PENYAKIT-PENYAKIT
REMATIK
Di
bawah ini berturut-turut akan dibahas penyakit-penyakit yang sudah Jelas
patogenesisnya dan sudah dapat dikenal sebagai penyakit yang tersendiri.
A. DEMAM REMATIK
(RHEUMATIC FEVER)
Adalah
Suatu penyakit sistemik dengan manifestaSi radang akut non suppurative yang
mengenai jaringan ikat seluruh tubuh, terutama jaringan ikat di sendi-sendi tepi
yang besar, jantung, otak dan kulit.Bersifat kronis yang sering mengalami
exacerbasi akut.
Etiologi dan Patogenggis:
Masih
belum jelas. Gejala-gejalanya biasanya timbul 1-3 minggu setelah penderita menderita
infeksi akut saluran napas bagian atas (tonsillitis, pharyngitis) yang
disebabkan kuman streptococcus beta hemolyticus group A.
Seperti
telah kita ketahui bahwa infeksi saluran napas bagian atas paling sering disebabkan
virus, tetapi dapat pula disebabkan bakteri termasuk kuman streptococoua beta
hemolyticus group A. Bila infeksi saluran napas bagian atas tersebut disebabkan
kuman streptococcus beta hemolyticus group A, ± 3-5% penderita akan berkembang
mendapat Demam Rematik.
Faktor-faktor
predisposisi seseorang mudah mendapat Demam rematik adalah :
- Umur : jarang ditemukan pada umur
di bawah 4 tahun atau di atas15 tahun. Paling banyak pada umur 5-10 tahun.
-
Familial susceptibility : karena
Demam rematik sering ditemukan padabeberapa anggota dari satu keluarga.
-
Malnutrition
-
Lingkungan yang padat
-
Keadaan kesehatan yang memburuk
dan daya tahan individu yang menurun.
-
laki-laki : wanita =4:3.
Patologi :
-
Pada sendi :membrana synovia
memperlihatkaii hiperemia dan udema, sedang cairan sendi jernih dan steril
dengan peningkatan jumlah lekosit.
-
Pada jantung : dapat ditemukan
lesi yang khas yang disebut Jisim-jisim
Aschoff (Aschoff bodies) yang rnenggambarkan adanya kerusakan otot
jantung yang bersifat fokal.
Aschoff (Aschoff bodies) yang rnenggambarkan adanya kerusakan otot
jantung yang bersifat fokal.
Pada
katup-katup Jantung (valvula cordis) dapat ditemukan lesi yang dapat
menimbulkan kelainan katup Jantung.Kelainan katup Jantung dapat berupa
stenosis, (menyempit) atau insuffisiensi (katup tidak dapat menutup secara
rapat, sehingga menimbulkan arus balik/bocor).
Gejala Klinik
Jones
berdasarkan kepentingan diagnosis membedakan gejala-gejala Demam Rematik
sebagai berikut :
1.
Major sign (bersifat khas untuk demam rematik) :
a.
Carditis
50-75%
penderita demam rematik akan timbul cacat jantung yang permanen. 5-10%
diantaranya akan mengalami gagal jantung kongestif (congestive heart failure).
b.
Polyarthritis migrana
- Sifat arthritis hampir selalu berpindah-pindah dari satu sendi ke
sendi lain
- Biasanya yang terserang adalah sendi-sendi besar, seperti siku,
pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki dan lain-lain. Sendi-sendi menjadi
bengkak, panas, merah, timbul nyeri spontan, nyeri bila digerakkan dan sangat
nyeri bila ditekan. Biasanya dengan atau tanpa diobati akan hilang sendiri
tanpa bekas. Tetapi kadang-kadang dapat timbul deformitas sendi yang terjadi
sekunder setelah serangan-serangan berulang yang dikenal sebagai SINDROM
JACCOUD.
c.
Chorea
Berupa pergerakan yang cepat tanpa kemauan penderita dan tanpa
tujuan tertentu, yang disertai kelemahan otot-otot.Timbul lambat setelah
gejala-gejala lain menghilang.
d.
Erythema marginatum
- Berupa ruam kulit berbentuk cincin yang besar, dengan pusat yang
berwarna agak merah dan daerah tepi yang berbatas tegas
- Tidak terasa gatal
- Terutama didapatkan pada bagian dada, perut, lengan atas dan tidak
pernah ditemukan didaerah muka
e.
Subcutaneous nodulus
- Ialah benjolan-bejolan dibawah kulit, berukuran kecil,
berkonsistensi keras dan tidak terasa nyeri
- Ditemukan didaerah extensor, terutama pada siku, lutut,
pergelangan tangan belakang kepala
- Hanya 5% dari penderita yang menampakkan gejala ini. Sering timbul
bersamaan dengan adanya carditis
2.
Minor sign (bersifat kurang khas untuk demam rematik)
a.
Klinis
- Demam
- Arthralgia (nyeri sendi)
- Riwayat serangan terdahulu
- Adanya penyakit jantung rematik (R H D = Rheumatic Heart Disease)
b.
Laboratorium
- Peningkatan L.E.D (Laju Endap Darah)
- Peningkatan hitung lekosit dalam darah (lekositosis)
- Peningkatan C.P.R (C-reative Protein)
- Peningkatan ASTO/ASO (Anti Streptolysin Titer O)
- Perpanjangan P-R interval pada EKG (Elektrokardiogram)
Diagnosis :
Dapat
ditegakkan bila ditemukan : 2 major sign atau 1 major sign dengan 2 minor sign.
Perjalanan penyakit :
- Kecuali carditis, hampir seluruh manifestasi demam rematikakan
menghilang tanp sequelae (gejala sisa = gejala redisual). Tetapi
serangan-serangan ulang sering terjadi
- Carditis dapat kambuh tanpa manifestasi lain
- Pada orang dewasa, demam rematik agak jarang ditemukan. Bila
ditemukan, umumnya gejala-gejalanya lebih ringan dan lebih sedikit yang mengenai
jantung
Pengobatan :
1.
Istirahat ditempat tidur, terutama
bila ada tanda-tanda carditis dan baru boleh bangun dan berjalan 7-10 hari
setelah gejala-gejala aktif hilang
2.
Dietik : makanan bergizi
3.
Obat-obatan :
- Salicylate (aspirin, acetosal)
- Corticosteroid (prednisone, prednisolone, dexamethasone,
betamethasone, cortison dan lain-lain)
Pencegahan :
1.
Primer (sebelum terkena demam
rematik)
Sulit dilakukan karena :
- Infeksi oleh streptococcus beta hemolyticus group A sering ringan,
sehingga tidak menarik perhatian penderita untuk cepat-cepat mencari pengobatan
- Dokter tidak tahu individu mana yang rentan (susceptible) terhadap
demam rematik
2.
Sekunder :
Ditujukan kepada penderita yang diduga atau telah pasti menderita
demam rematik.
Lamanya pencegahan sekunder :
a.
Bila tidak ada penyakit jantung :
- Orang dewasa :
hingga 5 tahun etelah serangan
- Anak-anak :
sampai umur 18 tahun
b.
Bila telah mengidap penyakit
jantung kronik : sampai umur 50 tahun
B. RHEUMATOID
ARTHRITIS (ARTRITIS REMATOID)
Adalah
suatu penyakit siatemik yang bersifat progresif, yang mengenai jaringan lunak (soft tissue), sehingga termasuk dalam
kelompok "diffuse connective tissue
diseases" yang cenderung menjadi kronis.
Atau
suatu poliartritis kronis (chronic
polyarthritis) yang steril, terutama mengenai sendi-sendi perifer secara
bilateral simetris, terdapat pada usla 16 tahun atau lebih, sering menyebabkan
kerusakan tulang rawan sendi dan jaringan sekitar sendi yang tampak sebagai
perubahan. erosifsecara radiologis. Sering disertai adanya Rheumatoid Factor
(R.F.) di dalam serum penderita.secara histopatologis ditemukan synovitis
proliferatif kronis dengan hipertrofi villous dan infiltrasi oleh limfosit dan sel
plasma serta lymphoid nodule.
Poliartritis
kronis (chronic polyarthritis) karena
Rheumatoid arthritissering dijumpai dan tersebar luas di seluruh dunia.
Epidemic :
Prevalensi
Rheumatoid arthritis tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan. Bila
dengan kriteria New York, maka prevalensinya 0,5% pada wanita dan 0,1% pada
laki-laki; sedangkan bila menggunakan kriteria ARA untuk "definite" Rheumatoid arthritis,
maka prevalensinya antara 0,3 -1,5%. Sehingga dapat dikatakan rata-rata 1% dari
populasi terkena penyakit ini.
Etiopatogenesis :
Penyebab dan
mekanisme yang jelas tentang Rheumatoid arthritis tetap belum diketahui,
sekalipun sudah terdapat banyak informasi hipotetikmengenainya.
1. Etiologi
- hingga kini belum diketahui.
- Ada 3 hipotesis yang menjadi dasar berpikir untuk menjelaskan
etiologi Rheumatoid arthritis :
a.
Teori infeksi; infeksi oleh
mycoplasma, virus. Misalnya Epstein-Barr
virus, cytomegalo virus, parvo virus, adeno virustipe I.
b.
Teori genetik : HLA-Dw4 ditemukan
3-4 kali lebih sering padapenderita Rheumatoid arthritis.
c.
Teori autoimmune : hal ini berdasarkan fakta bahwa padapenderita
Rheumatoid, arthritis ditemukan penurunan jumlah danfungsi OKT5 (suppressor T
cell).
