callus yang terdapat pada daerah caput metatarsal. Juga sering ditemukan hallux valgus dimana ibu jari kaki menyilang dan berada dibawah jari-jari lainnya dan pembentukan bunion-callus
b)     Lutut : deformitas fleksi dan valgus disertai instabilitas sendi dapat ditemukan pada fase lanjut. Lebih sering adalah ditemukannya Bucker’s cyst yang dapat mengalami rupture, sehingga menimbulkan calf cyst
c)     Pangkal paha : kehilangan kemampuan melakukan endorotasi (rotasi interna, internal rotation). Nyeri tekan pada daerah samping paha dapat disebabkan adanya bursitis trochanterica.
d)     Columna vertebralis : sering mengenai daerah cervical berupa subluksasi atlantoaxiale atau subaxiale. Yang dapat diikuti dengan gejala neuorologis akibat modulla spinalis tertekan.

d.      Manifestasi ekstra-artikuler :
Kenyataannya Rheumatoid arthritis bukan penyakit yang hanya menyerang sendi saja, karena penyakit lni bersifat sistemik, sehingga dapat juga menyerang berbagai sistem/ seluruh alat dalam tubuh, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat dan sebagainya.
-   Jaringan lunak periartikuler :Rheumatoli nodule (dapat ditemukan di sekitar siku dan ruas jari, sendi MTP pertama, belakang  tumit), tenosynovitis,  ruptur tendon,  bursitis, synovial cyst, chronic myopathy, ligamentum mengendur.
-   tulang : osteoporosis, fraktur.
-   pembuluh darah : vasculitis yang dapat diikuti timbulnya gangrene (pada ujung jari ) dan ulcerasi ( pada bagian lateral tungkai bawah atau pergelangan kaki, daerah sacrum dan glutea).
-   Sistema Reticule Endothelial : lymphadenopathy, spleenomegali.
-   Mata : scleritis, episcleritis.
-   Jantung : pericarditis, cardiomyopathy dengan conduction defect.
-   Paru-paru : pleurisy dengan efusi, interstitial fibrosis.
-   Ginjal : amyloidosis.
-   Susunan saraf : polyneuropathy, autonomic neuropathy, kerusakan medulla spinalis.
-   Dan lain- lain.

Atas dasar adanya manifestasi ekstra-artikuler pada Rheumatoid arthritis dikenal beberapa syndrome :
1)     Siogren’s syndrome : mengenai wanita umur pertengahaa atau tua, dapat ditemukan pada 10% penderita Rheumatoid arthritis. Dengan trias :
a)     keratoconjunctivitis sicca (dry eyes), dengan atau tanpa pembesaran glandula lacrimalis.
b)     xerostomia (dry  mouth), dengan atau tanpa pembesaran glandula salivarius.
c)     ditemukannya penyakit jaringan pengikat, terutama Rheumatoid arthritis.
2)     Felty’s syndrome : mengenai wanita umur pertengahan atau tua, dapat ditemukan pada 1% penderita Rheumatoid arthritis. Dengan tanda dan gejala :
a)     Seropositive Rheumatoid arthritis.
b)     Suleenomegali.
c)     leukopenia, jumlah lekosit <  2.000/mm3.
3)     Caplan’s syndrome : Rheumatoid arthritis yang berhubungan dengan adanya nodular fibrosis di paru-paru pekerja tambang.

Gambaran radiologis :
Pemeriksaan radiologis (foto Roentgen) akan ditemukan tanda-tanda : pada fase awal hanya tampak adanya pembengkakan jaringan lunak. Kemudian dapat tampak juxta-articular osteoporosis akibat dekalsifikasi dan periarticular erosion.Selanjutnya tampak destruksi cartilago dan tulang, deformitas sendi (subluksasi, ulnar deviation).

Gambaran laboratorium :
Pemeriksaan darah pada fase aktif dapat ditemukan anemia peninggian LED (Laju Endap Darah), C.R.P. (C-Reactive Protein) kadar globulin darah meninggi dan lekositosis ringan.
Rheumatoid factor (R.F.) hanya positif pada 80% penderita. Sehingga penderita dengan R.F. positif disebut Sero-positlve RYP: sedang bila negatif disebut Sero-negative Rheumatoid arthritis Rheumatoid faktor juga dapat ditemukan pada orang normal (2 - 5%) penyakit-penyakit lain, antara lain : SLE (Systemic Lupus Erythematosus), hepatitis infectiosa, syphilis, lepra, tuberculosis paru kronis, infeksi virus, "kanker" dan Iain-lain, sehingga dapat menimbulkan hasil positif semu (false positive).
Pada 20% penderita dapat  ditemukan antinuclear antigen penderita dapat ditemukan antigen dan 10% penderita dapat ditemukan L.E Cell (L.E. = Lupus Erythematosus).
Cairan synovial menunjukkan : kekeruhan (turbidity), poor mucin clot formation, penurunan viscositas, peningkatan jumlah sel, terutama sel PMN.

Diagnosis :
Ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis, antara lain :
1.     The American Rheumatism Association (ARA) :
Kriteria yang diajukan oleh A.R.A untuk menegakkan diagnosis R.A. seluruhnya ada 11, yaitu :
a.      adanya rasa kaku pada pagi hari (morning stiffness). Penderita merasa sendinya kaku dari mulai bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 2 jam, bahkan kadang-kadang sampai jam 11:00 siang rasa kaku pada sendi tersebut baru mulai hilang/berkurang.
b.      pembengkakan jaringan lunak sendi (soft, tissue swelling), bahkan pembesaran tulang (hyperostosis). Pembengkakan jaringan lunak sendi di sini sekurang-kurangnya berlangsung sampai 4 minggu.
c.      Nyeri pada sendi yang terkena bila digerakkan (joint pain on moving), sekurang-kurangnya didapati pada satu sendi.
d.      nyeri pada sendi yang terkena bila digerakkan, sekurang-kurangnya (didapati pula pada sebuah sendi yang lain.
e.      polyarthritis yang siraetris. dan serentak (symmetrical polyarthritis simultaneusly). Serentak di sini diartikan jarak antara rasa nyeri pada satu sendi disusul oleh timbulnya rasa nyeri pada sendi yang lain harus kurang dari 6 minggu.
f.       didapati adanya nodulus rheumaticus subcutan.
g.      didapati adanya kelainan radiologik pada sendi yang terkena, sekurang-kurangnya berupa dekalsifikasi.
h.     faktor uji rheuma positif (Rheumatoid Factor test positif).
i.       pengendapan mucin yang kurang pekat (poor mucine clot).
j.        didapati gambaran histologik pada jaringan synovial sedikitnya 3 dari yang disebut di bawah ini :
·      villi hypertrophy,
·      proliferasi jaringan synovial.
·      adanya pusat-pusatAelompek sel yang mati (central necrosis).
·      adanya deposit (timbunan) fibrin.
·      adanya sebukan sel-sel radang menahun dan mendadak.
k.      didapati gambaran histoiogik yang khas dari gayatan ben.iolan rheuma (Rheiuiialoid nodule) sekurang-kurangnya ada 3 dari yang disebut di bawah ini :
·      adanya daerah sel-sel yang mati yang terletak di tengah-tengah (central zone of cell necrosis).
·      dikelilingi oleh sel-sel yang berproliferasi yang terletak berjajar membentuk gambaran seperti juruji sepeda.
·      didapati adanya sel-sel fibroblas di bagain tepinya.
·      adanya sebukan sel-sel radang menahun dan mendadak.