2. Pathogenesis
Barangkali
ada suatu antigen (virus atau toksin bakteri) yang mencapai.membrana synovia
melalui. sirkulasi darah, kemudian mencetuskan reaksi antigen-antibodi yang
bersifat lokal, yang selanjutnya mengaktifkan komplemen. Hal ini akan diikuti
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, eksudasi dan migrasi lekosit. Lekosit
mencoba melakukan fagositosis terhadap deposit kompleks antigen-antibodi-komplemen
di cartilago atau membrana synovia, sehingga dilepaskan berbagai subtansi
antara lain: proataglandin, radikal superoxide dan enzim proteolitik
(collagenase, elastase cathepsin D dan G). Akibatnya akan terjadi kerusakan sendi
yang karakteristik ditandai terjadinya erosi pada cartilage dan tulang.
Berlanjutnya peradangan akan diikuti terbentuknya PANNUS yang akan mengerosi
cartilage dan tulang pembentuk sendi.
Patologi :
Lesi utama
adalah synovitia erosiva dengan pannus yang kaya akan sel menginvasi cartilago
dan tulang.
§ Pada membrana synovia dapat ditemukan perubahan peradangan non-spesifik
atau perubahan yang spesifik. Tetapi ada 2 jenis reaksi seluler yang mendominasi
gambaran :,
- Proliferasi sel-sel
jaringan pengikat setempat
diikuti mesenchymoid transformation
- infiltrasi limfosit dan sel plasma.
§ Membrana synovia sendi akan menebal, disertai hipertrofi villus
(villi), sebukan sel-sel radang akut dan kronik, jaringan fibrosa dan pusat-pusat
nekrosis, sehingga akan menimbulkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik
dalam keadaan diam (nyeri spontan) maupun digerakkan (nyeri gerak)
§ Saat terjadi exacerbasi akut arthritis, proliferasi sel-sel setempat
yang timbul sebagai respons terhadap exudasi fibrinosa, mendominasi gambaran
histologia. Infiltrasi limfosit dan sel plasma timbul setelah fase proliferasi
telah mereda
§ Selanjutnya timbul pembentukan PANNUS yang amat cepat. Pannus akanmenerobos
tulang rawan sendi, periosteum dan lain- lain struktur sendi, sehingga akhirnya
sendi tersebut akan penuh dengan pannus yang berlapis-lapis. Bila pannus sudah
mengisi seluruh rongga sendi, maka lombat laun pannus akan membentuk anyaman
yang saling bertautan, sehingga akhirnya 'menimbulkan ankylosis padasendi
tersebut; Proses penerobosan pannus berlangsung terus, sehingga tulang-tulang
pembentuk sendi Jadi rapuh dan hancur, yang dapat menimbulkan deformitas sendi,
sub-luxatio atau luxatio sendi, bahkan destruksi sendi yang hebat.
Gambaran Klinik
Sebelum
penyakit manifest, umumnya didahului oleh gejala-gejala sebagai berikut :
§ Malaese (aras-arasan) dan perasaan lemah badan demam
§ Berat badan menurun
§ Berkeringat
§ Paraestehsia pada tangan dan kaki
§ Morning stiffness (rasa kaku pada sendi-sendi sewaktu bangun
pagi), yang akan hilang setelah bergerak.
Gejala-gejala di atas dapat mendahului keluhan sendi selama
beberapa
minggu, bahkan bulan
minggu, bahkan bulan
Permulaan timbulnya penyakit ini biasanya perlahan-lahan (insiddous
onset).Sendi-sendi yang mula-mula terkena adalah sendi-sendi kecil di tangan
dan kaki. Sendi jari-jari tangan yang terkena umumnya sendi P.I.P (Proximal Interphalangeal), sendi
tersebut lama-lama akan berbentuk fusiform. Kelainan sendi bersifat simetris,
artinya yang kanan dan yang kiri berbarengan terkena.
1.
Riwayat alamiah : .
Awitan (onset) sering di antara 20 - 60 tahun, tersering 35 - 45 tahun.Perjalanan
penyakit sangat bervariasi dan sulit diramalkan. Kecuali kalau penyakitnya
berat dan disertai komplikasi sistemik, Rheumatoid arthritis tidak akan
memperpendek umur.
Gambaran umum penyakit ini dimasyarakat 10% mengalami polyarthritis
sepintas lalu kemudian diikuti remiasi yang menetapkurang dari 10% mengalami
polyarthritisyang progresif 80% karakteristik ditandai dengan relaps (kambuh)
dan remissi berulang.
2.
Gejala (symptoms)
Pada umumnya berupa nyeri dan kaku pada sendi yang awitannya perlahan-lahan
(insidious onset, gradual onset).± 15% dimulai dengan arthritic akut. Rasa kaku
pada pagi hari yang menyeluruh (generalized
corning stiffness), menunjukkan gejala yang sangat menonjol dan akan
berakhir hingga 6 jam.
Manifestasi sistemik termasuk malaise, rasa lelah, penurunan
beratbadan.
3.
Tanda (signs) :
a.
Sendi yang
terkena lesi :
Sebagian besar penderita (75%) pada permulaannya berupa arthritis
polyarticular 60% mengenai sendi-sendi kecil di tangan dan kaki, 30% mengenai
sendi besar dan 5% mengenai baik sendi besar atau sendi kecil. Sisanya (25%)
berupa arthritis monoarticular, 50% mengenai lutut.Kadang-kadang pertama kali
mengenai sendi bahu, sendi pergelangan tangan atau sendi pangkal paha.Jarang sekali,
pertama kali mengenai sendi pergelangan kakisendi siku.
Arthritis mengenai terutama sendi-sendi tangan : 85% sendi PIP
(Proximal Inter Phalangeal), 70% sendi MCP (Metacarpo Phlangeal) dan hanya
kadang-kadang sendi DIP (Distral Inter Phalangeal) dan 80% sendi pergelangan
tangan. Lutut sering juga terkena (80%), pergelangan kaki (70%), bahu (60%),
sendi MTP (Metatarso Phalangeal), siku (50%), cervical (50%), dan pangkal paha
(40%).Sendi temporomandibularis dapat terkena dengan derajat tertentu pada 50%
kasus.
Pada rheumatoid arthritis sendi yagn terkena karakteristik
bersifat bilateral dan simetris. Sekalipun derajat beratnya dapat tidak sama.
b.
Gambaran umum
sendi yang terkena :
1)
Pembengkakan : disebabkan adanya
efusi (effusion) dan atau penebalan membrane synovia
2)
Nyeri tekan : sendi yang terkena
akan terasa nyeri saat di palpasi dan saat digerakkan
3)
Tanda-tanda peradangan akut :
sendi yang terkena teraba panas dan agak erythematous
4)
Keterbatasan gerak : hal ini dapat
disebabkan oleh hambatan mekanik akibat adanya perubahan jaringan lunak/ keras,
tetapi dapat pula karena adanya rasa nyeri atau spasme otot
5)
Deformitas : akibat perubahan
morfologi sendi karena pembengkakan, ketidakmampuan mengekstensikan sendi
(flexion deformity) atau adanya subluksasi/ dislokasi
6)
___ wasting karena disuse atropy
otot-otot disekitar sendi yang terkena
c.
Gambaran
spesifik sendi-sendi :
1)
Anggota gerak atas :
a)
Tangan :
(1)
Pembengkakan “spindle-shaped” pada
sendi PIP dan sendi MCP yang menonjol, terutama jari kedua dan ketiga. Tampak
pada awal penyakit
(2)
Ulnar deviation pada sendi MCP,
timbul setelah 1-5 tahun. Hal ini ada hubungannya dengan :
- Penipisan dan pengenduran ligamentum collaterale radiale
- Penipisan ligamentum metacarpoglenoidale
- Bergesernya tendon extensor kea rah ulnar
- Rotasi carpal radialis.
(3)
Swan-neck deformity : terjadi
fleksi pada sendi DIP dan hiperekstensi sendi PIP. Hal ini dapat berhubungan
dengan:
- Ketegangan yang berlebihan otot-otot instrinsik
- Avulsi pada insertion tendon extensor longus
- Rupture tendon sublimis
(4)
Boutonniere deformity :
hiperekskstensi sendi DIP dan fleksi sendi PIP. Lebih jarang dijumpai. Hal ini
tengah dari tendon extensor longus atau pembatan gerak tendon sublimis
(5)
Deformitas ibu jari tangan
(6)
Arthritis mutilans dengan
operaglass and : destruksi osteolytic yang menyebabkan pemendekan jari
b)
Pergelangan tangan: penonjolan dan
nyeri tekan pada Processus atyloideus ulnae. Nyeri saat melakukan pronasi dan
supinasi. Benjolan pada sebelah dorsal pergelangan tangan akibat tenosynovitis
c)
Siku : flexion contracture. Efusi
yang menimbulkan benjolan diantara epicondylus lateralis humeri dan olecranon.
Bursitis olecrani atau nodulus dapat ditemukan dibagian posterior
d)
Bahu : limitasi gerakan exorotasi
(rotasi eksternal, external rotation). Efusi biasanya dapat ditemukan sebagai
pembengkakan dibagian anterior bahu. Dapat ditemukan “forward shoulder” karena
pergeseran scapula kea rah anterolateral, akibat kelemahan otot-otot dada
bagian tengah.
2)
Anggota gerak bawah :
a)
Kaki dan pergelangan kaki :
deformitas berbentuk eversi kaki akibat
peregangan ligamentum di pergelangan kaki, nodulus di tendon Achiles, limitasi
gerakan eversi dan inversi di sendi subtalar, yang tersering adalah subluksasi
kea rah dorsal sendi MTP dengan “cook-up” toe deformity dan plantar callus,
misalnya callus yang terdapat pada daerah caput metatarsal. Juga sering
ditemukan hallux valgus dimana ibu jari kaki menyilang dan berada dibawah
jari-jari lainnya dan pembentukan bunion-callus
b)
Lutut : deformitas fleksi dan
valgus disertai instabilitas sendi dapat ditemukan pada fase lanjut. Lebih
sering adalah ditemukannya Bucker’s cyst yang dapat mengalami rupture, sehingga
menimbulkan calf cyst
c)
Pangkal paha : kehilangan
kemampuan melakukan endorotasi (rotasi interna, internal rotation). Nyeri tekan
pada daerah samping paha dapat disebabkan adanya bursitis trochanterica.
d)
Columna vertebralis : sering
mengenai daerah cervical berupa subluksasi atlantoaxiale atau subaxiale. Yang
dapat diikuti dengan gejala neuorologis akibat modulla spinalis tertekan.
d.
Manifestasi
ekstra-artikuler :
Kenyataannya Rheumatoid arthritis
bukan penyakit yang hanya menyerang sendi saja, karena penyakit lni bersifat
sistemik, sehingga dapat juga menyerang berbagai sistem/ seluruh alat dalam
tubuh, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat dan
sebagainya.
-
Jaringan lunak periartikuler :Rheumatoli
nodule (dapat ditemukan di sekitar siku dan ruas jari, sendi MTP pertama,
belakang tumit), tenosynovitis, ruptur tendon, bursitis, synovial cyst, chronic myopathy,
ligamentum mengendur.
-
tulang : osteoporosis, fraktur.
-
pembuluh darah : vasculitis yang
dapat diikuti timbulnya gangrene (pada ujung jari ) dan ulcerasi ( pada bagian
lateral tungkai bawah atau pergelangan kaki, daerah sacrum dan glutea).
-
Sistema Reticule Endothelial :
lymphadenopathy, spleenomegali.
-
Mata : scleritis, episcleritis.
-
Jantung : pericarditis, cardiomyopathy
dengan conduction defect.
-
Paru-paru : pleurisy dengan efusi,
interstitial fibrosis.
-
Ginjal : amyloidosis.
-
Susunan saraf : polyneuropathy,
autonomic neuropathy, kerusakan medulla spinalis.
-
Dan lain- lain.
Atas dasar adanya manifestasi
ekstra-artikuler pada Rheumatoid arthritis dikenal beberapa syndrome :
1)
Siogren’s syndrome : mengenai
wanita umur pertengahaa atau tua, dapat ditemukan pada 10% penderita Rheumatoid
arthritis. Dengan trias :
a)
keratoconjunctivitis sicca (dry
eyes), dengan atau tanpa pembesaran glandula lacrimalis.
b)
xerostomia (dry mouth), dengan atau tanpa pembesaran glandula
salivarius.
c)
ditemukannya penyakit jaringan
pengikat, terutama Rheumatoid arthritis.
2)
Felty’s syndrome : mengenai wanita
umur pertengahan atau tua, dapat ditemukan pada 1% penderita Rheumatoid
arthritis. Dengan tanda dan gejala :
a)
Seropositive Rheumatoid arthritis.
b)
Suleenomegali.
c)
leukopenia, jumlah lekosit
< 2.000/mm3.
3)
Caplan’s syndrome : Rheumatoid
arthritis yang berhubungan dengan adanya nodular fibrosis di paru-paru pekerja
tambang.
Gambaran radiologis :
Pemeriksaan
radiologis (foto Roentgen) akan ditemukan tanda-tanda : pada fase awal hanya
tampak adanya pembengkakan jaringan lunak. Kemudian dapat tampak
juxta-articular osteoporosis akibat dekalsifikasi dan periarticular
erosion.Selanjutnya tampak destruksi cartilago dan tulang, deformitas sendi
(subluksasi, ulnar deviation).
Gambaran laboratorium :
Pemeriksaan darah pada fase aktif dapat ditemukan anemia
peninggian LED (Laju Endap Darah), C.R.P. (C-Reactive Protein) kadar globulin
darah meninggi dan lekositosis ringan.
Rheumatoid
factor (R.F.) hanya positif pada 80% penderita. Sehingga penderita dengan R.F.
positif disebut Sero-positlve RYP: sedang bila negatif disebut Sero-negative
Rheumatoid arthritis Rheumatoid faktor juga dapat ditemukan pada orang normal
(2 - 5%) penyakit-penyakit lain, antara lain : SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), hepatitis infectiosa, syphilis, lepra, tuberculosis paru
kronis, infeksi virus, "kanker" dan Iain-lain, sehingga dapat
menimbulkan hasil positif semu (false positive).
Pada 20%
penderita dapat ditemukan antinuclear
antigen penderita dapat ditemukan antigen dan 10% penderita dapat ditemukan L.E
Cell (L.E. = Lupus Erythematosus).
Cairan
synovial menunjukkan : kekeruhan (turbidity), poor mucin clot formation,
penurunan viscositas, peningkatan jumlah sel, terutama sel PMN.
Diagnosis :
Ada beberapa
kriteria untuk menegakkan diagnosis, antara lain :
1.
The American Rheumatism Association (ARA) :
Kriteria yang diajukan oleh A.R.A untuk menegakkan diagnosis R.A.
seluruhnya ada 11, yaitu :
a.
adanya rasa kaku pada pagi hari
(morning stiffness). Penderita merasa sendinya kaku dari mulai bangun tidur
sampai sekurang-kurangnya 2 jam, bahkan kadang-kadang sampai jam 11:00 siang
rasa kaku pada sendi tersebut baru mulai hilang/berkurang.
b.
pembengkakan jaringan lunak sendi
(soft, tissue swelling), bahkan pembesaran tulang (hyperostosis). Pembengkakan
jaringan lunak sendi di sini sekurang-kurangnya berlangsung sampai 4 minggu.
c.
Nyeri pada sendi yang terkena bila
digerakkan (joint pain on moving), sekurang-kurangnya didapati pada satu sendi.
d.
nyeri pada sendi yang terkena bila
digerakkan, sekurang-kurangnya (didapati pula pada sebuah sendi yang lain.
e.
polyarthritis yang siraetris. dan
serentak (symmetrical polyarthritis simultaneusly). Serentak di sini diartikan
jarak antara rasa nyeri pada satu sendi disusul oleh timbulnya rasa nyeri pada
sendi yang lain harus kurang dari 6 minggu.
f.
didapati adanya nodulus
rheumaticus subcutan.
g.
didapati adanya kelainan
radiologik pada sendi yang terkena, sekurang-kurangnya berupa dekalsifikasi.
h.
faktor uji rheuma positif
(Rheumatoid Factor test positif).
i.
pengendapan mucin yang kurang
pekat (poor mucine clot).
j.
didapati gambaran histologik pada
jaringan synovial sedikitnya 3 dari yang disebut di bawah ini :
· villi hypertrophy,
· proliferasi jaringan synovial.
· adanya pusat-pusatAelompek sel yang mati (central necrosis).
· adanya deposit (timbunan) fibrin.
· adanya sebukan sel-sel radang menahun dan mendadak.
k.
didapati gambaran histoiogik yang
khas dari gayatan ben.iolan rheuma (Rheiuiialoid nodule) sekurang-kurangnya ada
3 dari yang disebut di bawah ini :
· adanya daerah sel-sel yang mati yang terletak di tengah-tengah
(central zone of cell necrosis).
· dikelilingi oleh sel-sel yang berproliferasi yang terletak
berjajar membentuk gambaran seperti juruji sepeda.
· didapati adanya sel-sel fibroblas di bagain tepinya.
· adanya sebukan sel-sel radang menahun dan mendadak.
Kadang-kadang tidak seluruh
tanda-tanda yang disebutkan dalam kriteria di atas dapat kita jumpai pada
penderita R.A., mungkin hanya sebagian saja yang dapat ditemukan, sehingga ada
berbagai terminologi yang perlu kita ketahui :
1.
R.A. klassik (Classical R.A.) : bila didapati sekurang-kurangnya 7 dari 11
kriteria di atas.
2.
R.A. definiti (Definite R.A. ) :
bila hanya ditemukan 5 saja.
3.
Barangkali R.A. (Probably R.A.) :
bila hanya ditemukan 3 saja.
4.
Mungkin R.A. (Possible R.A.) bila
hanya ditemukan 1 saja.
2.
Tahun 1987
pada International Rheumatology Meetings, diusulkan
kriteria baru untuk klassifikasi R.A. yang lebih objektif, sederhana dan hasil
klassifikasi R.A. lebih akurat dan efisien, dengan menghilangkan prosedur
laboratorium yang jarang digunakan. Kriteria baru ini meliputi 7 butir :
a)
Morning stiffness paling sedikit
berlangsung 1 jam, selama 6 minggu atau lebih
b)
Pembengkakan 3 atau lebih 3endi,
selama 6 minggu atau lebih.
c)
Pembengkakan pada .sendi
pergelangan tangan, MOP atau PIP selama 6 minggu atau lebih.
d)
Pembengkakan sendi yang simetris.
e)
Perubahan-perubahan radiologis
pada tangan.
f)
Nodulus subeutaneus.
g)
Rheumatoid Factor.
Adanva 4 butir di antara 7
kriteria di atas, ketepatan diagnostik mempunyai sensifitas 92% dan spesifitas
89%. Kategori diagnostik Probable R.A. dihilangkan, sedang pemisahan
antara “Definite R.A.” dan “Classical
R.A.” tidak dapat dilakukan.