Kadang-kadang tidak seluruh tanda-tanda yang disebutkan dalam kriteria di atas dapat kita jumpai pada penderita R.A., mungkin hanya sebagian saja yang dapat ditemukan, sehingga ada berbagai terminologi yang perlu kita ketahui :
1.      R.A.  klassik (Classical R.A.) :  bila didapati sekurang-kurangnya 7 dari 11 kriteria di atas.
2.      R.A. definiti (Definite R.A. ) : bila hanya ditemukan 5 saja.
3.      Barangkali R.A. (Probably R.A.) : bila hanya ditemukan 3 saja.
4.      Mungkin R.A. (Possible R.A.) bila hanya ditemukan 1 saja.
2.     Tahun 1987 pada International Rheumatology Meetings, diusulkan kriteria baru untuk klassifikasi R.A. yang lebih objektif, sederhana dan hasil klassifikasi R.A. lebih akurat dan efisien, dengan menghilangkan prosedur laboratorium yang jarang digunakan. Kriteria baru ini meliputi 7 butir :
a)    Morning stiffness paling sedikit berlangsung 1 jam, selama 6 minggu atau lebih
b)    Pembengkakan 3 atau lebih 3endi, selama 6 minggu atau lebih.
c)    Pembengkakan pada .sendi pergelangan tangan, MOP atau PIP selama 6 minggu atau lebih.
d)    Pembengkakan sendi yang simetris.
e)    Perubahan-perubahan radiologis pada tangan.
f)     Nodulus subeutaneus.
g)    Rheumatoid Factor.

Adanva 4 butir di antara 7 kriteria di atas, ketepatan diagnostik mempunyai sensifitas 92% dan spesifitas 89%. Kategori diagnostik Probable R.A. dihilangkan, sedang pemisahan antara  “Definite R.A.” dan “Classical R.A.” tidak dapat dilakukan.

3.     The New York Criteria For The Diagnosis of  Rheumatoid Arthritis 
(Bennett & Burch, 1967), sederhana tetapi telah memenuhi sebagian besar kebutuhan epidemiologis maupun klinis :
Dapat dikatakan Rheumatoid arthritis bila ditemukan kriteria 1 dan 2, ditambah baik 3 maupun 4.
1)     Riwayat episode nyeri pada 3 sendi anggota gerak. Masing-masing kelompok sendi (misalnya sendi PIP = proximal interphalangeal joints) dihitung sebagai satu sendi, kanan dan kiri dihitung secara sendiri-sendiri.
2)     Pembengkakan, limitasi gerakan, subluksasi dan atau ankylosis dari 3 sendi anggota gerak. Termasuk : (1) sedikitnya satu tangan, pergelangan tangan atau kaki, (2) simetris pada sepasang sendi. Dikesampingkan : (1). sendi DIP (distal interphalangeal joint), (2) sendi PIP jari kelingking, (3) sendi MTP (metatarsophalangeal joint) pertama (4) Sendi pangkal paha (hip).
3)     Perubahan radiologis (erosi).
4)     Serum positif terhadap Rheumatoid factor.

Komplikasi :
·           Penyakit ini secara potensial dapat menyebabkan cacat. Pada 10% kasus, dapat menyebabkan cacat total.
·           Kecuali komplikasi yang telah disebutkan sebelumnya, sering ditemukan kontraktur fleksi (flexion contracture) dari sendi-sendi dan disuse atrophy dari otot-otot di sekitar sendi.
·           ± 25% pasien akan mengalami problem psikologis yang serius, sering mengalami tekanan mental dan depressi.

Pada penderita R.A. dapat ditemukan kelainan articular maupun extra-articular sehingga pada penderita R.A.dapat ditemukan penurunan KAPASITAS FUNGSIONAL.Tingkatan R.A. berdasarkan kapasitas fungaional menurut klasifikasi Steinbrocker adalah sebagai berikut :
Tingkat I         :    kapasitas fungsional normal.
Tingkat II        :    kapasitas fungaional terbatas, tapi  penderita masih dapat melaksanakan tugas normal sehari-hari.
Tingkat III       :    kapasitas fungsional sangat terbatas, penderita memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan tugas sehari-hari.
Tingkat IV      :    penderita sama sekali tergantung kepada orang lain, karena penderita harus tetap ada di tempat-tidur atau di kursi roda.

Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis ditegakkan.Pengobatan dimulai dengan memberi penerangan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai diagnosis dan rencana terapeutik, diberi tahu bahwa pasien sering memerlukan pengawasan seumur hidup. Pasien harus kita pandang sebagai manusia yang kawatir akan masa depannya, karena perjalanan penyakit yang tidak menentu.
Pengobatan terhadap penderita meliputi :
1.      Medikamentosa :
Yaitu dengan jalan memberikan obat-obatan, yang dapat diberikan per oral (diminura) atau parenteral (disuntikkan).
Karena penyobab R.A. hingga kini masih belum diketahui, maka tidak dapat  dilakukan Terapi  causal  (terapi  yang ditujukan  kepada penyebabnya), sehingga kebanyakan pengobatan hanya  berupa Terapi simptomatis, yang antara lain  bertujuan untuk  mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, rasa kaku dan pembengkakan.
Obat-obat yang digunakan dapat berupa :
a.      Simple analgetika (analgetika = obat penghalang rasa nyeri), misalnya Acetaminophen/ Paracetamol (Panadol, Pamol, Tempra dan lain-lain).
b.      Obat-obat Analgetika - antiinflamatorik non steroid  (N.S-A.I-D) = Non Steroid Analgetic Anti–Inflammatoric Drugs) misalnya Na diclofenac (Voltaren, Voren, Neurofenac, Provoltar), Piroxicam (Feldene, Indene, Pirodene, Rheumaden), Phenylbutazone, Naproxen (Naxen), Indomethazine (Confortid), Ibuprofen (Brufen) dan lain-lain.
c.      Obat-obat remitif (Diseases modifying drugs), diberikan bila dianggap perlu. Yaitu kelompok obat yang dapat membuat remissi. Misalnya : Gold salt, Chloroquin, Penicillamin -dan lain-lain. Karena kelompok obat ini sangat toksis dan sering pemberiannya memerlukan waktu lama (±½tahun) baru timbul efek yang diharapkan, sehingga penggunaan obat jenis ini sangat terbatas.