3. The New York Criteria
For The Diagnosis of Rheumatoid Arthritis
(Bennett
& Burch, 1967), sederhana tetapi telah memenuhi sebagian besar kebutuhan
epidemiologis maupun klinis :
Dapat dikatakan Rheumatoid arthritis bila ditemukan kriteria 1 dan
2, ditambah baik 3 maupun 4.
1)
Riwayat episode nyeri pada 3 sendi
anggota gerak. Masing-masing kelompok sendi (misalnya sendi PIP = proximal
interphalangeal joints) dihitung sebagai satu sendi, kanan dan kiri dihitung
secara sendiri-sendiri.
2)
Pembengkakan, limitasi gerakan,
subluksasi dan atau ankylosis dari 3 sendi anggota gerak. Termasuk : (1)
sedikitnya satu tangan, pergelangan tangan atau kaki, (2) simetris pada
sepasang sendi. Dikesampingkan : (1). sendi DIP (distal interphalangeal joint),
(2) sendi PIP jari kelingking, (3) sendi MTP (metatarsophalangeal joint)
pertama (4) Sendi pangkal paha (hip).
3)
Perubahan radiologis (erosi).
4)
Serum positif terhadap Rheumatoid
factor.
Komplikasi :
·
Penyakit ini secara potensial
dapat menyebabkan cacat. Pada 10% kasus, dapat menyebabkan cacat total.
·
Kecuali komplikasi yang telah
disebutkan sebelumnya, sering ditemukan kontraktur fleksi (flexion contracture)
dari sendi-sendi dan disuse atrophy dari otot-otot di sekitar sendi.
·
± 25% pasien akan mengalami
problem psikologis yang serius, sering mengalami tekanan mental dan depressi.
Pada penderita R.A. dapat ditemukan kelainan articular maupun
extra-articular sehingga pada penderita R.A.dapat ditemukan penurunan KAPASITAS
FUNGSIONAL.Tingkatan R.A. berdasarkan kapasitas fungaional menurut klasifikasi
Steinbrocker adalah sebagai berikut :
Tingkat I : kapasitas
fungsional normal.
Tingkat II : kapasitas
fungaional terbatas, tapi penderita
masih dapat melaksanakan tugas normal sehari-hari.
Tingkat III : kapasitas
fungsional sangat terbatas, penderita memerlukan bantuan orang lain untuk
melakukan tugas sehari-hari.
Tingkat IV : penderita
sama sekali tergantung kepada orang lain, karena penderita harus tetap ada di
tempat-tidur atau di kursi roda.
Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis ditegakkan.Pengobatan dimulai dengan memberi
penerangan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai diagnosis dan rencana
terapeutik, diberi tahu bahwa pasien sering memerlukan pengawasan seumur hidup.
Pasien harus kita pandang sebagai manusia yang kawatir akan masa depannya,
karena perjalanan penyakit yang tidak menentu.
Pengobatan terhadap penderita
meliputi :
1.
Medikamentosa
:
Yaitu dengan jalan memberikan
obat-obatan, yang dapat diberikan per oral (diminura) atau parenteral (disuntikkan).
Karena penyobab R.A. hingga kini
masih belum diketahui, maka tidak dapat
dilakukan Terapi causal (terapi
yang ditujukan kepada
penyebabnya), sehingga kebanyakan pengobatan hanya berupa Terapi simptomatis, yang antara
lain bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri,
rasa kaku dan pembengkakan.
Obat-obat yang digunakan dapat
berupa :
a.
Simple analgetika (analgetika =
obat penghalang rasa nyeri), misalnya Acetaminophen/ Paracetamol (Panadol,
Pamol, Tempra dan lain-lain).
b.
Obat-obat Analgetika -
antiinflamatorik non steroid (N.S-A.I-D)
= Non Steroid Analgetic Anti–Inflammatoric Drugs) misalnya Na diclofenac
(Voltaren, Voren, Neurofenac, Provoltar), Piroxicam (Feldene, Indene, Pirodene,
Rheumaden), Phenylbutazone, Naproxen (Naxen), Indomethazine (Confortid),
Ibuprofen (Brufen) dan lain-lain.
c.
Obat-obat remitif (Diseases
modifying drugs), diberikan bila dianggap perlu. Yaitu kelompok obat yang dapat
membuat remissi. Misalnya : Gold salt, Chloroquin, Penicillamin -dan lain-lain.
Karena kelompok obat ini sangat toksis dan sering pemberiannya memerlukan waktu
lama (±½tahun) baru
timbul efek yang diharapkan, sehingga penggunaan obat jenis ini sangat
terbatas.
Mengingat
derajat beratnya penyakit dapat berbeda-beda, maka dapat timbul berbagai
kemungkinan sebagai berikut :
-
pasien hanya mempunyai
keluhan ringan, untuk itu bisa tidak diperlukan obat-obatan sama sekali.
-
sebagian pasien hanya kadang-kadang mengalami problem ringan, yang
dapat diatasi dengan pemberian analgetika biasa ( simple analgetica ) atau
NSAID (non-steroidal anti-inflammatory
drug).
-
sebagian pasien mempunyai keluhan
yang menetap, untuk ini mungkin diperlukan pengobatan yang kontinu.
-
sebagian pasien lagi mengeluh nyeri
pada malam hari yang dapat mengganggu tidur atau hanya rasa kaku pada pagi
hari. Sehingga mungkin diperlukan injeksi lokal corticosteroid.
-
bila keadaan menunjukkan perlunya
pengobatan yang lebih intensif, maka dapat diberikan corticosteroid dosis kecil.
Bila ini tetap gagal mengendalikan keadaan, perlu dipikirkan pemberian
obat-obat remitif jangka panjang, misalnya garam emas, obat antimalaria,
penicillamine.
-
mungkin diperlukan pemberian
obat-obat immunosuppressive, misalnya cyclophosphamide (Endoxan), azathioprine
(Imuran), yang dapat menimbulkan efek toksik.
2.
Rehabilitasi
-
pemberian istirahat, yang dapat
berupa Istirahat Umum : penderita istirahat di atas tempat-tidur (bed rest). Atau Istirahat Setempat :
diberikan kepada sendi-sendi yang terkena saja, dengan menggunakan
bidai/splint.
-
fisioterapi : assess kebutuhan
akan istirahat dan proteksi sendi. dapat diberikan kompres panas atau dingin,
exercise dan lain-lain.
-
occupational therapy : memberikan
latihan ADL (Activity of Daily Living) agar penderita mampu melakukan tugas
sehari-hari, misalnya: menyisir rambut, mengenakan baju, makan, minum dan
sebagainya.
-
orthotik-prosthetik : dapat
memberikan bidai, tongkat penyangga, Kursi roda, sepatu orthopedi dan lain-lain.
Bila ada sub-luxatio sendi atlanto-axial, dapat diberi "Stabilizing Collar". Bila ada
deformitas kaki dan rasa nyeri pada caput metatarsalia, dapat diberikan “Metatarsal Bars”.
-
psikologi : mengadakan pembinaan
mental kepada penderita, agar penderita tetap gigih dan sabar dalam menjalani
pengobatan serta tidak merasa rendah diri.
-
Petugas sosial medis (Medical
Social Worker) : ikut membuat penilaian terhadap suasana lingkungan penderita, menilai
kemampuan penderita dan sebagainya.
-
okupasi terapis pekerja sosial
medik, perawat, bersama – sama berusaha
mempertahankan segala aspek kehidupan penderita serta melakukan assess status
rumah tangga dan pekerjaan penderita.
3.
Pembedahan (chirurgis)
Bila dengan terapi
konservatif seperti tersebut di atas belum berhasil dan ada alasan kuat, maka dapat dipertimbangkan
dilakukan tindakan pembedahan. Pembedahan orthopedhik dapat menghilagkan nyeri atau memperbaiki fungsi.
Selain itu pembedahan
dapat bertujuan :
a.
Tindakan Pencegahan
Misalnya
Synovectomi peritendinosa, dapat mencegah ruptura tendon yang sering terdapat pada otot-otot extensor tangan.
Synovectomi ini sering dilakukan pada sendi.MCP
(Metacarpophalangeal), PIP (Proximal interphalangeal) pergelangan
tangan terutama di daerah distal caput ulnaris dan sendi dan lutut.
b.
Tindakan rekonstruksi
Misalnya :
- excisi capat ulnaris.
- arthroplasty.
- total hip replacement.
- total knee replacement.
C. OSTEOARTHRITIS (OSTEOARTHROSIS)
Merupakan gangguan cartilogo articularis yang secara
simultan ditemukan perubahan.cartilago hyalin, subcnondral dan tulang di
sekitar sendi.
Penyakit ini tergolong penyakit sendi degeneratif yang
bersifat progresif.Sangat sering dijumpai dan telah diketahui Sejak ± 5.000
tahun yang lalu. Banyak nama telah diberikan kepada penyakit ini, antara lain :
- osteoathritis (O.A.), karena dianggap peradangan
oemegang peranan penting.
- osteoarthrosis, arthrosis, osteoarthrosis
deformans, karena peradangan dianggap
bersifat sekunder.
- hypertrophic arthritis.
- degenerative joint disease (D.J.D.)
Kekacauan pemberian istilah ini memang masih
berlangsung.Mula-mula penyakit.ini disebut OSTEOARTHRITIS, karena semula dikira
suatu "itis" (radang). Ternyata setelah diteliti, secara primer tidak
didapati adanya tanda-tanda radang, baik akut maupun kronis, karena itu
kemudian diusulkan nama OSTEOARTHOSIS atau ARTHROSIS saja. Akhir-akhir ini
karena ternyata penyakit ini bukan hanya mengenai sendi saja, tetapi dapat pula
mengenai selaput sendi dan otot di sekitar sendi, maka ada yang mengusulkan
disebut DEGENARATIVE JOINT DISEASE.
Epidemiologi
:
Merupakan arthritis kronis yang sering ditemukan dan
merupakan penyebab disabilitas yang tersering di dunia barat, serta merupakan
satu-satunya penyebab yang paling sering menyebabkan gejala rematik dan
kehilangan waktu kerja.Prevalensi atau incidence pada populasi tidak
dipengaruni oleh iklim, lokasi geografis, suku bangsa atau warna kulit.
Walaupun dapat mengenai semua usia, pada umumnya
mengenai usia di atas 50 tahun. Pada umumnya laki-laki dan wanita sama-sama
dapat terkena penyakit ini, meskipun pada umur sebelum 45 tahun, lebih sering
pada laki-laki, tetapi setelah umur 45 tahun, lebih banyak pada wanita dengan
perbandingan ± 4 : 1.
Dari hasil pemeriksaan radiologis diketahui bahwa ±
80% populasi di atas umur 55 tahun, sedikit banyak menunjukkan adanya kelainan
radiologis. Prevalensinya akan meningkat sesuai dengan bertambahhya umur. Usia
muda pun tidak terlepas dari kelainan ini, prevalensi pada suatu survey
ditemukan angka sebesar 10% pada usia 15 - 24 tahun. Tetapi harus dibedakan
antara osteoarthrosis radiologis dengan penyakit yang simptomatis, karena
kurang dari 50% penderita dengan perubahan radiologis yang menimbulkan gejala.
Pada suatu penyelidikan post mortem (setelah penderita
meninggal) oleh para pathologist (ahli Patologi) ditemukan bahwa :
- pada sendi lutut : setelah usia 60 tahun, perubahan
osteoarthritik ditemukan pada hampir 100% kasus. Tetapi anehnya hanya sebagian
kecil yang semasa hidupnya mempunyai
keluhan pada lutut, sedang sebagian besar tanpa keluhan sama sekali.
- pada sendi coxae (hip joint) : pada usia 60 - 70
tahun, hampir 100% kasus ditemukan perubahan osteoarthritik.
- pada sendi bahu : pada usia 80 tahun, hanya ± 60%
kasus yang ada perubahan osteoarthritik.
Etiologi
:
Pada sebagian besar penderita etiologinya tidak
diketahui. Akan tetapi beberapa faktor etiologi telah diketahui berhubungan
dengan penyakit ini :
1.
Umur : jelas pegang
peranan, karena jumlah penderita makin bertambah dengan meningkatnya usia.
Tetapi hingga kini belum jelas apakah penyakit ini timbul sebagai konsekuensi
orang menjadi tua.
2.
Obesisitas : hubungan
antara obesitas dan osteoarthrosis masih
tetap membingungkan, karena osteoarthrosis sering ditemukan juga pada
sendi yang tidak menahan beban (non-weightbearing joints), misalnya sendi DIP;
sebaliknya sendi pergelangan kaki yang merupakan sendi penahan beban (weight
bearing joint) biasanya bebas dari kelainan ini.
3.
Aktivitas fisik dan
kerusakan sendi sebelumnya : Aktivitas fisik tertentu yang menimbulkan trauma
berulang tampaknya meningkatkan risiko timbulnya osteoarthrosis. Misalnya :
- pekerja tambang : tulang belakang dan lutut
- pengemudi bis : bahu.
- tangan pemintal benang : jari-jari.
- pekerja peleburan : siku.
- pneumatic tool operator : siku, pergelangan tangan dan
bahu.
- pemain sepak bola profesional dan penari ballet :
sendi talar.
4.
Faktor Genetik/
herediter : mungkin ada hubungannya dengan defek pembentukan serabut collagen,
defek pembentukan proteoglicans atau hiperaktivitas chondrocyte, yang
kesemuanya mempermudah timbulnya kerusakan sendi.
5.
Faktor hormonal atau
penvakit metabolik : perubahan degeneratif pada lutut dan tulang belakang lebih
banyak ditemui pada penderita diabetes melitus.
6.
Faktor dietetik :
memakan padi-padian yang telah tercemar oleh jamur Fusarium sporotrichiella.
7.
Arthritis yang
berlangsung lama.
Klasifikasi
:
Berdasarkan nomenklatur ARA (American Rheumatism
Association) 1983, klasifikasi osteoarthritis adalah sebagai berikut :
1.
Primary osteoarthrosis
(Osteoarthroflia primer) :
- Jenis ini paling sering ditemukan.
- Dikatakan primer karena penyebabnya tidak diketahui
atau herediter.
- Dapat dibedakan menjadi :
a.
peripheral.
b.
spinal.
2.
Secondary
osteoarthrosis (Osteoarthrosis sekunder) :
Jenis
ini meliputi osteoarthrosis yang timbul pada sendi yang sebelumnya sudah
ditemukan adanya kerusakan atau kelainan sendi.
Jadi penyebabnya dapat
diketahui :
a.
congenital atau
development defect : osteochondritis, Legg-Calve Perthes disease.
b. penyakit metabolik:
gout, ochronosis, Paget's disease, hiperparathyroidisme (hiperfungsi glandula
parathyroidea).
c.
trauma akut atau
kronik : Charcot's arthropathy.
d.
peradangan :
Rheumatoid arthritis, Psoriatic arthritis.
e.
endokrin : acromegali,
diabetes.
Patogensis
Cartilago articularis pada sebagian besar sendi orang
dewasa berjenis cartilago hyalin dan merupakan jaringan yang avascular,
alymphatic dan aneural yang menutupi
permukaan persendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subchondral.
Fungsi yang esensial dari cartilago articularis adalah
sebagai bantalan penutup ujung tulang pajang pada sendi synovial, yang
memungkikan :
1.
menahan tekanan pada
permukaan persendian.
2.
mentransmisikan dan
mendistribusikan beban yang meningkat.
3.
mempertahankan kontak
dengan tahanan gesek yang minimal.
Cartilago articularis (tulang rawan sendi) yang
bersifat kenyal terdiri atas :
- sel-sel cartilago (chondrocyte) : terletak di dalam
matrix cartilago, berfungsi memproduksi 2 protein utama cartilago, yaitu
proteoglican dan kolagen. Protoin-protein selanjutnya membentuk matrix
- Serabut Jaringan Pengikat kolagen : di dalam matrix
cartilago membentuk anyaman dan di antaranya terdapat ground substance yang
kaya akan air dan proteoglican. Serabut kolagen mempunyai tensile strength yang
besar, bagaikan tali baja, biologis, tetapi tidak dapat menahan beban tekanan.
Bersifat hidrolobik (tidak mengandung air).
- molekul protsoglican : gaya pegas yang menahan beban
tekanan pada cartilago, disebabkan tekanan hidrostatik dari air yang diserap
oleh proteoglican yang ditahan oleh anyaman kolagen. molekul proteoglican
bersifat hidrofilik (mengandung banyak air), yang dalam keadaan normal terdiri
atas karbohidrat dan sukar mengalami pembengkakan.
- Air yang merupakan 50% dari materi tulang rawan sendi
dan berbagai elektrolit.
Pada aktivitas normal, robekan tulang rawan sendi lama
baru terjadi.
Pada tingkat awal O.A, ditandai dengan timbulnya
perubahan lokal pada cartilago yang berupa timbulnya bulla atau blister, akibat
adanya penambahan jumlah air setempat. Akibat adanya penambahan jumlah air ini,
akan menyebabkan serabut collagen setempat terputus-putus dan proteoglican
mengalami pembengkakan.
Pada tingkat selanjutnya, pada daerah sekitar lesi
pertama juga akan mengalami perubahan, air dan proteoglican akan terlepas dari
tempat tersebut, serat collagen terlepas dari proteoglican dan tercerai-berai,
sehingga struktur normal tulang rawan sendi rusak. Kemudian kerusakan
diperluas, hal ini akan terus berlangsung dan akhirnya seluruh tulang rawan
sendi akan rusak.
Dengan adanya proses perubahan di atas, sebetulnya
tulang rawan sendi mengadakan reaksi dengan mengadakan hiperaktivitas
pembentukan baru jaringan collagen, dan proteoglican. Dengan adanya reaksi ini,
beberapa kasus mungkin terjadi perbaikan, tetapi pada sebagian besar kasus
reaksi ini tidak menolong.Selain itu, sebetulnya jaringan juga mengadakan
reaksi dengan mengadakan Sclerosis Tulang, sehingga pada perbatasan tulang
dengan cartiloago sendi terlihat pembentukan tulang dan cartilago sendi yang
baru.
Patologi
:
Tulang rawan sendi
yang mengalami degenerasi tampak suram, tidak kenyal dan rapuh.Di sekitar sendi
dibentuk tulang baru yang sering kali menyerupai duri disebut OSTEOPHYTE/ SPUR/
TAJI yang lebih rapuh dari tulang asli.Di sekitar sendi terjadi osteoporosis.
Bentuk proses degeneratif yang lain adalah
terbentuknya cairan pada sendi lutut, pergelangan kaki atau bahkan pada sendi
P.I.P. Cairan akan labih banyak dibentuk bila penderita memberi beban pada
sendi yang terkena, misalnya pada sendi lutut, bila penderita berolah-raga yang
bersifat memperberat beban sendi lutut (lari pagi, sepak bola), maka cairan
dalam sendi lutut akan bertambah banyak. Laboratoris, cairan sendi seperti
cairan sendi normal, kecuali kadar protein yang mungkin agak meninggi dan kadar
glucosanya akan merendah, selain itu, cairan bersifat kental, jernih dan
percobaan mucin clot positif.