Mengingat derajat beratnya penyakit dapat berbeda-beda, maka dapat timbul berbagai kemungkinan sebagai berikut :
-        pasien hanya  mempunyai  keluhan ringan, untuk itu bisa tidak diperlukan  obat-obatan sama sekali.
-        sebagian pasien hanya kadang-kadang mengalami problem ringan, yang dapat diatasi dengan pemberian analgetika biasa ( simple analgetica ) atau NSAID (non-steroidal anti-inflammatory  drug).
-        sebagian pasien mempunyai keluhan yang menetap, untuk ini mungkin diperlukan pengobatan yang kontinu.
-        sebagian pasien lagi mengeluh nyeri pada malam hari yang dapat mengganggu tidur atau hanya rasa kaku pada pagi hari. Sehingga mungkin diperlukan injeksi lokal corticosteroid.
-        bila keadaan menunjukkan perlunya pengobatan yang lebih intensif, maka dapat diberikan corticosteroid dosis kecil. Bila ini tetap gagal mengendalikan keadaan, perlu dipikirkan pemberian obat-obat remitif jangka panjang, misalnya garam emas, obat antimalaria, penicillamine.
-        mungkin diperlukan pemberian obat-obat immunosuppressive, misalnya cyclophosphamide (Endoxan), azathioprine (Imuran), yang dapat menimbulkan efek toksik.

2.      Rehabilitasi
-        pemberian istirahat, yang dapat berupa Istirahat Umum : penderita istirahat di atas tempat-tidur (bed rest). Atau Istirahat Setempat : diberikan kepada sendi-sendi yang terkena saja, dengan menggunakan bidai/splint.
-        fisioterapi : assess kebutuhan akan istirahat dan proteksi sendi. dapat diberikan kompres panas atau dingin, exercise dan lain-lain.
-        occupational therapy : memberikan latihan ADL (Activity of Daily Living) agar penderita mampu melakukan tugas sehari-hari, misalnya: menyisir rambut, mengenakan baju, makan, minum dan sebagainya.
-        orthotik-prosthetik : dapat memberikan bidai, tongkat penyangga, Kursi roda, sepatu orthopedi dan lain-lain. Bila ada sub-luxatio sendi atlanto-axial, dapat diberi "Stabilizing Collar". Bila ada deformitas kaki dan rasa nyeri pada caput metatarsalia, dapat diberikan “Metatarsal Bars”.    
-        psikologi : mengadakan pembinaan mental kepada penderita, agar penderita tetap gigih dan sabar dalam menjalani pengobatan serta tidak merasa rendah diri.
-        Petugas sosial medis (Medical Social Worker) : ikut membuat penilaian terhadap  suasana lingkungan penderita, menilai kemampuan penderita dan sebagainya.
-        okupasi terapis pekerja sosial medik, perawat, bersama – sama  berusaha mempertahankan segala aspek kehidupan penderita serta melakukan assess status rumah tangga dan pekerjaan penderita.

3.      Pembedahan (chirurgis)
Bila dengan terapi konservatif seperti tersebut di atas belum berhasil dan ada alasan kuat, maka dapat dipertimbangkan dilakukan tindakan pembedahan. Pembedahan orthopedhik dapat menghilagkan  nyeri atau memperbaiki fungsi.
Selain itu pembedahan dapat bertujuan :
a.     Tindakan Pencegahan
Misalnya Synovectomi peritendinosa, dapat mencegah ruptura tendon yang sering  terdapat pada otot-otot extensor tangan. Synovectomi ini sering dilakukan pada sendi.MCP  (Metacarpo­phalangeal), PIP (Proximal interphalangeal) pergelangan tangan terutama di daerah distal caput ulnaris dan sendi dan lutut.
b.     Tindakan rekonstruksi
Misalnya :
-   excisi capat ulnaris.
-   arthroplasty.
-   total hip replacement.
-   total knee replacement.



C.  OSTEOARTHRITIS (OSTEOARTHROSIS)

Merupakan gangguan cartilogo articularis yang secara simultan ditemukan perubahan.cartilago hyalin, subcnondral dan tulang di sekitar sendi.
Penyakit ini tergolong penyakit sendi degeneratif yang bersifat progresif.Sangat sering dijumpai dan telah diketahui Sejak ± 5.000 tahun yang lalu. Banyak nama telah diberikan kepada penyakit ini, antara lain :
-   osteoathritis (O.A.), karena dianggap peradangan oemegang peranan penting.
-   osteoarthrosis, arthrosis, osteoarthrosis deformans,  karena peradangan dianggap bersifat sekunder.
-   hypertrophic arthritis.
-   degenerative joint disease (D.J.D.)
Kekacauan pemberian istilah ini memang masih berlangsung.Mula-mula penyakit.ini disebut OSTEOARTHRITIS, karena semula dikira suatu "itis" (radang). Ternyata setelah diteliti, secara primer tidak didapati adanya tanda-tanda radang, baik akut maupun kronis, karena itu kemudian diusulkan nama OSTEOARTHOSIS atau ARTHROSIS saja. Akhir-akhir ini karena ternyata penyakit ini bukan hanya mengenai sendi saja, tetapi dapat pula mengenai selaput sendi dan otot di sekitar sendi, maka ada yang mengusulkan disebut DEGENARATIVE JOINT DISEASE.

Epidemiologi :
Merupakan arthritis kronis yang sering ditemukan dan merupakan penyebab disabilitas yang tersering di dunia barat, serta merupakan satu-satunya penyebab yang paling sering menyebabkan gejala rematik dan kehilangan waktu kerja.Prevalensi atau incidence pada populasi tidak dipengaruni oleh iklim, lokasi geografis, suku bangsa atau warna kulit.
Walaupun dapat mengenai semua usia, pada umumnya mengenai usia di atas 50 tahun. Pada umumnya laki-laki dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini, meskipun pada umur sebelum 45 tahun, lebih sering pada laki-laki, tetapi setelah umur 45 tahun, lebih banyak pada wanita dengan perbandingan ± 4 : 1.
Dari hasil pemeriksaan radiologis diketahui bahwa ± 80% populasi di atas umur 55 tahun, sedikit banyak menunjukkan adanya kelainan radiologis. Prevalensinya akan meningkat sesuai dengan bertambahhya umur. Usia muda pun tidak terlepas dari kelainan ini, prevalensi pada suatu survey ditemukan angka sebesar 10% pada usia 15 - 24 tahun. Tetapi harus dibedakan antara osteoarthrosis radiologis dengan penyakit yang simptomatis, karena kurang dari 50% penderita dengan perubahan radiologis yang menimbulkan gejala.
Pada suatu penyelidikan post mortem (setelah penderita meninggal) oleh para pathologist (ahli Patologi) ditemukan bahwa :
-   pada sendi lutut : setelah usia 60 tahun, perubahan osteoarthritik ditemukan pada hampir 100% kasus. Tetapi anehnya hanya sebagian kecil  yang semasa hidupnya mempunyai keluhan pada lutut, sedang sebagian besar tanpa keluhan sama sekali.
-   pada sendi coxae (hip joint) : pada usia 60 - 70 tahun, hampir 100% kasus ditemukan perubahan osteoarthritik.
-   pada sendi bahu : pada usia 80 tahun, hanya ± 60% kasus yang ada perubahan osteoarthritik.