Pada bagian dorsal jari-jari tangan, dapat pula tampak
adanya benjolan - benjolan, bukan osteophyte, tetapi berupa sebuah kista dari
ganglion.Bila benjolan terdapat pada sendi D.I.P. disebut HEBERDEN’S NODE,
sedang bila terdapat pada sendi P.I.P. disebut BOUCHARD'S NODE.Benjolan-benjolan
ini tidak menimbulkan keluhan nyeri.
Klinis
:
Secara
klinis, O.A. dibagi dalam 3 tingkatan :
1.
Sub-clinical
osteoartrhrosis :
Tidak ditemukan gejala
atau tanda klinis. Hanya secara patologis dapat ditemukan :
a.
pada tulang rawan
sendi : peningkatan jumlah air, pembentukan bulla/ blister dan fibrillasi
serabut-serabut jaringan ikat collagen.
b.
pada tulang
sub-chondral : terjadi sclerosis.
2.
Manifest Osteoathrosis
- timbul keluhan nyeri pada saat bergerak (pain on
motion) dan rasa kaku pada permulaan gerak.
- telah terjadi kerusakan sendi yang lebih luas.
- pada foto R8 : tampak penyempitan ruang sendi (joint
space) dan sclerosis tulang sub-chondral.
3. Decompensated osteoarthrosia :
- stadium ini disebut pula SURGICAL STATE.
- timbul rasa nyeri pada saat istirahat (pain on rest)
dan pembatasan lingkup gerak sendi (R.O.M. = Range Of Motion).
- terjadi akibat penyakit telah menjadi progresif dun
seluruh tulang rawan sendi rusak. Tulang sub-chondral menjadi sangat sclerotik,
pembentukan osteophyte hebat, capsula sendi menjadi kendor (laxity), sehingga
tampak deformitaa yang jelas.
O.A.
tidak disertai manifestasi sistemik, misalnya : demam, rasa lemah badan dan
lain-lain.
Osteoarthrosis
tulang punggung :
Adanya osteophyte dapat merangsang jaringan di
sekitarnya, sehingga timbul rasa nyeri.Bila osteophyte timbul pada foramen
intervertebrale, dapat menekan nervus spinalis, sehingga menimbulkan nyeri
radikuler yang menjalar ke tungkai.
Bila bagian sayap dari tulang vertebra karena sudah
porotia patah, akan terjadi keadaan yang disebut SPONDYLOLYSIS. Tetapi bila
kedua sisi patah, tulang vertebra yang ada di sebelah cranialnya akan
menggelincir ke arah depan atau belakang, Sehingga timbul keadaan yang disebut
SPONDYLOLISTHESIS.
Penatalaksaan :
Memberikan penjelasan kepada penderita, agar melakukan
proteksi sendi dengan cara merubah kebiasaan menggunakan sendi secara
berlebihan.
Pengobatan pada dasarnya bersifat simptomatis dengan
maksud mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Tetapi hal ini harus dibarengi
dengan anjuran kepada penderita untuk melakukan proteksi sendi,
karena dengan menghilangnya rasa nyeri, akibatnya mekanisme pertahanan akan
hilang, sehingga dapat mendorong penderita menggunakan sendi secara berlebihan.
Guna mengurangi rasa nyeri dapat diberikan :
- istirahat.
- obat-obat analgetika.
- pemanasan (heating).
- immobilisasi dengan menggunakan back support atau
corset.
- bila keadaan berat, dapat dipertimbangkan tindakan
pembedahan.
D. GOUT (PENYAKIT PIRAI)
Merupakan penyakit nomor 3 terbanyak dalam urutan
penyakit sendi, sesudah Osteoarthrosis dan Rheumatoid arthritis.Penyakit ini
akibat kelainan metabolisme purine.Asam urat (uric acid) merupakan hasil
akhir metaboliame purine.
Penyakit ini lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita
(pria 90 -95%). Sering kali mengenal pria usia pertengahan, sedang pada wanita
biasanya dekat-dekat masa menopause.
Yang khas pada
penderita gout adalah tingginya kadar asam urat (uric acid) dalam darah yang
disebut HYPERURICEMIA. Tingginya kadar & Asam urat dalam darah dapat
sebagai akibat tingginya produksi asam urat atau menurunnya ekskresi asam urat atau
kedua-duanya.
Faktor-taktor
yang dapat menimbulkan hyperuricemia antars lain :
- defisiensi enzym tertentu yang bersifat kongenital.
- kadar purine dalam bahan makanan. Bahan makanan yang
tinggi kandungan purine antara lain : hati, ginjal, ikan sardin, daging
kambing, ragi, buncis.
- berat badan yang terlalu gemuk (obesitas).
- jumlah alkohol yang diminum. Hal ini disebabkan
alkohol menghambat ekskresi asam urat melalui ginjal.
- Obat-obat tertentu Misalnya : diuretika (obat yang
dapat menimbulkan diuresis) dan analgetika (obat penghalang rasa nyeri)
tertentu dapat meninggikan Kadar asam urat dalam darah.
- faal ginjal. Faal ginjal yang memburuk akan meninggikan
kadar aeam urat dalam darah.
- volume urine.
Asam urat sendiri tidak menimbulkan gejala arthritis,
sehingga tidak jarang ditemukan apa yang disebut ASYMPTOMATIC HYPERURICEMIA.
Yang menimbulkan rasa nyeri adalah akibat terbentuk dan mengendapnya mikrokristal
monosodium urate monohydrats dalam sendi
Pengandapan kristal monosodium urate tersebut searing
ditemukan pada kulit, di dalam atau di sekitar sendi dan tendo-tendo. Daerah
tubuh yang sering ditemukan pengendapan asam urat adalah daun telinga, sendi siku,
lutut, dorsum pedis, ibu jari kaki. Tumpukan kristal monosodium urate yang
membentuk benjolan di kulit ini dikenal sebagai TOPHUS (jamak : TOPHI).
Tophus tidak menimbulkan rasa nyeri, tetapi dapat
merusak tulang dan kadang-kadang menimbulkan fistula. 5 tahun setelah setelah
pertama, ± 40% penderita akan menampakkan tophus yang dapat dilihat.
Klasifikasi :
Dari bagan metabolisme purine dapat diketahui bahwa
kadar asam urat darah dapat meninggi bila :
- Produksi asam urat meningkat
- Ekskresi asam urat ginjal menurun
Sehingga atas dasar etiologi, gout secara klinis dapat
dibagi menjadi :
1.
Gout primer (primary gout) : merupakan sebagian besar
kasus.
2.
Gout sekunder
(secondary gout) hanya meliputi 5 - 10%
kasus. Adalah gout yang ditimbulkan oleh penyakit lain, misalnya :
- adanya penyakit myeloproliferatif, misalnya laukemia,
multiple myeloma, lymphosarcoma, thalassemia dan laln-lain.
- penyakit ginjal, misalnya glomerulonephritis kronis,
yang mengakibatkan ekskresi asam urat menurun.
Klinis
:
Gambaran klinis yang klassik pada umumnya berupa
serangan arthritis secara mendadak dan sangat nyeri, yang pada serangan pertama
50% mengenai ibu jari kaki, tepatnya pada pangkal ibu jari kaki sebelah medial
yang dikenal sebagai PODOGRA. Bagian ini tampak membengkak, kemerah-merahan dan
nyeri sekali bila disentuh (acute gouty arthritic).
Dapat pula serangan pertama mengenai punggung kaki
(dorsum pedis), pergelangan kaki atau tumit.Lebih jarang lagi serangan pertama
mangenai lutut dengan bursitis prepateilaris atau siku deagan bursitis
olecrani, kadang-kadang timbul pertama kali pada pergelangan tangan atau sendi
metacarpophalangeal (M.O.P. joint).
Serangan rasa nyeri sering timbul mendadak pada malam
hari, sehingga penderita pada tengah malam tiba-tiba terbangun karena rasa
nyeri yang hebat sekali.
Pada umumnya, serangan pertama bersifat monoarticular,
tetapi 3% dari serangan bisa polyarticular.Tanpa diobati, serangan akut ini
dapat perlahan-lahan menghilang sendiri dalam waktu 10 - 14 hari. Masa di
antara 2 serangan, yang dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun,
penderita sama sekali bebas dari gejala sendi, yang dikenal sebagai
Intercritical atau Interval gout. Yang kemudian akan, diikuti serangan ulana
(recurrence). Serangan yang berulang-ulang akan menyebabkan arthritis menjadi kronis
(choronic gouty arthritis).
±
10 - 25% penderita gout primer akan mendapat batu ginjal (uric acid
nephrolithiasis). ± 1/3 dari kasus mengidap hipertensi, yang akan dapat
menimbulkan C.V.A. (cerebro-vascular accident), decompensatio cordis
(congestive heart failure) dan renal arteriosclerosis.
Dasar
timbulnya serangan akut arthritis gout (acute gouty arthritis) adalah akibat
adanya deposisi monosodium urate kristal di dalam jaringan sendi. Seperti
diketahui, serum darah akan menjadi jenuh (saturated) bila kadar asam urat
mencapai ± 7 mg% (7 mg per 100 ml darah). Adanya endapan kristal monosodium
urate akan merangsang lekosit untuk melakukan fagositosis terhadap kristal
tersebut dan melepaskan enzym lysosomal atau kinin, yang akan mencetuskan
reaksi peradangan akut.
Beberapa
keadaan yang dapat mencetuskan (mem-precipitasi) serangan akut antara lain :
- trauma ringan pada sendi.
- immobilisasi sendi untuk waktu yang lama.
- emosi
- Setelah makan atau minum berlebihan
Diagnosis
:
Satu-satunya
bukti pasti adanya gout adalah ditemukannya kristal monosodium urate yang
berbentuk jarum atau lidi di dalam cairan sendi atau tophus.
Pemeriksaan lainnya yang mendukung diagnosis antara
lain :
- kadar asam urat yang tinggi dalam darah :
- pria lebih dari 7 mg%.
- wanita lebih dari 6 mg%,
- kadar aeam urat yang tinggi dalamurine, yaitu lebih
dari 500 mg/liter/24 jam.
- lekositosis ringan.
- L.E.D. sedikit meninggi.
- cairan tophus yang berwarna putih seperti susu dan
kental sekali.
Diagnosis
banding/diffenential diagnosis
1.
sprain
2.
infeksi sendi dengan
cellulitis.
3.
BUNION yang sangat
nyeri akibat sepatu yang tidak cocok. Bunion adalah pembengkakan jaringan lunak
yang menutupi sendi metatar sophalangeal pertama, yang disertai tanda-tanda
peradangan.
4.
HALLUX VALGUS yang
disertai komplikasi peradangan. Hallux valgus adalah posisi ibu jari kaki yang
berdeviasi ke arah lateral akibat penarikan tendo m.extensor hallucis longus.
5.
PSEUDOGOUT
(CHONDROCALCINOSIS), yaitu arthritis yang sering timbul berulang, sangat sering
mengenai sendi lutut, tetapi kadang-kadang dapat mengenai sendi
metatarsophalangeal. Pada penyakit ini dapat ditemukan kalsifikasi yang typical pada tulang rawan sendi dan adanya kristal calcium
pyrophosphate (C.P.P.) pada jaringan synovium dan cairan synovial yang
berbentuk seperti kotak korek api.
Penatalaksanaan
:
1. mengakhiri serangan akut dengan istirahat dan obat-obatan
(Colchicine,Indomethazine,
Phenylbutazone dan lain-lain).
2.
mengoreksi faktor-faktor penyebab, misalnya :
- menurunkan berat badan.
- diet : menghindari alkohol dan makanan yang tinggi
purien.
E.
JUVENILE RHEUMATOID ABIHRHIS :
Merupakan satu penyakit atau sekumpulan penyakit
dengan karakteristik adanya synovitis kronia, yang disertai dengan sejumlah
kelainan extraarticular, yang timbul di bawah umur 16 tahun.
Penyakit ini pertama
kali diuraikan oleh Sir George Frederic Still pada tahun 1837, sehingga
penyakit ini juga disebut : STILL’S DISEASE, STILL'S SYNDROME, JUVENILE CHRONIC
POLYARTHRITIS, CHRONIC CHILDHOOD ARTHRITIS.
Incidence
:
Isbagyo M. (1962) di Jakarta melaporkan hanya 16 kasus
antara tahun 1975 - 1977.Di Finlandia telah dilakukan survey terdapat 3 kasus
tiap 100.000 penduduk setiap tahun.
Tertinggi terdapat pada umur 1-3 tahun dan 10 - 14
tahun.Perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Etiologi
Belum diketahui dengan jelas faktor predisposisi
misalnya trauma dekat sendi, infeksi saluran napas jarang ditemukan.
Gejala
klinik :
Pada umumnya berbeda
dengan orang dewasa.Gejala klinik sangat bervariasi, sehingga ada yang
membaginya menjadi beberapa sub-group.Penyakit ini cenderung mengenai sendi
besar, sendi D.I.P. dan sendi vertebra corvicalis (cervical spine) lebih sering
terkena dari pada orang dewasa. Sendi tenporomandibularis pada anak sering
terlibat dan mengakibatkan micrognathia dan akan menimbulkan gambaran typical
“bird face” pada usia lanjut.
Selain arthritis, sering ditemukan juga spleenomegali
(pembesaran limpa/lien) dan lymphadenopathy (pembesaran kelenjar-kelenjar
limfe) secara umum.Kadang-kadang ditemukan juga pericarditis dan pleural
effusion.
Diagosis
:
Didasarkan atas manifestasi klinik, radiologik dan
laboratorium.
Klinis dapat dipakai kriteria E.J. Brewer sebagai
berikut :
1.
umur kurang dari 16
tahun.
2. arthritis pada satu
sendi atau lebih, disertai pembengkakan/ efusi atau adanya pembatasan
pergerakan, rasa nyeri waktu bergerak dan meningkatnya temperatur pada sendi.
3.
lamanya penyakit 6
minggu sampai 3 bulan.
4.
dalam waktu 4-6 bulan,
penyakit ini diklassifikasikan sebagai : polyarthritis, oligoarthritis dan
sistemik. Dikatakan sistemik karena ditemukan intermittent fever, rheumatoid
rash, arthritis, hepatospleenomegali dan lymphadenopathy.
5.
menyingkirkan penyakit
rematik lain.
Prognosis
:
80 - 90% akan mengalami remissi. Tetapi ada yang
mengatakan : 1/3 sembuh sempurna, 1/3 cacat ringan dan 1/3 sisanya cacat berat.
Terapi
:
- Obat-obatan (medikamentosa) : salicylate,
corticosteroid.
- rehabilitasi : pemberian passive dan active exercise
dan pemberian splint biasanya dapat mencegah timbulnya flexion contracture.
F. ANKYLOSING
SPONDYLITIS = MARIE - STRUMPELL DISEASE
= RHUEMATOID SPONDYLITIS
= RHEUMATOID ARTHITIS OF SPINE
Ialah suatu bentuk arthritis yang ditandai oleh adanya
peradangan dan ossifikasi dari sendi dan ligamentum dari columna vertebralis
dan sendi sacroiliaca.
Becterew's disease dianggap sama dengan penyakit ini.
Laki-laki lebih banyak terkena penyakit ini daripada
wanita, dengan perbandingan laki-laki : wanita adalah 9 : 1 sampai 4 : 1.
Umur sewaktu timbul penyakit ini rata-rata pada usia
pubertas atau dewasa muda.
Patologi :
-
penyakit ini menyerang ligamentum, tendon dan capsula sendi, tidak
menyerang membrana synovia seperti pada R.A.
-
35% penderita kulit putih dan 50%
penderita berkulit hitam dapat ditemukan HLA E27 (HLA = Human Leucocyte
Antigen) antigen di dalam darahnya. Sedang di dalam darah biasanya tidak
ditemukan Rheumatoid factor,
sehingga sering disebut
juga sebagai SERO-NEGATIVE
SPONDYLOARTHROPATHY.
Gambaran
Klinik
-
proses penyakit dimulai dari
persendian sacroiliaca dan naik ke tulang
belakang (columna vertebralis).
-
gejala awal lazimnya berupa nyeri
pinggang bawah (low back pain) yang berlangsung selama beberapa bulan, yang
kadang-kadang disertai dengan timbulnya rasa nyeri yang menjalar (radiating
pain) ke arah anggota gerak bawah menyerupai ischialgia.
-
pada stadium lanjut, didapatkan
kekakuan, (stiffness) pada columna vertebralis sehingga penderita tidak dapat
menggerakkan columna vertebralis ke seluruh jurusan. Juga dapat ditemukan
penurunan expansi gerak. thorax selama, respirasi akibat timbul kekakuan pada
sendi costovertebralis.
-
dapat pula menyerang sendi yang
lain, yang umumnya berupa oligoarthritis dan asimetris. Sendi coxae sering
terkena, sendi-sendi perifir yang lain dari anggota gerak bawah dapat pula
mengalami peradangan.
-
manifestasi di luar sendi dapat berupa
kelainan mata (iritis atau uveitis), kelainan jantung (aorat insuffisiensi)
maupun kelainan S.S.P. (susunan saraf pusat).
-
blia telah terjadi kelainan
columna vertebralis, maka radiologis akan tampak sebagai BAMBO SPINE, gambaran
columna vertebralis pada fqto R8 mirip seperti sebuah bambu yang beruas.
Diagnosis :
Bila stadium
sudah lanjut, penderita sudah menunjukkan adanya kekakuan columna vertebralis,
diagnosis secara klinis tidak sulit.Tetapi pada stadium awal, diagnosis sering
dapat mengalami kesulitan.
Secara klinis
diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria dari “NewYork Clinical criteria
for ankylosing spondylitis“ yang diajukan oleh BENNET dan WOOD pada tahun 1968.
Tentu saja kriteria ini hanya digunakan bila secara klinis belum jelas terdapat
kekakuan columna vertebralis secara nyata.
Kriteria tersebut meliputi
penilaian :
1.
terbatasnya pergerakan vertebra
lumbalis pada tiga arah pergerakan, yaitu antefleksi, laterofleksi dan ekstensi
(dosofleksi).
2.
riwayat nyeri atau ditemukannya
rasa nyeri pada "dorsolumbal junction" dan pada vertebra lumbalis.
3.
terbatasnya pengembangan dada
kurang dari 2 cm, yang diukur pada columna vertebralis setinggi ruang
intercoatalis ke IV.
Penderita
dinyatakan pasti menderita ankylosing spondylitis (definite) bila ditemukan :
-
bilateral sacroiliitis tingkat
3-4, ditambah salah satu dari kriteria yang telah disebutkan di atas
-
atau unilateral sacroiliitis
tingkat 3-4, atau bilateral sacroiliitis tingkat 2, ditambah kriteria no. 1
atau kedaa kriteria no. 2 dan no. 3.