Etiologi :
Pada sebagian besar penderita etiologinya tidak diketahui. Akan tetapi beberapa faktor etiologi telah diketahui berhubungan dengan penyakit ini :
1.    Umur : jelas pegang peranan, karena jumlah penderita makin bertambah dengan meningkatnya usia. Tetapi hingga kini belum jelas apakah penyakit ini timbul sebagai konsekuensi orang menjadi tua.
2.    Obesisitas : hubungan antara obesitas dan osteoarthrosis masih  tetap membingungkan, karena osteoarthrosis sering ditemukan juga pada sendi yang tidak menahan beban (non-weightbearing joints), misalnya sendi DIP; sebaliknya sendi pergelangan kaki yang merupakan sendi penahan beban (weight bearing joint) biasanya bebas dari kelainan ini.
3.    Aktivitas fisik dan kerusakan sendi sebelumnya : Aktivitas fisik tertentu yang menimbulkan trauma berulang tampaknya meningkatkan risiko timbulnya osteoarthrosis. Misalnya :
-   pekerja tambang : tulang belakang dan lutut
-   pengemudi bis : bahu.
-   tangan pemintal benang : jari-jari.
-   pekerja peleburan : siku.
-   pneumatic tool operator : siku, pergelangan tangan dan bahu.
-   pemain sepak bola profesional dan penari ballet : sendi talar.
4.    Faktor Genetik/ herediter : mungkin ada hubungannya dengan defek pembentukan serabut collagen, defek pembentukan proteoglicans atau hiperaktivitas chondrocyte, yang kesemuanya mempermudah timbulnya kerusakan sendi.
5.    Faktor hormonal atau penvakit metabolik : perubahan degeneratif pada lutut dan tulang belakang lebih banyak ditemui pada penderita diabetes melitus.
6.    Faktor dietetik : memakan padi-padian yang telah tercemar oleh jamur Fusarium sporotrichiella.
7.    Arthritis yang berlangsung lama.

Klasifikasi :
Berdasarkan nomenklatur ARA (American Rheumatism Association) 1983, klasifikasi osteoarthritis adalah sebagai berikut :
1.       Primary osteoarthrosis (Osteoarthroflia primer) :
-   Jenis ini paling sering ditemukan.
-   Dikatakan primer karena penyebabnya tidak diketahui atau herediter.
-   Dapat dibedakan menjadi :
a.    peripheral.
b.    spinal.
2.       Secondary osteoarthrosis (Osteoarthrosis sekunder) :
Jenis ini meliputi osteoarthrosis yang timbul pada sendi yang sebelumnya sudah ditemukan adanya kerusakan atau kelainan sendi.
Jadi penyebabnya dapat diketahui :
a.    congenital atau development defect : osteochondritis, Legg-Calve Perthes disease.

b. penyakit metabolik: gout, ochronosis, Paget's disease, hiperparathyroidisme (hiperfungsi glandula parathyroidea).
c.    trauma akut atau kronik : Charcot's arthropathy.
d.    peradangan : Rheumatoid arthritis, Psoriatic arthritis.
e.    endokrin : acromegali, diabetes.

Patogensis
Cartilago articularis pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis cartilago hyalin dan merupakan jaringan yang avascular, alymphatic dan  aneural yang menutupi permukaan persendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subchondral.
Fungsi yang esensial dari cartilago articularis adalah sebagai bantalan penutup ujung tulang pajang pada sendi synovial, yang memungkikan :
1.       menahan tekanan pada permukaan persendian.
2.       mentransmisikan dan mendistribusikan beban yang meningkat.
3.       mempertahankan kontak dengan tahanan gesek yang minimal.

Cartilago articularis (tulang rawan sendi) yang bersifat kenyal terdiri atas :
-   sel-sel cartilago (chondrocyte) : terletak di dalam matrix cartilago, berfungsi memproduksi 2 protein utama cartilago, yaitu proteoglican dan kolagen. Protoin-protein selanjutnya membentuk matrix
-   Serabut Jaringan Pengikat kolagen : di dalam matrix cartilago membentuk anyaman dan di antaranya terdapat ground substance yang kaya akan air dan proteoglican. Serabut kolagen mempunyai tensile strength yang besar, bagaikan tali baja, biologis, tetapi tidak dapat menahan beban tekanan. Bersifat hidrolobik (tidak mengandung air).
-   molekul protsoglican : gaya pegas yang menahan beban tekanan pada cartilago, disebabkan tekanan hidrostatik dari air yang diserap oleh proteoglican yang ditahan oleh anyaman kolagen. molekul proteoglican bersifat hidrofilik (mengandung banyak air), yang dalam keadaan normal terdiri atas karbohidrat dan sukar mengalami pembengkakan.
-   Air yang merupakan 50% dari materi tulang rawan sendi dan berbagai elektrolit.
Pada aktivitas normal, robekan tulang rawan sendi lama baru terjadi.
Pada tingkat awal O.A, ditandai dengan timbulnya perubahan lokal pada cartilago yang berupa timbulnya bulla atau blister, akibat adanya penambahan jumlah air setempat. Akibat adanya penambahan jumlah air ini, akan menyebabkan serabut collagen setempat terputus-putus dan proteoglican mengalami pembengkakan.
Pada tingkat selanjutnya, pada daerah sekitar lesi pertama juga akan mengalami perubahan, air dan proteoglican akan terlepas dari tempat tersebut, serat collagen terlepas dari proteoglican dan tercerai-berai, sehingga struktur normal tulang rawan sendi rusak. Kemudian kerusakan diperluas, hal ini akan terus berlangsung dan akhirnya seluruh tulang rawan sendi akan rusak.
Dengan adanya proses perubahan di atas, sebetulnya tulang rawan sendi mengadakan reaksi dengan mengadakan hiperaktivitas pembentukan baru jaringan collagen, dan proteoglican. Dengan adanya reaksi ini, beberapa kasus mungkin terjadi perbaikan, tetapi pada sebagian besar kasus reaksi ini tidak menolong.Selain itu, sebetulnya jaringan juga mengadakan reaksi dengan mengadakan Sclerosis Tulang, sehingga pada perbatasan tulang dengan cartiloago sendi terlihat pembentukan tulang dan cartilago sendi yang baru.

Patologi :
Tulang rawan sendi yang mengalami degenerasi tampak suram, tidak kenyal dan rapuh.Di sekitar sendi dibentuk tulang baru yang sering kali menyerupai duri disebut OSTEOPHYTE/ SPUR/ TAJI yang lebih rapuh dari tulang asli.Di sekitar sendi terjadi osteoporosis.
Bentuk proses degeneratif yang lain adalah terbentuknya cairan pada sendi lutut, pergelangan kaki atau bahkan pada sendi P.I.P. Cairan akan labih banyak dibentuk bila penderita memberi beban pada sendi yang terkena, misalnya pada sendi lutut, bila penderita berolah-raga yang bersifat memperberat beban sendi lutut (lari pagi, sepak bola), maka cairan dalam sendi lutut akan bertambah banyak. Laboratoris, cairan sendi seperti cairan sendi normal, kecuali kadar protein yang mungkin agak meninggi dan kadar glucosanya akan merendah, selain itu, cairan bersifat kental, jernih dan percobaan mucin clot positif.
Pada bagian dorsal jari-jari tangan, dapat pula tampak adanya benjolan - benjolan, bukan osteophyte, tetapi berupa sebuah kista dari ganglion.Bila benjolan terdapat pada sendi D.I.P. disebut HEBERDEN’S NODE, sedang bila terdapat pada sendi P.I.P. disebut BOUCHARD'S NODE.Benjolan-benjolan ini tidak menimbulkan keluhan nyeri.

Klinis :
Secara klinis, O.A. dibagi dalam 3 tingkatan :
1.       Sub-clinical osteoartrhrosis :
Tidak ditemukan gejala atau tanda klinis. Hanya secara patologis dapat ditemukan :
a.    pada tulang rawan sendi : peningkatan jumlah air, pembentukan bulla/ blister dan fibrillasi serabut-serabut jaringan ikat collagen.
b.    pada tulang sub-chondral : terjadi sclerosis.
2.       Manifest Osteoathrosis
-    timbul keluhan nyeri pada saat bergerak (pain on motion) dan rasa kaku pada permulaan gerak.
-    telah terjadi kerusakan sendi yang lebih luas.
-    pada foto R8 : tampak penyempitan ruang sendi (joint space) dan sclerosis tulang sub-chondral.
3.     Decompensated osteoarthrosia :
-    stadium ini disebut pula SURGICAL STATE.
-    timbul rasa nyeri pada saat istirahat (pain on rest) dan pembatasan lingkup gerak sendi (R.O.M. = Range Of Motion).
-    terjadi akibat penyakit telah menjadi progresif dun seluruh tulang rawan sendi rusak. Tulang sub-chondral menjadi sangat sclerotik, pembentukan osteophyte hebat, capsula sendi menjadi kendor (laxity), sehingga tampak deformitaa yang jelas.
O.A. tidak disertai manifestasi sistemik, misalnya : demam, rasa lemah badan dan lain-lain.

Osteoarthrosis tulang punggung :
Adanya osteophyte dapat merangsang jaringan di sekitarnya, sehingga timbul rasa nyeri.Bila osteophyte timbul pada foramen intervertebrale, dapat menekan nervus spinalis, sehingga menimbulkan nyeri radikuler yang menjalar ke tungkai.
Bila bagian sayap dari tulang vertebra karena sudah porotia patah, akan terjadi keadaan yang disebut SPONDYLOLYSIS. Tetapi bila kedua sisi patah, tulang vertebra yang ada di sebelah cranialnya akan menggelincir ke arah depan atau belakang, Sehingga timbul keadaan yang disebut SPONDYLOLISTHESIS.

Penatalaksaan :
Memberikan penjelasan kepada penderita, agar melakukan proteksi sendi dengan cara merubah kebiasaan menggunakan sendi secara berlebihan.
Pengobatan pada dasarnya bersifat simptomatis dengan maksud mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Tetapi hal ini harus dibarengi dengan anjuran kepada penderita untuk melakukan proteksi sendi, karena dengan menghilangnya rasa nyeri, akibatnya mekanisme pertahanan akan hilang, sehingga dapat mendorong penderita menggunakan sendi secara berlebihan.
Guna mengurangi rasa nyeri dapat diberikan :
-   istirahat.
-   obat-obat analgetika.
-   pemanasan (heating).
-   immobilisasi dengan menggunakan back support atau corset.
-   bila keadaan berat, dapat dipertimbangkan tindakan pembedahan.
D.  GOUT (PENYAKIT  PIRAI)
Merupakan penyakit nomor 3 terbanyak dalam urutan penyakit sendi, sesudah Osteoarthrosis dan Rheumatoid arthritis.Penyakit ini akibat kelainan metabolisme purine.Asam urat (uric acid) merupakan hasil akhir metaboliame purine.


Penyakit ini lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita (pria 90 -95%). Sering kali mengenal pria usia pertengahan, sedang pada wanita biasanya dekat-dekat masa menopause.
Yang khas pada penderita gout adalah tingginya kadar asam urat (uric acid) dalam darah yang disebut HYPERURICEMIA. Tingginya kadar & Asam urat dalam darah dapat sebagai akibat tingginya produksi asam urat atau  menurunnya ekskresi asam urat atau kedua-duanya.
Faktor-taktor yang dapat menimbulkan hyperuricemia antars lain :
-   defisiensi enzym tertentu yang bersifat kongenital.
-   kadar purine dalam bahan makanan. Bahan makanan yang tinggi kandungan purine antara lain : hati, ginjal, ikan sardin, daging kambing, ragi, buncis.
-   berat badan yang terlalu gemuk (obesitas).
-   jumlah alkohol yang diminum. Hal ini disebabkan alkohol menghambat ekskresi asam urat melalui ginjal.
-   Obat-obat tertentu Misalnya : diuretika (obat yang dapat menimbulkan diuresis) dan analgetika (obat penghalang rasa nyeri) tertentu dapat meninggikan Kadar asam urat dalam darah.
-   faal ginjal. Faal ginjal yang memburuk akan meninggikan kadar aeam urat dalam darah.
-   volume urine.

Asam urat sendiri tidak menimbulkan gejala arthritis, sehingga tidak jarang ditemukan apa yang disebut ASYMPTOMATIC HYPERURICEMIA. Yang menimbulkan rasa nyeri adalah akibat terbentuk dan mengendapnya mikrokristal monosodium urate monohydrats dalam sendi
Pengandapan kristal monosodium urate tersebut searing ditemukan pada kulit, di dalam atau di sekitar sendi dan tendo-tendo. Daerah tubuh yang sering ditemukan pengendapan asam urat adalah daun telinga, sendi siku, lutut, dorsum pedis, ibu jari kaki. Tumpukan kristal monosodium urate yang membentuk benjolan di kulit ini dikenal sebagai TOPHUS (jamak : TOPHI).
Tophus tidak menimbulkan rasa nyeri, tetapi dapat merusak tulang dan kadang-kadang menimbulkan fistula. 5 tahun setelah setelah pertama, ± 40% penderita akan menampakkan tophus yang dapat dilihat.

Klasifikasi :
Dari bagan metabolisme purine dapat diketahui bahwa kadar asam urat darah dapat meninggi bila :
-    Produksi asam urat meningkat
-    Ekskresi asam urat ginjal menurun
Sehingga atas dasar etiologi, gout secara klinis dapat dibagi menjadi :
1.     Gout primer  (primary gout) : merupakan sebagian besar kasus.

2.     Gout sekunder (secondary gout) hanya meliputi 5 - 10%  kasus. Adalah gout yang ditimbulkan oleh penyakit lain, misalnya :
-   adanya penyakit myeloproliferatif, misalnya laukemia, multiple myeloma, lymphosarcoma, thalassemia dan laln-lain.
-   penyakit ginjal, misalnya glomerulonephritis kronis, yang mengakibatkan ekskresi asam urat menurun.