Penderita
dinyatakan kemungkinan (probable) menderita ankylosing spondylitis bila
ditemukan :bilateral saeroiliitis tingkat 3-4, tanpa disertai salah satu
Kriteria yang telah disebutkan di atas.
Prognosis :
Boleh
dikatakan baik dan tidak menimbulkan kecacatan seperti pada R.A. yang sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari.
Terapi :
Tujuan terapi
adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar sendi-sendi pada columna
vertebralis menjadi kaku pada posisi fisiologis (lurus), yang berguna untuk
mengurangi kelainan sikap tubuh (postural defects) dan kelainan respirasi.Di
samping itu juga untuk mengontrol rasa nyeri dan mengurangi peradangan.
Untuk
mencapai tujuan di atas, maka penderita :
-
diberikan pengertian tentang
perjalanan alamiah penyakit yang dideritanya.
-
diberi instrukai agar tidur dalam
posisi terlentang (supine) di atas
-
papan keras datar tanpa bantal.
-
diberi latihan-latihan untuk
memperbaiki sikap tubuh (postural) secarateratur.
-
diberi latihan napas (deep
breathing exercise) secara teratur
-
diberi obat-obatan, misalnya phenylbutazone,
indomethazine. Bila perludiberi corticosteroid.
-
dilakukan tindakan bedah untuk
mengoreksi deformitas.
A. REACTIVE
ARTHRITIS (ARTHRITIS REAKTIF)
Suatu arthropathy yang menyertai suatu infeksi di luar sendi.
Jadi pada kelompok ini, adanya infeksi baik yang bersifat lokal
atau yang bersifat sistemik di luar sendi sering disertai timbulnya synovitis
di sendi-sendl tertentu.Agen penyebab infeksi sendiri tidak ditemukan di dalam
cairan sendi atau membrana synovia.
Pada reactive arthritis, walaupun telah terbuktl adanya
mikroorganisme yang terlibat dalam patogenesis timbulnya reactive arthritis,
tetapi dengan cara bagaimana persisnya reactive arthritis terjadi, masih belum
diketahui. Diduga mekanisme imun atau reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan
terjadinya synovitis.
H. Mielants dan E.M. Veys (University Hospital, Ghent, Belgium),
pada 1987 melaporkan telah melakukan ileocolonoscopy dan biopsi terhadap ileum dan
coecum pada penderita-penderita dengan reactive arthritis, ternyata 75%
menunjukkan tanda-tanda peradangan secara mikroskopis. Diduga dengan adanya
peradangan pada usus, memungkinkan bahan-bahan yang dihasilkan oleh bakteri
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan reaksi imunologis dan
mencetuskan arthritis.
Beberapa reactive arthritis akan
dibahas di bawah ini :
1.
REITER’S SYNDROME (SINDROM REITER)
Timbul hampir
aelalu pada pria.Pria : wanita = ± 20 : 1.BiasAnya merupakan penyakit yang
bersifat sementara (transient illness),
berakhir satu hingga beberapa bulan, tetapi sering timbul recurrence (residif).
Ada 2 tipe :
a. Tipe Genital
dengan trias: ARTHRITIS, URETHRITIS dan COHJUNCTIVITAS, yeng timbul
pada seseorang setelah terserang urethritie non spesifik (yaitu urethritis yang
bukan disebabkan Neisseria gonorrhoea, tetapi oleh Chlamydia tracheitis), atau
kadang-kadang cystitis atau prostatitis. Sehingga dikategorikan sebagaiSARA (sexually Acquired Reactive
Arthritis).
serangan umumnya timbul 4 minggu setelah melakukan hubungan
kelamin (sexual intercoarse).
b. Tipe intestinal
Trias seperti tersebut di atas timbul setelah suatu serangan
dysentri atau diare non spesifik.Pada umumnya gejala-gejala timbul 10 - 30 hari
setelah gangguan intestinal, tetapi kadang-kadang 3 bulan.
Gejala Klinik
Sering
mengenai umur 20 - 40.tahun. Onset (awitan) penyakit akut. Trias penyakit :
a. Arthritis :
-
90% berbentuk polyarthritis dan
75% asimetris.
-
menyerang sendi lutut, pergelangan
kaki, jari kaki, bahu, siku, pergelangan tangen, coxae dan tulang belakang pada
sendi. Ditemukan rasa nyeri dan pembengkakan.
b. Urethritis :
Menimbulkan dysuria dan mengeluarkan penile discharge.
c. Conjuctivitas :
Kadang-kadang tidak nyata.Tetapi dapat pula timbul iritis atau
uveitis.
Kecuali trias
di atas, dapat juga timbul lesi pada kulit dan membrana mucosa yang
karakteristik.
Perjalanan
penyakit sangat bervariasi.Pada umunnya serangan pertama menghilang setelah 6
bulan dan jarang menjadi kronik. Tetapi pada 50% kasus dapat timbul relaps
tanpa perlu didahului serangan dysentri atau urethritis. Pada 20% kasus yang
mengalami relaps menjadi kronik yang dapat mengakibatkan disabilitas, tetapi
jarang mengakibatkan deformitas.
Laboratoriuom :
-
± 85% pendurita Reiter's syndrome
menunjukkan HLA B27 positif.
-
pada 50% kasus, pada saluran kencing
(urethra) dapat dltemukan Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoea
sebagai infeksi campuran.
Komplikasi:
-
iritis atau uveitis (10%).
-
gangguan konduksi jantung dan
aorta insuffisiensi.
Terapi :
Tidak
spesifik, yang bertujuan untuk mengontrol rasa nyeri dan peradangan pada sendi
hingga timbul remissi spontan. Untuk itu dapat diberikan :
-
istirahat.
-
obat-obatan analgesik antiinflamatorik
non steroid. Misalnya :indomethazine atau phenylbutazone.
-
pada kasus-kasus yang berat,
kadang-kadang diperlukan aspirasi cairan sendi dan pemberian corticosteroid
intraarticular atau babkan pemberian obat-obatan cytotoxic untuk mencegah destruksi
sendi yang cepat timbul.
2.
POST SALMONELIA ARTHRITIS (ARTHRITIS PASCA SALMONELIA)
Timbul
setelah seseorang terkena infeksi yang disebabkan bakteri Salmonella typhi
murium dan jarang disebabkan bakteri Salmonella jenis yang lain.
Diare
biasanya mendahului timbulnya arthritis.
Pada post
salmonella arthritis, bakteri dapat ditemukan di dalam faeces (tinja)
penderita, tetapi di dalam cairan sendi tidak ditemukanbakteri.
Post
salmonella arthritis harus dibedakan
dengan SALMONEILA ARTHRITIS. Pada
Salmonella arthritis yang biasanya berbentuk monoarticular, bakteri penyebab
kecuali dapat ditemukan di dalam darah dan faeces penderita, juga dapat
ditemukan di dalam cairan sendi.
Terapi :
- pemberian antibiotika untuk membasmi bakteri penyebab yang ada di
dalam usus.
- obat-obatan analgetika
antiinflamatorik non steroid untuk mengontrol keluhan sendi.
3.
YERSINIA ARTHRITIS (ARTHRITIS YERSINIA)
Infeksi oleh
Yersinia (sejenis Pasteurella) dapat menimbulkan enterocolitis yang menyebabkan
gangguan gastrointestinal ringan, dengan gejala : timbul demam, nyeri perut dan
diare.
Arthritis
yang menyertai penyakit ini tidak disebabkan infeksi bakteri Yersinia secara
langsung ke dalam sendi.
Gambaran klink :
Onset
(awitan) biasanya akut.Sendi mendadak terasa nyeri, membengkak, berwarna merah
dan terasa panas serta ditemukan pula efusi sendi.
Arthritis
bersifat polyarticular, tex-utama mengenai sendi lutut dan pergelangan kaki;
kadang-kadang mengenai jari tangan, ibu jari tangan danpergelangan tangan; jarang sekali mengenai coxae, vertebra lumbalis, sacroiliaca, bahu
dan temporomandibularis.
Gejala-gejala gastrointestinal menghiiang setelah 1 minggu.
Arthritic sampai 6 bulan dan bersifat "self
limiting" (dapat menghilang sendiri walaupun tanpa diobati) dan Jarang
menimbulkan deformitas.
Manifestasi
lain yang jarang dijumpai adalah "conjunctivitis, lymphadencpathy
(pembesaran kelenjar-kelenjar limfe) pneumonitis aan spleenomegali (pembesaran
limpa/lien).
Laboratorium :
-
L.E.D. (Laju Endap
Darah) meningkat. Kadang-kadang ditemukan lekositosis.
-
test agglutinasi untuk Yersinia
positif.
-
Rheumatoid factor selalu negatif.
-
kultur cairan sendi steril, jumlah
lekosit dalam cairan sendi dapat sampai 20.000/mm3, terutama lekosit
PMN (Polymorphonuclear).
Terapi
-
simptomatis.
-
antibiotika tidak punya efek untuk
menyembuhkan arthritis.
4.
CAMPYLOBACTER ARTHRITIS
Bakteri Campylobacter fetus dan
Campylobacter jejuni dapat
menimbulkan enteritis dengan diare cair yang hebat yang disertai rasa
nyeri perut bagian bawah.
menimbulkan enteritis dengan diare cair yang hebat yang disertai rasa
nyeri perut bagian bawah.
Arthritis pAda umumnya timbul 1 -
6 minggu setelah seseorang menderita infeksi yang disebabkan bakteri
Campylobacter tersebut.
Arthritis bersifat polyarticular
dan self limiting, yang akan
menghilang setelah beberapa minggu atau bulan.
Cairan sendi pada arthritis, ini
ternyata steril.