Klinis :
Gambaran klinis yang klassik pada umumnya berupa serangan arthritis secara mendadak dan sangat nyeri, yang pada serangan pertama 50% mengenai ibu jari kaki, tepatnya pada pangkal ibu jari kaki sebelah medial yang dikenal sebagai PODOGRA. Bagian ini tampak membengkak, kemerah-merahan dan nyeri sekali bila disentuh (acute gouty arthritic).
Dapat pula serangan pertama mengenai punggung kaki (dorsum pedis), pergelangan kaki atau tumit.Lebih jarang lagi serangan pertama mangenai lutut dengan bursitis prepateilaris atau siku deagan bursitis olecrani, kadang-kadang timbul pertama kali pada pergelangan tangan atau sendi metacarpophalangeal (M.O.P. joint).
Serangan rasa nyeri sering timbul mendadak pada malam hari, sehingga penderita pada tengah malam tiba-tiba terbangun karena rasa nyeri yang hebat sekali.
Pada umumnya, serangan pertama bersifat monoarticular, tetapi 3% dari serangan bisa polyarticular.Tanpa diobati, serangan akut ini dapat perlahan-lahan menghilang sendiri dalam waktu 10 - 14 hari. Masa di antara 2 serangan, yang dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun, penderita sama sekali bebas dari gejala sendi, yang dikenal sebagai Intercritical atau Interval gout. Yang kemudian akan, diikuti serangan ulana (recurrence). Serangan yang berulang-ulang akan menyebabkan arthritis menjadi kronis (choronic gouty arthritis).
± 10 - 25% penderita gout primer akan mendapat batu ginjal (uric acid nephrolithiasis). ± 1/3 dari kasus mengidap hipertensi, yang akan dapat menimbulkan C.V.A. (cerebro-vascular accident), decompensatio cordis (congestive heart failure) dan renal arteriosclerosis.
Dasar timbulnya serangan akut arthritis gout (acute gouty arthritis) adalah akibat adanya deposisi monosodium urate kristal di dalam jaringan sendi. Seperti diketahui, serum darah akan menjadi jenuh (saturated) bila kadar asam urat mencapai ± 7 mg% (7 mg per 100 ml darah). Adanya endapan kristal monosodium urate akan merangsang lekosit untuk melakukan fagositosis terhadap kristal tersebut dan melepaskan enzym lysosomal atau kinin, yang akan mencetuskan reaksi peradangan akut.
Beberapa keadaan yang dapat mencetuskan (mem-precipitasi) serangan akut antara lain :
-   trauma ringan pada sendi.
-   immobilisasi sendi untuk waktu yang lama.
-   emosi
-   Setelah makan atau minum berlebihan

Diagnosis :
Satu-satunya bukti pasti adanya gout adalah ditemukannya kristal monosodium urate yang berbentuk jarum atau lidi di dalam cairan sendi atau tophus.
Pemeriksaan lainnya yang mendukung diagnosis antara lain :
-   kadar asam urat yang tinggi dalam darah :
-   pria lebih dari 7 mg%.
-   wanita lebih dari 6 mg%,
-   kadar aeam urat yang tinggi dalamurine, yaitu lebih dari 500 mg/liter/24 jam.
-   lekositosis ringan.
-   L.E.D. sedikit meninggi.
-   cairan tophus yang berwarna putih seperti susu dan kental sekali.
  
Diagnosis banding/diffenential diagnosis
1.    sprain
2.    infeksi sendi dengan cellulitis.
3.    BUNION yang sangat nyeri akibat sepatu yang tidak cocok. Bunion adalah pembengkakan jaringan lunak yang menutupi sendi metatar sophalangeal pertama, yang disertai tanda-tanda peradangan.
4.    HALLUX VALGUS yang disertai komplikasi peradangan. Hallux valgus adalah posisi ibu jari kaki yang berdeviasi ke arah lateral akibat penarikan tendo m.extensor hallucis longus.
5.    PSEUDOGOUT (CHONDROCALCINOSIS), yaitu arthritis yang sering timbul berulang, sangat sering mengenai sendi lutut, tetapi kadang-kadang dapat mengenai sendi metatarsophalangeal. Pada penyakit ini dapat ditemukan kalsifikasi yang typical pada tulang rawan sendi dan adanya kristal calcium pyrophosphate (C.P.P.) pada jaringan synovium dan cairan synovial yang berbentuk seperti kotak korek api.

Penatalaksanaan :
1.     mengakhiri serangan akut dengan istirahat dan obat-obatan (Colchicine,Indomethazine, Phenylbutazone dan lain-lain).
2.       mengoreksi faktor-faktor penyebab, misalnya :
-    menurunkan berat badan.
-    diet : menghindari alkohol dan makanan yang tinggi purien.

E. JUVENILE RHEUMATOID ABIHRHIS :
Merupakan satu penyakit atau sekumpulan penyakit dengan karakteristik adanya synovitis kronia, yang disertai dengan sejumlah kelainan extra­articular, yang timbul di bawah umur 16 tahun.
Penyakit ini pertama kali diuraikan oleh Sir George Frederic Still pada tahun 1837, sehingga penyakit ini juga disebut : STILL’S DISEASE, STILL'S SYNDROME, JUVENILE CHRONIC POLYARTHRITIS, CHRONIC CHILDHOOD ARTHRITIS.
Incidence :
Isbagyo M. (1962) di Jakarta melaporkan hanya 16 kasus antara tahun 1975 - 1977.Di Finlandia telah dilakukan survey terdapat 3 kasus tiap 100.000 penduduk setiap tahun.
Tertinggi terdapat pada umur 1-3 tahun dan 10 - 14 tahun.Perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Etiologi
Belum diketahui dengan jelas faktor predisposisi misalnya trauma dekat sendi, infeksi saluran napas jarang ditemukan.

Gejala klinik :
Pada umumnya berbeda dengan orang dewasa.Gejala klinik sangat bervariasi, sehingga ada yang membaginya menjadi beberapa sub-group.Penyakit ini cenderung mengenai sendi besar, sendi D.I.P. dan sendi vertebra corvicalis (cervical spine) lebih sering terkena dari pada orang dewasa. Sendi tenporomandibularis pada anak sering terlibat dan mengakibatkan micrognathia dan akan menimbulkan gambaran typical “bird face” pada usia lanjut.
Selain arthritis, sering ditemukan juga spleenomegali (pembesaran limpa/lien) dan lymphadenopathy (pembesaran kelenjar-kelenjar limfe) secara umum.Kadang-kadang ditemukan juga pericarditis dan pleural effusion.

Diagosis :
Didasarkan atas manifestasi klinik, radiologik dan laboratorium.
Klinis dapat dipakai kriteria E.J. Brewer sebagai berikut :
1.    umur kurang dari 16 tahun.
2.  arthritis pada satu sendi atau lebih, disertai pembengkakan/ efusi atau adanya pembatasan pergerakan, rasa nyeri waktu bergerak dan meningkatnya temperatur pada sendi.
3.    lamanya penyakit 6 minggu sampai 3 bulan.
4.    dalam waktu 4-6 bulan, penyakit ini diklassifikasikan sebagai : polyarthritis, oligoarthritis dan sistemik. Dikatakan sistemik karena ditemukan intermittent fever, rheumatoid rash, arthritis, hepatospleenomegali dan lymphadenopathy.
5.    menyingkirkan penyakit rematik lain.

Prognosis :
80 - 90% akan mengalami remissi. Tetapi ada yang mengatakan : 1/3 sembuh sempurna, 1/3 cacat ringan dan 1/3 sisanya cacat berat.

Terapi :
-   Obat-obatan (medikamentosa) : salicylate, corticosteroid.
-   rehabilitasi : pemberian passive dan active exercise dan pemberian splint biasanya dapat mencegah timbulnya flexion contracture.

F.  ANKYLOSING SPONDYLITIS = MARIE - STRUMPELL DISEASE
= RHUEMATOID SPONDYLITIS
= RHEUMATOID ARTHITIS OF SPINE

Ialah suatu bentuk arthritis yang ditandai oleh adanya peradangan dan ossifikasi dari sendi dan ligamentum dari columna vertebralis dan sendi sacroiliaca.
Becterew's disease dianggap sama dengan penyakit ini.
Laki-laki lebih banyak terkena penyakit ini daripada wanita, dengan perbandingan laki-laki : wanita adalah 9 : 1 sampai 4 : 1.
Umur sewaktu timbul penyakit ini rata-rata pada usia pubertas atau dewasa muda.

Patologi :
-    penyakit ini menyerang ligamentum, tendon dan capsula sendi, tidak menyerang membrana synovia seperti pada R.A.
-    35% penderita kulit putih dan 50% penderita berkulit hitam dapat ditemukan HLA E27 (HLA = Human Leucocyte Antigen) antigen di dalam darahnya. Sedang di dalam darah biasanya tidak ditemukan Rheumatoid factor,   sehingga  sering  disebut  juga  sebagai  SERO-NEGATIVE  SPONDYLOARTHROPATHY.

Gambaran Klinik
-    proses penyakit dimulai dari persendian sacroiliaca dan naik ke tulang  belakang (columna vertebralis).
-    gejala awal lazimnya berupa nyeri pinggang bawah (low back pain) yang berlangsung selama beberapa bulan, yang kadang-kadang disertai dengan timbulnya rasa nyeri yang menjalar (radiating pain) ke arah anggota gerak bawah menyerupai ischialgia.
-    pada stadium lanjut, didapatkan kekakuan, (stiffness) pada columna vertebralis sehingga penderita tidak dapat menggerakkan columna vertebralis ke seluruh jurusan. Juga dapat ditemukan penurunan expansi gerak. thorax selama, respirasi akibat timbul kekakuan pada sendi costovertebralis.
-    dapat pula menyerang sendi yang lain, yang umumnya berupa oligoarthritis dan asimetris. Sendi coxae sering terkena, sendi-sendi perifir yang lain dari anggota gerak bawah dapat pula mengalami peradangan.
-    manifestasi di luar sendi dapat berupa kelainan mata (iritis atau uveitis), kelainan jantung (aorat insuffisiensi) maupun kelainan S.S.P. (susunan saraf pusat).
-    blia telah terjadi kelainan columna vertebralis, maka radiologis akan tampak sebagai BAMBO SPINE, gambaran columna vertebralis pada fqto R8 mirip seperti sebuah bambu yang beruas.

Diagnosis :
Bila stadium sudah lanjut, penderita sudah menunjukkan adanya kekakuan columna vertebralis, diagnosis secara klinis tidak sulit.Tetapi pada stadium awal, diagnosis sering dapat mengalami kesulitan.
Secara klinis diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria dari “NewYork Clinical criteria for ankylosing spondylitis“ yang diajukan oleh BENNET dan WOOD pada tahun 1968. Tentu saja kriteria ini hanya digunakan bila secara klinis belum jelas terdapat kekakuan columna vertebralis secara nyata.
Kriteria tersebut meliputi penilaian :        
1.         terbatasnya pergerakan vertebra lumbalis pada tiga arah pergerakan, yaitu antefleksi, laterofleksi dan ekstensi (dosofleksi).
2.         riwayat nyeri atau ditemukannya rasa nyeri pada "dorsolumbal junction" dan pada vertebra lumbalis.         
3.         terbatasnya pengembangan dada kurang dari 2 cm, yang diukur pada columna vertebralis setinggi ruang intercoatalis ke IV.

Penderita dinyatakan pasti menderita ankylosing spondylitis (definite) bila ditemukan :   
-    bilateral sacroiliitis tingkat 3-4, ditambah salah satu dari kriteria yang telah disebutkan di atas
-    atau unilateral sacroiliitis tingkat 3-4, atau bilateral sacro­iliitis tingkat 2, ditambah kriteria no. 1 atau kedaa kriteria no. 2 dan no. 3.

Penderita dinyatakan kemungkinan (probable) menderita ankylosing spondylitis bila ditemukan :bilateral saeroiliitis tingkat 3-4, tanpa disertai salah satu Kriteria yang telah disebutkan di atas.

Prognosis :
Boleh dikatakan baik dan tidak menimbulkan kecacatan seperti pada R.A. yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

Terapi :
Tujuan terapi adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar sendi-sendi pada columna vertebralis menjadi kaku pada posisi fisiologis (lurus), yang berguna untuk mengurangi kelainan sikap tubuh (postural defects) dan kelainan respirasi.Di samping itu juga untuk mengontrol rasa nyeri dan mengurangi peradangan.

Untuk mencapai tujuan di atas, maka penderita :
-   diberikan pengertian tentang perjalanan alamiah penyakit yang dideritanya.
-   diberi instrukai agar tidur dalam posisi terlentang (supine) di atas
-   papan keras datar tanpa bantal.
-   diberi latihan-latihan untuk memperbaiki sikap tubuh (postural) secarateratur.
-   diberi latihan napas (deep breathing exercise) secara teratur
-   diberi obat-obatan, misalnya phenylbutazone, indomethazine. Bila perludiberi corticosteroid.
-   dilakukan tindakan bedah untuk mengoreksi deformitas.

A.   REACTIVE ARTHRITIS (ARTHRITIS REAKTIF)

Suatu arthropathy yang menyertai suatu infeksi di luar sendi.
Jadi pada kelompok ini, adanya infeksi baik yang bersifat lokal atau yang bersifat sistemik di luar sendi sering disertai timbulnya synovitis di sendi-sendl tertentu.Agen penyebab infeksi sendiri tidak ditemukan di dalam cairan sendi atau membrana synovia.
Pada reactive arthritis, walaupun telah terbuktl adanya mikroorganisme yang terlibat dalam patogenesis timbulnya reactive arthritis, tetapi dengan cara bagaimana persisnya reactive arthritis terjadi, masih belum diketahui. Diduga mekanisme imun atau reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan terjadinya synovitis.
H. Mielants dan E.M. Veys (University Hospital, Ghent, Belgium), pada 1987 melaporkan telah melakukan ileocolonoscopy dan biopsi terhadap ileum dan coecum pada penderita-penderita dengan reactive arthritis, ternyata 75% menunjukkan tanda-tanda peradangan secara mikroskopis. Diduga dengan adanya peradangan pada usus, memungkinkan bahan-bahan yang dihasilkan oleh bakteri masuk ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan reaksi imunologis dan mencetuskan arthritis.


Beberapa reactive arthritis akan dibahas di bawah ini :
1.     REITER’S SYNDROME (SINDROM REITER)
Timbul hampir aelalu pada pria.Pria : wanita = ± 20 : 1.BiasAnya merupakan penyakit yang bersifat sementara (transient illness), berakhir satu hingga beberapa bulan, tetapi sering timbul recurrence (residif).
Ada 2 tipe :
a.      Tipe Genital
dengan trias: ARTHRITIS, URETHRITIS dan COHJUNCTIVITAS, yeng timbul pada seseorang setelah terserang urethritie non spesifik (yaitu urethritis yang bukan disebabkan Neisseria gonorrhoea, tetapi oleh Chlamydia tracheitis), atau kadang-kadang cystitis atau prostatitis. Sehingga dikategorikan  sebagaiSARA (sexually Acquired Reactive Arthritis).
serangan umumnya timbul 4 minggu setelah melakukan hubungan kelamin (sexual intercoarse).
b.      Tipe intestinal
Trias seperti tersebut di atas timbul setelah suatu serangan dysentri atau diare non spesifik.Pada umumnya gejala-gejala timbul 10 - 30 hari setelah gangguan intestinal, tetapi kadang-kadang 3 bulan.

Gejala Klinik
Sering mengenai umur 20 - 40.tahun. Onset (awitan) penyakit akut. Trias penyakit :
a.      Arthritis :
-   90% berbentuk polyarthritis dan 75% asimetris.
-   menyerang sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki, bahu, siku, pergelangan tangen, coxae dan tulang belakang pada sendi. Ditemukan rasa nyeri dan pembengkakan.
b.      Urethritis :
Menimbulkan dysuria dan mengeluarkan penile discharge.
c.      Conjuctivitas :
Kadang-kadang tidak nyata.Tetapi dapat pula timbul iritis atau uveitis.
Kecuali trias di atas, dapat juga timbul lesi pada kulit dan membrana mucosa yang karakteristik.
Perjalanan penyakit sangat bervariasi.Pada umunnya serangan pertama menghilang setelah 6 bulan dan jarang menjadi kronik. Tetapi pada 50% kasus dapat timbul relaps tanpa perlu didahului serangan dysentri atau urethritis. Pada 20% kasus yang mengalami relaps menjadi kronik yang dapat mengakibatkan disabilitas, tetapi jarang mengakibatkan deformitas.

Laboratoriuom :
-   ± 85% pendurita Reiter's syndrome menunjukkan HLA B27 positif.
-   pada 50% kasus, pada saluran kencing (urethra) dapat dltemukan Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoea sebagai infeksi campuran.

Komplikasi:
-   iritis atau uveitis (10%).
-   gangguan konduksi jantung dan aorta insuffisiensi.

Terapi :
Tidak spesifik, yang bertujuan untuk mengontrol rasa nyeri dan peradangan pada sendi hingga timbul remissi spontan. Untuk itu dapat diberikan :
-   istirahat.        
-   obat-obatan analgesik antiinflamatorik non steroid. Misalnya :indomethazine atau phenylbutazone.
-   pada kasus-kasus yang berat, kadang-kadang diperlukan aspirasi cairan sendi dan pemberian corticosteroid intraarticular atau babkan pemberian obat-obatan cytotoxic untuk mencegah destruksi sendi yang cepat timbul.


2.     POST SALMONELIA ARTHRITIS (ARTHRITIS PASCA SALMONELIA)
Timbul setelah seseorang terkena infeksi yang disebabkan bakteri Salmonella typhi murium dan jarang disebabkan bakteri Salmonella jenis yang lain.
Diare biasanya mendahului timbulnya arthritis.
Pada post salmonella arthritis, bakteri dapat ditemukan di dalam faeces (tinja) penderita, tetapi di dalam cairan sendi tidak ditemukanbakteri.
Post salmonella  arthritis harus dibedakan dengan  SALMONEILA ARTHRITIS. Pada Salmonella arthritis yang biasanya berbentuk monoarticular, bakteri penyebab kecuali dapat ditemukan di dalam darah dan faeces penderita, juga dapat ditemukan di dalam cairan sendi.

Terapi :
-     pemberian antibiotika untuk membasmi bakteri penyebab yang ada di dalam usus.
-     obat-obatan analgetika  antiinflamatorik non  steroid  untuk mengontrol keluhan sendi.

3.     YERSINIA ARTHRITIS (ARTHRITIS YERSINIA)
Infeksi oleh Yersinia (sejenis Pasteurella) dapat menimbulkan enterocolitis yang menyebabkan gangguan gastrointestinal ringan, dengan gejala : timbul demam, nyeri perut dan diare.
Arthritis yang menyertai penyakit ini tidak disebabkan infeksi bakteri Yersinia secara langsung ke dalam sendi.

Gambaran klink :
Onset (awitan) biasanya akut.Sendi mendadak terasa nyeri, membengkak, berwarna merah dan terasa panas serta ditemukan pula efusi sendi.
Arthritis bersifat polyarticular, tex-utama mengenai sendi lutut dan pergelangan kaki; kadang-kadang mengenai jari tangan, ibu jari tangan danpergelangan  tangan; jarang sekali mengenai  coxae, vertebra lumbalis, sacroiliaca, bahu dan temporomandibularis.
Gejala-gejala  gastrointestinal menghiiang setelah 1 minggu. Arthritic sampai 6 bulan dan bersifat "self limiting" (dapat menghilang sendiri walaupun tanpa diobati) dan Jarang menimbulkan deformitas.
Manifestasi lain yang jarang dijumpai adalah "conjunctivitis, lymphadencpathy (pembesaran kelenjar-kelenjar limfe) pneumonitis aan spleenomegali (pembesaran limpa/lien).

Laboratorium :
-    L.E.D.  (Laju Endap  Darah) meningkat. Kadang-kadang ditemukan lekositosis.
-    test agglutinasi untuk Yersinia positif.
-    Rheumatoid factor selalu negatif.
-    kultur cairan sendi steril, jumlah lekosit dalam cairan sendi dapat sampai 20.000/mm3, terutama lekosit PMN (Polymorphonuclear).

Terapi
-    simptomatis.
-    antibiotika tidak punya efek untuk menyembuhkan arthritis.

4.     CAMPYLOBACTER ARTHRITIS
Bakteri Campylobacter fetus dan Campylobacter jejuni dapat
menimbulkan enteritis dengan diare cair yang hebat yang disertai rasa
nyeri perut bagian bawah.
Arthritis pAda umumnya timbul 1 - 6 minggu setelah seseorang menderita infeksi yang disebabkan bakteri Campylobacter tersebut.
Arthritis bersifat polyarticular dan self limiting, yang akan menghilang setelah beberapa minggu atau bulan.
Cairan sendi pada arthritis, ini ternyata steril.

Terapi :simptomatis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar